Sekilas Sejarah Penanggalan Hijriyah
Fiqhislam.com - Sejarah penanggalan Kalender Islam yang populer dikenal dengan Kalender Hijriyah dikenal tak lepas dari peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Saat itu, penindasan yang dialami umat Islam oleh kaum kafir Makkah sudah menjadi-jadi.
Penindasan itu mencapai puncaknya pada September tahun 622. Saat itu, kaum kafir yang dikepalai Abu Jahal berencana ingin membunuh Nabi Muhammad SAW.
Dengan mukjizatnya, Rasulullah SAW selamat dari rencana pembunuhan kafir Quraisy yang telah mengepung rumah Beliau. Selanjutnya, Rasulullah SAW beserta sahabatnya, Abu Bakar RA berhijrah pergi meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib (madinah) yang terletak 320 kilometer (200 mil) di utara Makkah.
Khawatir dengan pengejaran Kafir Makkah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA singgah di sebuah gua bernama Gua Tsur untuk bersembunyi dan beristirahat. Putra Abu bakar, Abdullah mengamati perkembangan di Kota Makkah kemudian datang ke Gua Tsur untuk melapor kepada ayahnya sekaligus membawakan makanan.
Di Makkah sendiri situasi semakin memanas. Kaum kafir Quraisy menggelar sayembara bagi siapa pun yang mampu menangkap Nabi Muhammad SAW hidup-hidup atau mati, akan diberikan hadiah seratus ekor unta.
Salah seorang yang berambisi untuk mendapatkan hadiah sayembara tersebut adalah Suraqah bin Malik. Obsesinya untuk mendapatkan hadiah membuatnya mendapatkan informasi tentang keberadaan Rasulullah SAW. Ia segera memacu kudanya untuk menangkap Rasulullah.
Namun naas, ketika kudanya mulai mendekati posisi Rasulullah SAW, kakinya terjungkal ke dalam pasir gurun sehingga ia pun terpelanting ke tanah. Hal itu terjadi berulang-ulang hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mungkin dapat menangkap Rasulullah SAW karena beliau mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Ia pun akhirnya kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah sampai di Yatsrib, Rasulullah SAW dan Abu bakar disambut hangat oleh penduduk Yastrib dengan meriahnya. Hingga beberapa penyair melantunkan anasyid (laguan selamat datang) yang kemudian dikenal dengan ‘Thala’al Badru ‘alaina’.
Secara berangsur-angsur, kaum muslimin di Makkah juga berhijrah ke Yastrib mengikuti Rasulullah SAW untuk menyelamatkan iman mereka. Mereka yang berhijrah disebut muhajirun dan mereka yang menyambut kedatangan mereka di Yastrib disebut Anshar. Yastrib.
Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi). Seiring berjalannya waktu, sebutan ‘Madinatun Nabi’ berganti menjadi Madinah, yang berarti ‘kota’.
Untuk mengenang peristiwa besar tersebut, Umar bin Khattab mencetuskan peristiwa hijrah Nabi SAW sebagai awal tanggal dimulainya penanggalan Islam yang kemudian dikenal dengan kalender Hijriah. Hal itu dicetuskan Umar pada tahun 638, atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah berlangsung. [yy/republika/foto sndcdn.com]
Hijrah, Capaian Peradaban Periode Makkah
Penetapan kalender Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrah Rasulullah SAW oleh Khalifah Umar bin Khattab syarat dengan makna.
Salah satu sebab yang melatarbelakangi penetapan kalender tersebut antara lain pentingnya umat Islam memiliki perhitungan tahun yang didasarkan pada bulan-bulan yang disebutkan di dalam Alqur'an.
Hebatnya, kalender tersebut tidak didasarkan pada momentum kelahiran Rasululah SAW, padahal semua orang tahu bahwa pada hari kelahiran tersebut terkumpul kebaikan, berkah dan rahmat bagi alam semesta.
Namun, demi maksud menghindari penyerupaan agama lain yang menetapkan kalender tahunan berdasarkan kelahiran panutannya, maka kalender Islam dihitung dengan berpatokan pada hijrah Rasulullah SAW ke Madinah.
Hal tersebut tidak lain karena penyerupaan terhadap agama lain termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam, disamping umat Islam diidealkan sebagai umat terbaik sepanjang zaman (QS. Ali Imran: 110) dan menjadi saksi atas semua fenomena yang terjadi di dunia (QS. 143).
Lebih dari itu, sesungguhnya hijrah merupakan capaian peradaban Islam periode Makkah, sebab selain peristiwanya menorehkan tinta emas sejarah, pelaksanaan hijrah telah menjadi permulaan kemerdekaan bagi kaum muslimin, terbitnya peradaban Islam, pendirian negara ideal, pelaksanaan sistem kehidupan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan, serta ide yang semangatnya terus diperbarui dan diaktualisasikan sepanjang zaman.
Hijrah dengan demikian bukan semata-mata perpindahan fisik untuk kehidupan yang lebih baik, melainkan harapan dan aktualisasi keimanan untuk penegakan dakwah Islam dengan landasan hikmah, pengajaran baik dan perdebatan yang bermartabat. (QS. An-Nahl: 125).
Oleh sebab itu, hijrah tidak berarti pemutusan terhadap masa lalu, melainkan menyulam masa lalu dengan masa kini demi kecemerlangan peradaban masa mendatang. Karenanya, penduduk Makkah yang kafir dan memusuhi Islam tetap menjadi core dakwah, disamping pemantapan masyarakat madani di Madinah.
Para sahabat tahu betul bahwa hijrah Rasul ke Madinah menyiratkan harapan besar bagi berdirinya komunitas Islam yang kokoh dan kuat. Maka kendati Rasulullah SAW dikepung dan dikejar oleh pasukan kafir Quraish, namun Allah SWT memberikan janji pertolongan (QS. At-Taubah: 40).
Di dalam setiap hijrah terkandung harapan pertolongan dari Allah dan optimisme masa depan yang lebih baik. Maka pada saat menuju Madinah pun, ketika Suraqah bin Malik mengejar Rasulullah bersama Abu Bakar dengan menunggang kuda dan pedang terhunus di tangannya, Rasulullah SAW tidak berpaling ke belakang.
Dan ketika jarak keduanya tinggal beberapa langkah, kuda Suraqah ditelan bumi, sehingga ia yakin bahwa Muhammad bukanlah manusia biasa, melainkan seorang Nabi yang disebut di dalam Taurat dan Injil serta ajarannya menjadi penutup wahyu dari langit.
Suraqah yang semula berambisi menghabisi Muhammad berbalik meminta ampunan dan memohon diberikan karamah yang bermanfaat bagi masa depannya sebab ia meyakini masa depan ada pada Islam.
Demikianlah, hijrah yang bukan saja menyejarah melainkan menjadi buah dari sejarah (peradaban) yang senantiasa diperbarui makna dan substansinya demi perubahan dan peradaban masa depan yang lebih baik. Selamat Tahun Baru Hijriyah. Semoga sepanjang Tahun Anda Senantiasa Dalam Kebaikan. Wallahu a'lam. [yy/republika]
Oleh Dr Muhammad Hariyadi, MA