Fiqhislam.com - Keturunan Rasulullah SAW merupakan kalangan yang amat terhormat. Berabad-abad lamanya hingga saat ini, klan al-Hasani (keturunan Hasan bin Ali; cucu Nabi SAW) kerap memunculkan ulama-ulama besar.
Salah satunya adalah Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki. Mubaligh ahlus sunnah wa al-jama’ah itu lahir di Makkah pada 1367 Hijriah (1947/1948 Masehi). Dia wafat dalam usia 58 tahun di kota yang sama pada 15 Ramadhan 1425 Hijriah (29 Oktober 2004). Kepergiannya menyisakan duka di Dunia Islam seluruhnya.
Ayahandanya, Sayyid Alwi al-Maliki, mengajar di halaqah-halaqah Masjidil Haram. Empat puluh tahun lamanya ulama kharismatik itu berprofesi sebagai pengajar di sana. Demikian pula dengan kakeknya, yakni Sayyid Abbas al-Maliki. Sejumlah tokoh Muslim Indonesia pernah menimba ilmu dari imam besar dan khatib Masjid al-Haram tersebut. Sebut saja, KH Hasyim Asy’ari, KH Idham Khalid, KH Abdullah Faqih Langitan, KH Maimun Zubair, dan Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Melihat kemuliaan para datuk Muhammad bin Alawy, maka tidak mengherankan bila dirinya kelak sukses menjadi seorang dai internasional. Muhammad kecil menapaki pendidikan dasar dengan belajar ilmu-ilmu agama kepada ayahnya sendiri, baik di rumah maupun majelis-majelis umum. Di antara sekolahnya adalah Madrasah al-Falah di Makkah.
Sejak berusia tujuh tahun, Muhammad bin Alawy sudah menjadi hafizh Alquran 30 juz. Pada usia belasan tahun, sejumlah kitab kunci sudah dikuasainya, semisal Al-Muwaththa karya Imam Malik.
Lantaran tingkat kecerdasannya yang tinggi, dia sudah diizinkan mengajar kitab-kitab hadits dan fiqih kepada sesama murid di Masjid al-Haram. Atas dukungan ayahnya, Muhammad kemudian menjadi mahasiswa pada Universitas al-Azhar (Mesir). Tiada hari dilaluinya tanpa belajar, beribadah, dan berdoa.
Muhammad bin Alawy lulus dengan gelar doktor ilmu hadits. Disertasinya menuai predikat mumtaz atau summa cum laude. Saat itu, usianya terbilang muda: 25 tahun.
Dialah warga Arab Saudi pertama yang termuda sebagai penerima gelar tersebut dari Al-Azhar. Satu tahun berselang, Muhammad kembali ke negara asalnya. Akhirnya, ulama ini dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hadits pada Universitas Umm Al-Qura di Makkah. [yy/republika]
Syekh Muhammad bin Alawy Hadapi Tekanan Politik
Syekh Muhammad bin Alawy Hadapi Tekanan Politik
Fiqhislam.com - Perhatian Syekh Muhammad bin Alawy tercurah pada kepentingan agama dan umat, alih-alih diri sendiri. Ada satu peristiwa yang membuktikan keteguhan sikap ulama besar ini.
Suatu ketika, penguasa politik di Arab Saudi pernah melarangnya mengajar di Masjid al-Haram. Kedudukannya sebagai profesor di Universitas Umm Al-Qura (Makkah) pun dicabut.
Tidak hanya itu, kitab-kitab karyanya juga dilarang beredar di tengah publik. Semua itu terjadi di tanah airnya sendiri hanya karena pandangannya yang moderat dianggap tidak sesuai selera rezim yang sedang berkuasa.
Padahal, reputasi Syekh Muhammad dan bahkan keluarganya yang begitu tinggi. Ulama kelahiran Makkah itu telah berpengalaman sebagai guru di Masjidi al-Haram sejak masih belia.
Pada usia 15 tahun, dia diperbolehkan untuk mengajar sesama murid di sana lantaran telah menguasai beberapa kitab kunci ilmu-ilmu agama. Kepiawaiannya mengikuti jejak sang ayah dan kakeknya, serta datuk-datuknya terdahulu.
Mereka semua dikenang sebagai ulama-ulama yang aktif dalam transmisi keilmuan turun temurun di masjid yang kiblat Muslimin sedunia itu. Demikianlah keunggulan klan al-Hasani, golongan sayyid keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Publik sesungguhnya kurang bisa menerima keputusan pemerintah setempat. Rezim yang menghentikan karier Syekh Muhammad bin Alawy.
