Bahaya Kehamilan Tidak Diinginkan
Fiqhislam.com - Setiap kehamilan hendaknya direncanakan dan diinginkan. Namun terkadang suatu kehamilan tidak diinginkan, sekalipun mereka yang telah berkeluarga. Nah, bila terjadi kehamilan tak diinginkan, patut diwaspadai bahaya-bahayanya.
"Dampaknya adalah meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi yang dikandung, karena memang secara fisik tidak diinginkan," ujar Direktur Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Ari Goedadi, dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Rabu (6/2/2013).
Pada ibu dengan kehamilan tidak diinginkan yang mencoba menerima kehamilan namun tidak ikhlas menjadi tidak terlalu peduli dengan janin yang dikandung. Akibatnya bisa mengakibatkan malnutrisi pada janin. Kehamilan tidak diinginkan juga memicu kelahiran bayi sangat prematus (usia kehamilan kurang dari 32 minggu).
Keguguran dan preeklampsia atau kenaikan tekanan darah ibu disertai proteinuria selama kehamilan juga menjadi penemuan umum dari kasus kelahiran yang tidak diinginkan.
"Pada ibu yang tidak menginginkan kehamilan karena jarak kehamilan pendek membuat rahimnya belum siap lagi untuk hamil," terang Ari.
Memang butuh waktu untuk membuat rahim pulih benar setelah melahirkan. Rahim yang belum pulih dikhawatirkan tidak mampu memaksimalkan pembentukan cadangan makanan bagi janin dan ibu.
Dampaknya bagi ibu bisa terkena anemia akut yang akhirnya meningkatkan risiko perdarahan dan komplikasi kehamilan. Bahkan risiko terburuknya adalah keguguran.
Sedangkan bayi yang lahir dengan jarak terlalu dekat rentan terkena autisme dan kelainan plasenta.
"Kepulihan rahim yang sempurna butuh waktu 4 tahun," ucap Ari. Meski begitu menurutnya jarak kelahiran 2 atau 3 tahun umumnya masih boleh-boleh saja.
Kehamilan tidak diinginkan juga bisa memicu terjadi aborsi. Merujuk pada studi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di 12 kota dari tahun 2000-2011 menunjukkan 73-83 persen wanita yang ingin aborsi adalah wanita menikah karena kegagalan kontrasepsi.
Kehamilan tidak diinginkan juga berdampak secara psikologis. Misalnya munculnya perasaan malu dan bersalah. Bahkan kondisi itu bisa membuat ibu depresi dan menimbulkan konflik dalam rumah tangga.
Anak seharusnya membawa keceriaan pada sebuah keluarga. Karena itu rencanakanlah baik-baik kehadiran sang buah hati.
Kehamilan Tak Diinginkan Kerap Terjadi Saat Jumlah Anak Lebih dari 3
Untuk bisa memiliki keturunan yang baik dan sehat maka kehamilan perlu direncanakan dengan matang. Namun pada beberapa kasus kerap ditemukan kehamilan yang tidak diinginkan, dan biasanya terjadi saat anak sudah lebih dari 3.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2007 didapatkan sebagian besar kehamilan tak diinginkan di kalangan peserta KB terjadi pada kehamilan anak ke-4 dan seterusnya, yakni sebesar 25 persen.
Hasil lain SDKI tahun 2007 mencatat terdapat 9,1 persen kehamilan yang tidak diinginkan atau terjadi pada hampir 9 juta perempuan. Kehamilan ini bisa terjadi pada remaja dan juga ibu-ibu yang sudah menikah.
"Pada pasangan yang menikah memang ada survei yang menyatakan bahwa kebanyakan kehamilan yang tak diinginkan biasanya setelah anak ke-3," ujar Dr dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) saat dihubungi detikHealth dan ditulis Rabu (6/2/2013).
Dr Dwiana menjelaskan misalnya ada pasangan yang ingin memiliki anak laki-laki, tapi baru punya anak perempuan atau ada kepercayaan yang mengatakan banyak anak maka banyak rezeki.
"Si wanita sendiri sudah malas untuk hamil, tetapi kan pasangannya tidak ikut hamil, jadi yang lebih ngotot adalah pasangannya," ujar Dr Dwiana dari Departemen Obstetri dan Ginekoligi FKUI/RSCM.
Prof Dr dr Biran Affandi, SpOG selaku Ketua APCOC (Asia-Pasific Council on Contraception) mengungkapkan penyebab utama kehamilan tidak diinginkan ini adalah 'unmet need', artinya pasangan tidak mau hamil tapi memakai KB.
"Mungkin karena sudah berumur lebih dari 35 tahun dan merasa sudah tidak subur lagi, padahal kesuburan seorang perempuan akan berlangsung terus sampai menopause," ujar Prof Biran.
Prof Biran mengungkapkan range untuk usia pasangan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan tergolong 'unmet need' cukup luas yaitu dari usia 20-50 tahun.
Sementara itu Ari Goedadi, Direktur Kesehatan Reproduksi BKKBN menjelaskan penyebab dari kehamilan yang tidak diinginkan ini dikarenakan ada hambatan dalam akses informasi dan akses pelayanan.
"Karena tenaga di lapangan sangat berkurang jumlahnya sehingga untuk akses informasi sulit, sedang akses pelayanan misalnya transportasi menuju tempat pelayanan KB sulit," ujar Ari.
Ari menjelaskan daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan misalnya di Maluku Utara, Papua, Papua Barat, angka kehamilan tidak diinginkannya tinggi karena akses yang sulit. Serta kehamilan tak diinginkan ini lebih banyak dari kalangan yang sudah menikah.
Karena itu untuk di daerah yang sulit memang diharapkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang seperti IUD (intrauterin device), implan, tubektomi dan vasektomi. [yy/detikhealth]