Ekonomi Syariah dan Sosial Media
Fiqhislam.com - Dunia komunikasi, publikasi, dan pemasaran semakin berubah secara progresif sehingga menghadirkan era baru yang disebut New Wave Marketing yang dampaknya pun pasti akan berpengaruh terhadap segenap entitas Ekonomi Syariah. Meskipun tidak hanya bergerak di ranah industri/bisnis, Ekonomi Syariah pun harus bisa menyesuaikan diri dengan paradigma komunikasi, publikasi, dan pemasaran khas New Wave, yakni komunikasi yang awalnya vertikal menjadi horizontal.
Segenap penggiat Ekonomi Syariah harus bersedia menghorisontalkan diri bahwa publik / konsumen memiliki posisi yang sejajar dengan mereka / produsen. Tata kelola ketentuan serta penggunaan produk dan layanan Ekonomi / Keuangan Syariah tak cukup hanya sebatas pada sosialisasi/promosi satu arah yang terkesan take it or leave it.
Agar bisa tumbuh kembang dengan optimal, Ekonomi Syariah harus bisa menyediakan ruang publik online untuk berdiskusi aktif mengenai kebijakan, skema serta karakteristik produk dan layanan industri Ekonomi Syariah. Untuk itu, industri Ekonomi Syariah harus bisa terlibat aktif menggunakan Social Media Networking.
Social Media Networking merupakan kombinasi berbagai media online yang digunakan untuk berbagi dan berdiskusi mengenai berbagai hal secara aktif, interaktif dan komunikatif sesuai sifat / karakter masing-masing media. Media tersebut antara lain adalah Facebook, Twitter, Friendster, Blog, Youtube, Plurk, dan lain-lain.
Social media yang sifatnya online ini tentu harus dikombinasikan dengan gerakan offline. Gerakan offline ini bisa jadi merupakan event interaktif pertemuan fisik secara langsung dengan publik, program-program lewat konvensional media maupun tindak lanjut atas ide-ide yang muncul dari social media.
Untuk terlibat aktif di Social Media Networking, ada beberapa hal yang harus disiapkan dan diperhatikan oleh industri Ekonomi Syariah.
Pertama, pemimpin berkarakter. Dalam hal ini, industri Ekonomi Syariah butuh pemimpin / penggerak / driver berkarakter yang memahami fungsi penting social media, sehingga bisa melakukan dorongan terhadap industri agar bisa terlibat aktif di Social Media Networking tersebut.
Bahkan diharapkan agar top manajemen industri Ekonomi Syariah bersedia serius turun langsung membuka akundi social media dan bersedia aktif bercakap-cakap dengan publik. Sejauh ini, penggiat Ekonomi Syariah yang aktif di social media masih terbatas pada representasi aspirasi pribadi yang kurang dianggap mencerminkan representasi dari institusi yang berwenang.
Kedua, sumber daya yang cerdas dan bijak. Memang bukanlah hal yang mudah untuk membawa isu Ekonomi Syariah ke dalam diskusi aktif dengan publik karena industri ini masih saja diliputi pro dan kontra untuk substansi kesyariahan serta kehalalan produk dan operasionalnya. Sehingga diperlukan sumber daya yang kompeten, cerdas dan bijak yang bisa me-manage akun social media secara tepat dan efektif.
Meskipun beresiko pro dan kontra, mau tidak mau industri Ekonomi Syariah harus bersedia melibatkan diri dalam ruang-ruang diskusi social media tersebut agar publik bisa melakukan percakapan online secara interaktif sehingga publik bisa menemukan jawaban, kepastian serta konfirmasi langsung dari pihak pertama.
Ketiga, kesediaan bercakap-cakap. Keterlibatan industri Ekonomi Syariah dalam Social Media Networking tidak cukup hanya dengan membuka akun social media kemudian menyampaikan sosialisasi saja atau bahkan hanya melakukan promosi. Penggunaan social media harus bersifat aktif interaktif, menjawab pertanyaan publik dengan cepat dan akurat, bahkan bisa memancing ide-ide segar untuk berdiskusi dan menggali aspirasi publik.