Akan tetapi, ulama ahlus sunnah wa al-jama’ah itu menerimanya dengan sabar. Mubaligh bermazhab Maliki ini juga tidak berkeluh-kesah atau menampakkan raut amarah. Dia tetap tenang dan santun.
Dengan reputasi kapasitas keilmuan dan akhlak mulianya di tengah masyarakat, dia kemudian mendirikan majelis di rumahnya sendiri yang terletak dekat Makkah.
Tepat di depan kediamannya tersebut, ada sebuah masjid dengan daya tampung yang cukup besar. Setiap acara kajian ilmu-ilmu agama yang diadakannya selalu ramai hadirin.
Murid-murid Syekh Muhammad berjumlah ratusan orang, yang tersebar dari pelbagai penjuru negeri. Dia sendiri gemar mendirikan sekolah-sekolah dalam format pesantren, baik di dalam maupun luar kawasan Arab. Banyak di antaranya menggratiskan biaya pendidikan kepada pelajar-pelajar.
Kiprahnya memang tidak sebatas di Arab Saudi, melainkan juga negeri-negeri yang jauh, termasuk Asia Tenggara. Sang syekh tercatat sering berkunjung ke Indonesia, untuk meninjau perkembangan kaum Muslimin serta berdakwah.
Sebaliknya, tokoh-tokoh Nusantara pun selalu sowan ke rumahnya bilamana mereka berkesempatan mengunjungi Tanah Suci. Kebiasaan ini bahkan tetap berlaku sampai sekarang, walaupun sang ulama besar telah wafat pada 2004 silam. [yy/republika]
Mengenal Rihlah Keilmuan Syekh Muhammad bin Alawy
Mengenal Rihlah Keilmuan Syekh Muhammad bin Alawy
Fiqhislam.com - Saat masih menjadi mahasiswa, Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki gemar melakukan rihlah atau perjalanan untuk mencari ilmu. Dia berkunjung ke negeri-negeri hingga ke Afrika Utara, Turki, Yaman, Pakistan, dan India. Di banyak tempat, dia memeroleh ijazah dan sanad dari pakar-pakar ilmu hadits setempat.
Di Makkah, ada 13 orang guru tempatnya menimba ilmu. Mereka adalah Syekh Muhammad Yahya Aman al-Makki, Syekh Sayyid Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani, dan Syekh Hasan Sa‘id al-Yamani.
Selain itu, ada Syekh Hasan bin Muhammad al-Mashshat, Syekh Muhammad Nur Sayf, dan Syekh Muhammad Yasin al-Fadani, seorang ulama Minangkabau, Indonesia.
Kemudian, Sayyid Muhammad Amin Kutbi, Sayyid Ishaq bin Hashim ‘Azuz, Habib Hasan bin Muhammad Fad‘aq, dan Habib ‘Abd al-Qadir bin ‘Aydarus al-Bar. Berikutnya, Syekh Khalil ‘Abd al-Qadir Taybah, Syekh ‘Abdullah al-Lahji, dan ayahandanya sendiri, Sayyid Alwi al-Maliki.
Di Madinah, Muhammad bin Alawy berguru kepada sekurang-kurangnya enam orang ulama, yakni Syekh Hasan al-Sha‘ir, pemuka Al-Qurra; Syekh Diyauddin Ahmad al-Qadiri; Sayyid Ahmad Yasin al-Khiyari; Syekh Muhammad al-Musthafa al-Alawi al-Shinqiti; Syekh Ibrahim al-Khatani al-Bukhari; dan Syekh Abdul Ghafur al-Abbasi al-Naqshbandi.
Di Yaman, Muhammad belajar pada belasan orang ulama. Di antaranya adalah imam besar Hadramaut Habib Umar bin Ahmad bin Sumayt, mufti Yaman Syekh Sayyid Muhammad Zabarah, mufti Taiz Syekh Sayyid Ibrahim bin Aqiil al-Baalawi, dan Imam Sayyid Ali bin Abdul Rahman al-Hibshi.
Kemudian, terdapat Habib Alawi bin Abdullah bin Shihab, Sayyid Hasan bin Abdul Bari al-Ahdal, Syekh Fadhil bin Muhammad Bafadhal, dan Habib Abdullah bin Alawi al-Attas. Selanjutnya adalah Habib Muhammad bin Salim bin Hafiiz, Habib Ahmad Manshur al-Haddad, dan Habib Abdul Qadir al-Saqqaf.
