Keputihan: Ada Cairan yang Najis, Ada yang Suci
Fiqhislam.com - Ibnu Qudamah ulama madzhab hambali menjelaskan, "Dalam permasalahan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita, ada dua pendapat;
[1] keputihan statusnya najis karena berasal dari kemaluan yang bukan unsur terciptanya seorang anak. Sebagaimana madzi.
[2] keputihan statusnya suci. Karena Aisyah pernah mengerik mani dari baju Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bekas jima. Mengingat tidak ada seorang nabi pun yang mengalami mimpi basah.Sehingga makna air mani tersebut adalah cairan yang bercampur dengan cairan basah farji istri beliau. Karena jika kita menghukumi keputihan sebagai benda najis, seharusnya kita juga berpendapat najisnya mani wanita.Mengingat mani wanita juga keluar dari kemaluannya, sehingga bisa menjadi najis karena ada keputihan di leher rahim.
Sementara al-Qadhi Abu Yala berpendapat, semua yang terkena cairan basah dari kemaluan ketika jima statusnya najis. Karena tidak lepas dari madzi, sementara madzi hukumnya najis.
Ibnu Qudamah mengomentari, alasan al-Qodhi tidak benar. Karena syahwat ketika memuncak, akan keluar mani tanpa madzi, sebagaimana ketika mimpi basah. (al-Mughni, 2/65).
Keterangan dari Imam an-Nawawi ulama syafiiyah , "Keputihan yang keluar dari farji bentuknya cairan putih. Diperselisihkan sifatnya, antara disamakan dengan madzi dan al-irq (cairan kemaluan). Karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Kemudian, penulis (as-Saerozi) dalam kitab al-Muhadzab ini dan kitab at-Tahbih, keputihan hukumnya najis. Ini juga pendapat yang dipilih al-Bandaniji. Sementara al-Baghawi dan ar-Rafii serta yang lainnya berpendapat bahwa yang benar adalah suci. [yy/inilah]