Fiqhislam.com - Dalam ajaran Islam, suami wajib memberi nafkah pada istrinya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang tidak mampu hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya (semampunya).. (at-Thalaq: 7).
Banyak juga hadits shahih berkaitan dengan nafkah ini, antara lain diriwayatkan dari jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah SWT bersabda: "Takutkah kalian kepada Allah dalam hal yang berhubungan dengan wanita (istri). Mereka itu ibarat tawanan bagi kamu. Kamu ambil mereka sebagai amaha Allah dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban kalian adalah memberi makan dan pakaian pada mereka dengan cara yang makruf/baik..." (HR Muslim, Abu Dawud, dan Malik).
Dari ayat dan hadits tersebut dapat dipahami dalam Islam, tanggung jawab nafkah ada pada suami, terkait kebutuhan pokok, yakni makanan, pakaian, dan tempat tinggal. karena itu, memaknai nafkah sebagai 'uang jajan' atau 'uang saku' istri adalah mengada-ada. hal itu sama sekali tidak sesuai pengertian nafkah yang dijelaskan para ulama karena uang jajan bukan kebutuhan pokok.
Apabila suami sudah melaksanakan kewajibannya terkait nafkah, maka istri harus patuh pada suami dan tidak boleh melangkah sendiri tanpa izin suami (yang taat pada Allah). Di antara masalah yang mungkin muncul adalah apakah suami harus menyerahkan semua penghasilannya kepada istri? Bolehkah suami memberikan sebagian dan menyimpan bahkan merahasiakan sebagian yang lain dari penghasilannya?
Kata kunci dalam masalah nafkah hal ini adalah penegasan Allah dan Rasulullah yang sering diulang dalam berbagai konteks, yakni "bil ma'ruf" (secara baik, pantas, dan layak). Jadi ukuran dan besaran nafkah itu adalah bil ma'ruf dilihat dari dua sudut, sudut kemampuan suami dan kebutuhan istri. Suami tidak boleh pelit (kikir) dan istri juga tidak boleh royal (terlalu boros) dan banyak menuntut.
KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer mengatakan apabila suami punya penghasilan besar dan sudah menafkahi istri secara ma'ruf, maka suami memiliki hak penuh terhadap harta yang didapatkan dari hasil kerjanya. Bahkan juga boleh merahasiakan dari istrinya atas dasar pertimbangan kemaslahatan di jalan Allah, dan bukan bermaksud menipu.
Ini paralel dengan dan seimbang dengan istri yang mempunyai penghasilan sendiri. Dia berhak penuh atas penghasilan tersebut, boleh membelanjakan sesuai kemauan dan dalam kebaikan, bahkan juga boleh merahasiakannya dari suami jika khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan menyimpang dari jalan Allah. Dengan kata lain, pendapatan dan harta suami adalah untuk diri dan keluarganya, sedang pendapatan dan harta istri adalah untuk dia sendiri. Wallahu a'lam. [yy/republika]
Artikel Terkait:
-
Sahih Bukhari
- HR Bukhari No 1538: Apakah kalian tidak menyukai melaksanakan sa'i antara bukit Shafa dan Marwah. Ya benar, karena itu bagian dari syiar-syiar jahiliyah hingga kemudian Allah menurunkan Al-Baqarah ayat 158 |haji.umrah.wahyu|
- HR Bukhari No 2182: Jangan kelebihan air ditahan dengan maksud untuk menahan tumbuhnya tanaman |ladang.kebun|
- HR Bukhari No 944: Ketika aku khawatir akan masuknya waktu Subuh, maka aku pun melaksanakan shalat witir. Rasulullah Saw pernah shalat witir di atas untanya |waktu shalat|
- HR Bukhari No 2017: Nabi Saw melarang mencegat kafilah dagang sebelum sampai di pasar dan juga melarang orang-orang kota menjual kepada orang desa |jual beli|
- HR Bukhari No 1089: Nabi Saw senantiasa mengerjakan shalat Isya kemudian shalat malam delapan rakaat dan dua rakaat dengan duduk dan dua rakaat antara dua adzan |shalatul lail.waktu shalat|
- HR Bukhari No 3913: Segala yang kami tinggalkan hanya sebagai sedekah. Abu Bakar enggan menyerahkan sedikitpun kepada Fatimah sehingga Fatimah emosi. Fatimah tak pernah mengajaknya bicara hingga ia wafat |ghanimah.khulafaur.ahlul bait.amanah|
- HR Bukhari No 135: Mimpinya para Nabi adalah wahyu |imam|
- HR Bukhari No 1250: Nabi Saw pernah melewati kuburan yang terpisah dari kuburan lain. Maka Beliau memimpin mereka shalat |shalat ghaib|
- HR Bukhari No 4081: Seorang nabi tidak akan meninggal hingga dia di suruh memilih antara dunia dan akhirat. Bersama orang-orang yang telah Allah beri nikmat ... dan orang-orang yang saleh dan mereka itulah sebaik-baik teman |wafat nabi|
- HR Bukhari No 1913: Aku melepas anjing buruanku dengan mengucapkan basmalah lalu aku dapatkan ada anjing lain pada hewan buruan itu yang aku tidak membaca basmalah |halal.haram|