Percakapan bisa dimulai dengan lontaran ide yang dikeluarkan oleh industri Ekonomi Syariah, misalnya tren yang lagi marak di publik seperti sukuk dan investasi emas, ide unik bahkan kontradiktif, ide life style, ide momen musiman seperti Lebaran, ide yang menunjukkan empati publik seperti pembiayaan tanpa kolateral, ide cara / tips melakukan sesuatu seperti perencanaan keuangan syariah, ide aspirasi yang bisa menimbulkan kepercayaan publik, dan berbagai ide segar lain yang serta merta bisa menimbulkan diskusi hangat.
Keempat, cermat, cepat, dan tepat dalam menanggapi respons maupun umpan balik dari publik. Karena sifatnya yang interaktif, industri Ekonomi Syariah dituntut untuk secara akurat segera memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan, kritik, keluhan, maupun pujian dari publik terhadap industri ini. Di sinilah fungsi penting sumber daya yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang komprehensif serta kemampuan diskusi yang mumpuni.
Kelima, istiqamah, intens, dan konsisten. Dalam hal ini tidak berarti bahwa institusi Ekonomi Syariah harus sering muncul di social media, melainkan harus bisa secara rutin, istiqamah, dan konsisten merespon aspirasi dan umpan balik sekecil dan sesederhana apapun dari publik.
Keenam, kesiapan untuk jujur dan transparan. Dalam hal ini bukan berarti bahwa selama ini institusi Ekonomi Syariah belum jujur dan transparan, namun bisa jadi publik belum tahu mengenai rincian produk dan layanan Ekonomi Syariah. Sehingga industri Ekonomi Syariah harus bisa menyediakan informasi serinci dan setransparan mungkin agar publik memiliki pemahaman komprehensif sehingga publik tidak lagi menduga-duga atau sekadar berasumsi. Penyampaian informasi yang rinci ini bisa merupakan kombinasi antara Twitter, Website, Facebook, Youtube, 4shared, dan berbagai social media yang lain yang sesuai dengan kebutuhan.
Informasi yang lengkap dan akurat dari pihak yang tepat dan kredibel ini bisa mempercepat pengambilan keputusan publik untuk menggunakan produk dan layanan Ekonomi Syariah. Informasi yang lengkap dan akurat juga bisa menimbulkan carry over effect sejenis marketing by mouth atau marketing by testimony suka rela yang dampaknya sangat efektif dan efisien bagi sale produk dan layanan.
Ketujuh, tidak skeptis. Industri Ekonomi Syariah tidak perlu takut, curiga atau merasa bahwa komunikasi horizontal dengan publik akan didominasi oleh respon negatif. Justru dengan social media, industri Ekonomi Syariah akan memperoleh masukan yang sangat berharga karena bisa langsung berkomunikasi aktif dan interaktif dengan publik. Apalagi mereka pulalah end user (pengguna) produk dan layanan Ekonomi Syariah.
Kedelapan, kesediaan berkreasi bersama publik. Publik adalah end user, sehingga di tangannya produk dan layanan Ekonomi Syariah menjadi sesuatu yang layak digunakan atau tidak. Sudah bukan saatnya lagi industri Ekonomi Syariah mutlak mendikte publik. Industri Ekonomi Syariah harus bersedia mendengarkan opini dan masukan dari publik, termasuk dalam penciptaan produk dan layanan. Dalam proses ini, publik akan merasa dihargai sehingga akan tumbuh sense of belonging publik terhadap produk. Rasa memiliki inilah yang akan menimbulkan loyalitas publik terhadap produk dan layanan Ekonomi Syariah.
Segenap pola komunikasi yang tak lagi one to many namun many to many ini memiliki jangkauan dan dampak yang signifikan luas, sehingga dengan sendirinya akan mempercepat tumbuh kembang industri Ekonomi Syariah. Apalagi pola komunikasi ini mengusung visi low budget high impact, sehingga bisa menjadi solusi atas kendala budget sosialisasi dan marketing yang selama ini dikeluhkan oleh industri Ekonomi Syariah.
eSharianomics.com | sabili.co.id