Di Suriah, guru-gurunya cukup banyak. Mereka antara lain mufti Suriah Syekh Abu al-Yasar bin Abidin, mufti mazhab Maliki Syekh Sayyid Syarif Muhammad al-Makki al-Kattani, dan mufti mazhab Syafii Syekh Muhammad As’ad al-Abaji. Kemudian, Syekh Sayyid Muhammad Shalih al-Farfur, Syekh Hasan Habannakah al-Madyani, Syekh Abdul Aziz ‘Uyun al-Sud al-Himsi, dan Syekh Muhammad Said al-Idlabi ar-Rifa’i.
Sebelumnya, telah dijelaskan perjalanan atau rihlah keilmuan yang dilakukan Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki di Jazirah Arab dan sekitarnya. Dalam masa sebagai mahasiswa pula, keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib itu berkelana ke Afrika Utara.
Di Mesir, dia belajar dengan teramat tekun, baik di dalam maupun luar Universitas al-Azhar, Kairo--kampusnya. Para gurunya antara lain adalah rektor kampus tersebut, Syekh Dr Abdul Halim Mahmud; imam hadits Mesir Syekh Sayyid Muhammad al-Hafiz al-Tijani; mufti Mesir Syekh Hasanayn Muhammad Makhluf; dan imam Masjid al-Azhar Syekh Shalih
Di luar itu ialah Syekh Amin Mahmud Khattab al-Subki, Syekh Muhammad al-‘Aquri, Syekh Hasan al-‘Adawi, dan Syekh Sayyid Muhammad Abu al-‘Uyun al-Khalwati.
Muhammad bin Alawy juga menyambangi negeri-negeri Islam lainnya, seperti Sudan, Maroko, Aljazair, Libya, dan Tunisia. Beberapa gurunya dari kawasan tersebut adalah Syekh Yusuf Hamad al-Nil, Syekh Muddassir Ibrahim, Syekh Ibrahim Abu al-Nur, dan Syekh Tayyib Abu Qinayah.
Selanjutnya antara lain Syekh Sayyid Syarif Abdul Kabir al-Saqali al-Mahi, Syekh Sayyid Abdullah bin al-Siddiq al-Ghimari, Syekh Sayyid Abdul Aziz bin al-Siddiq al-Ghimari, dan Raja Libya Syarif Idris al-Sanusi. Di luar itu, masih ada tokoh-tokoh lainnya, seperti imam Zaytuna di Tunisia, Syekh Muhammad al-Tahir bin ‘Ashur; Syekh al-Tayyib al-Muhaji al-Jaza’iri; Syekh al-Faruqi al-Rahhali al-Marrakashi; dan Syekh Sayyid al-Sharif Muhammad al-Muntasir al-Kattani.
Kawasan Asia Selatan tidak luput dari cakupan pengembaraannya sebagai penuntut ilmu. Di India dan Pakistan, Muhammad bin Alawy berguru pada ulama-ulama terkemuka, antara lain Syekh Abu al-Wafa al-Afghani al-Hanafi; Syekh Abdul Mu‘id Khan Hyderabadi; mufti India Imam al-’Arif Billah Mustafa Rida Khan al-Barelawi; dan mufti Pakistan Muhammad Shafi’ al-Deobandi.
Berikutnya, pakar hadits Maulana Muhammad Zakariyyah al-Kandahlawi; Maulana Zafar Ahmad Thanawi; Syekh al-Muhaddith Habib al-Rahman al-‘Azami; dan Sayyid Abu-al-Hasan Ali al-Nadawi.
Pada 1971, Syekh Muhammad bin Alawy diangkat menjadi guru besar. Dia pun menyandang status pengajar tetap di Masjid al-Haram.
Hal ini tentunya merupakan sebuah kebanggaan sekaligus pembuktian. Dia mampu meneruskan amanah, sebagaimana yang pernah diemban ayah, kakek, serta datuk-datuknya terdahulu.
Pada periode yang sama, Syekh Muhammad menjabat sebagai ketua ajang internasional perlombaan musabaqah tilawati Alquran (MTQ). Dua kampus juga menjadi tempatnya bekerja sebagai dosen ilmu hadits dan ushuluddin. Yaitu, King Abdul Aziz University di Jeddah dan Umm Al-Qura di Makkah. Pada masa ini, dapat dikatakan sebagai puncak kariernya. [yy/republika]
Hari-Hari Terakhir Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki
Hari-Hari Terakhir Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki
Fiqhislam.com - Pada Jumat, 29 Oktober 2004, azan Subuh baru saja berkumandang. Matahari masih menggantung di ufuk timur. Akan tetapi, suasana pagi yang cerah mendadak mendung.
