pustaka.png
basmalah2.png.orig


14 Dzulqa'dah 1444  |  Sabtu 03 Juni 2023

Belum Qadha Puasa Ramadhan?

Belum Qadha Puasa Ramadhan?

Fiqhislam.com - Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat Muslim. Namun, Allah memberikan keringanan dengan membolehkan tidak berpuasa pada saat Ramadhan bagi orang yang tidak mampu menjalankannya karena sakit atau safar (dalam perjalanan) atau sebab lainnya. Akan tetapi, puasa tersebut harus diganti dengan qadha di luar Ramadhan.

Sebagaimana ayat Alquran dalam surat Al-Baqarah: 184, yang berbunyi, "Barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."

Adil Sa'di dalam bukunya berjudul Fiqhun Nisa Shiyam Zakat Haji, menyebutkan orang yang sakit harus mengganti hari yang ditinggalkannya setelah dia sembuh. Ketentuan ini juga berlaku bagi wanita haid, hamil dan melahirkan.

Selanjutnya, orang yang memiliki utang puasa Ramadhan dan mampu menggantinya, sebaiknya segera mengganti puasa tersebut agar terbebas dari tanggungan. Para ulama menekankan agar puasa itu dilunasi sebelum datang Ramadhan berikutnya.

Seperti keterangan yang disampaikan Aisyah ra, "Dulu saya  pernah memiliki utang puasa Ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Sya'ban." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim, dikatakan hal itu karena Aisyah sibuk melayani/membantu Rasulullah SAW.

Namun, bagaimana jika hingga datang Ramadhan berikutnya orang tersebut masih belum melunasi utang puasa Ramadhan tahun lalu? Adil Sa'di menyebutkan, ada dua hukum bagi orang yang menunda mengganti puasa hingga tiba Ramadhan berikutnya.

Pertama, bagi yang berhalangan, hanya wajib mengganti puasa itu. Kedua, bagi yang tidak berhalangan, sebaiknya bertobat sambil mengganti puasanya.

Hal senada ditegaskan Direktur Rumah Fikih Indonesia (RFI), Ustaz Ahmad Sarwat. Ia mengatakan, utang puasa bersifat abadi, selama belum dibayarkan maka masih tetap menjadi utang seumur hidup. Adapun jika utang puasa itu sudah terlewat beberapa tahun lalu, maka menurutnya kewajibannya tetap ada dan masih akan diminta kelak di akhirat.

Dalam hal ini, Ustaz Sarwat mengatakan utang puasa Ramadhan sebaiknya dibayarkan pada waktu dimulai dari tanggal 2 bulan Syawal hingga bertemu lagi bulan Ramadhan. Dengan demikian, umat Muslim sebenarnya memiliki waktu yang cukup 11 bulan lamanya untuk membayar puasa qadhanya.

"Tetapi kalau waktu 11 bulan itu pun juga terlewat, maka tidak berarti utang puasanya menjadi hangus. Utang tetap utang, tidak ada istilah hangus," kata Ustaz Sarwat, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (25/2).

Ustaz Sarwat lantas menjelaskan hukum bagi orang yang puasanya terlewat, hingga bertemu kembali pada Ramadhan berikutnya. Ia mengatakan, ada dosa yang harus dihapus dengan taubat jika puasa qadha tersebut terlewat karena lalai. Sedangkan jika puasa qadhanya terlewat karena sesuatu yang tidak bisa dihindari, maka hal itu dibolehkan. Misalnya, orang tersebut belum mengganti puasa qadha karena hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui pada tahun tersebut.

"Apalagi jika anaknya lahir berturut-turut setiap dua tahun, bisa saja sampai enam atau tujuh tahun tidak pernah puasa Ramadhan. Semua itu lantas menjadi tumpukan hutang yang harus dibayarkan dengan puasa sekian ratus hari banyaknya. Yang penting semua dicatat jangan sampai lupa," ujarnya.

Hal demikian juga dinyatakan Yusuf Qardhawi dalam buku berjudul Tirulah Puasa Nabi: Resep Ilahi agar Sehat Ruhani-Jasmani. Apabila Ramadhan sudah datang kembali, sementara dia belum mengqadha puasa Ramadhan sebelumnya, hal itu tidaklah mengapa jika karena alasan tertentu. Menurut pendapat ijma', karena keterlambatan itu memang disebabkan uzur.

Akan tetapi, jika dia mengakhirkannya tanpa ada alasan tertentu dan terlebih karena kelalaian, banyak pendapat dari para sahabat, setiap hari dia harus memberi makan kepada fakir miskin sebagai kifarat dari mengakhirkannya. Pendapat ini diambil Malik, Al-Tsauri, Al-Syafi'i, Ahmad dan lainnya.

Namun, ada pula pendapat lain yang menyebutkan hal itu tidak menuntut apa pun selain qadha. Pendapat ini diambil dari Al-Nakha'i, Abu Hanifah, dan sahabat-sahabatnya. Mereka berpendapat ini karena tidak ada dalil sedikitpun tentang itu yang dapat dinisbahkan kepada Rasulullah SAW.

Karena itu, masih ada kesempatan bagi yang memiliki utang puasa Ramadhan tahun lalu untuk segera mengqadhanya. Sebab, datangnya Ramadhan tinggal dua purnama. [yy/republika]

 


 

Tags: Qadha | Puasa | Ramadhan