Penyebabnya, kabar duka yang hadir tiba-tiba. Pada tanggal tersebut--bertepatan 15 Ramadhan 1425 Hijriah--Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasani menghembuskan nafas yang terakhir.
Ulama ahlus sunnah wa al-jama'ah itu meninggal dunia saat sedang menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Makkah. Bagi kaum Muslimin, kepergiannya sungguh-sungguh menyisakan duka mendalam.
Dialah ulama kharismatik yang gigih menyuarakan kedamaian, membimbing umat pada persatuan. Begitu mengetahui kabar wafatnya, maka berbondong-bondong kaum Muslimin setempat menuju rumahnya di Distrik Rushaifah, Makkah. Beberapa di antara mereka terlihat gelisah, sebagaimana kehilangan orang terkasih.
Saat jasad sosok salih ini tiba di lokasi dari rumah sakit, suasana bertambah duka. Ribuan orang massa berkerumun, ingin melihat untuk terakhir kalinya wajah guru mereka, sang ulama panutan.
Jumlah warga yang menghadiri prosesi permakamannya diperkirakan tidak kurang dari satu juta orang. Di antaranya adalah para pejabat, ulama internasional, dan murid-muridnya yang berasal dari berbagai negara.
Tiga hari lamanya pintu rumah almarhum terbuka. Hal itu agar tersedia waktu bagi ribuan orang yang hendak menyaksikan, untuk terakhir kalinya, wajah sang guru tercinta. Di antara mereka yang bertakziah adalah wakil raja Arab Saudi.
Begitu memasuki hari terakhir dari prosesi tersebut, tibalah saatnya jasad almarhum dikebumikan. Jalan-jalan di Makkah begitu macet sejak dari Rushaifah. Ketika jenazah sang sayyid hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Mereka melakukannya dengan menangis sedih.
Sementara itu, toko-toko yang dilewati iring-iringan jenazah mematikan lampu sebagai tanda duka. Sampai di Masjidil Haram, lautan manusia mengikuti shalat jenazah. Setelah disholatkan, jasadnya dikebumikan di permakaman Al-Ma’la. Letak kuburan Syekh Muhammad berada di samping makam Khadijah, istri Rasulullah SAW.
Daftar Karya
Berikut ini senarai buku-buku karya Syekh Muhammad bin Alawi. Di luar daftar ini, diduga banyak tulisan hasil karya ulama tersebut yang belum menjadi bentuk kitab.
• Mafahim Yajib ‘an Tusahhah
• Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nusus
• Al-Tahzir min al-Takfir
• Huwa Allah
• Qul Hazihi Sabeeli
• Sharh ‘Aqidat al-‘Awam
Tafsir
• Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
• Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la
• Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran
• Hawl Khasa’is al-Quran
Hadis
• Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif
• Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith
• Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi
• Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik
Sirah
• Muhammad(Sall Allahu ‘Alayhi Wa Sallam) al-Insan al-Kamil
• ‘Urf al-T ‘arif bi al-Mawlid al-Sharif
• Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah
• Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah
• Zikriyat wa Munasabat
• Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra
Usul
• Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh
• Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh
• Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah
Tasawwuf
• Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar
• Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
• Al-Husun al-Mani‘ah
• Mukhtasar Shawariq al-Anwar
Lain-lain
• Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah)
• Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Pengajian Orientalisme)
• Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam)
• Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Methodologi Dakwah)
• Ma La ‘Aynun Ra’at (Deskripsi Syurga)
• Nizam al-Usrah fi al-Islam (Islam dan Keluarga)
• Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Dunia Muslim Kontemporari)
• Kashf al-Ghumma (Kelebihan membantu saudara se-Muslim)
• Al-Dawah al-Islahiyyah (Panggilan untuk Pembaharuan)
• Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi-koleksi Ucapan)
• Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kelebihan umat Islam)
• Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Kaedah Pendidikan Rasulullah s.a.w)
• Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Set Ijazah al-Sayyid Abbas, datuk beliau)
• Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Set Ijazah al-Sayyid Alawi, bapa beliau)
• Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Set Ijazah)
• Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Set Ijazah)