pustaka.png
basmalah2.png


8 Dzulqa'dah 1444  |  Minggu 28 Mei 2023

Ibu Modern Hadapi Masalah Baru Mom Shaming, Kebanyakan Malah dari Keluarga

Ibu Modern Hadapi Masalah Baru Mom Shaming, Kebanyakan Malah dari Keluarga

Fiqhislam.com - Masalah yang dihadapi ibu pasca-melahirkan bukan lagi menyoal baby blues, tetapi mom modern juga dihadapkan pada mom shaming yang ternyata berdampak pada kesehatan mental. Hal ini bahkan bisa menyebabkan stres yang membahayakan keluarga.

Ya, mom shaming menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian khusus. Tindakan mom shaming ini kerap dilontarkan dari teman-teman atau keluarga. Bahkan, di zaman modern ini, mom shaming juga dialami di ranah media sosial, banyak netizen yang mengolok-ngolok si ibu, bisa karena fisik atau juga cara mengasuh anak.

Hal ini menjadi perhatian Psikolog Dessy Ilsanty, M.Psi, banyak orang sekaraang seperti ikut campur dalam kehidupan orang lain. Pada kasus tertentu, mom shaming ini biasanya datang dalam bentuk komentar cara si ibu mengasuh anak.

"Jadi, misalnya itu si ibu terlihat tidak memberi ASI ke anaknya lalu ada orang lain mengomentari. Atau si ibu yang memilih anaknya diasuh baby sitter," ungkap Dessy dalam acara Kampanye Anti Mom Shaming by Hallobumil di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019).

Pernyataan-pernyataan itu mungkin tidak sengaja Anda ucapkan, bahkan dianggap sebagai basa basi obrolan. Tapi, tahukah Anda kalau kalimat tersebut bisa membuat psikis si ibu bermasalah. Pernyataan itu dapat membuat si ibu stres dan menyebabkan dirinya tidak dapat memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Selain dari pernyataan langsung, menjadi masalah sekarang adalah mom shaming ini bisa dilakukan siapa pun di media sosial. Budaya ini sulit dicegah terlebih Anda termasuk mom modern yang aktif di ranah media sosial. Anda bisa dapat kritikan bukan hanya dari teman, tapi dari orang yang bahkan Anda tak kenal sekali pun.

Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Dessy menerangkan, cara sederhana dan paling efektif adalah melepaskan media sosial. Sebab, dengan tidak terlibat di dalam media sosial, maka Anda tidak akan mendapat atau mengetahui adanya kritikan tersebut.

Tapi, rasanya ini sulit bagi sebagian orang. Jika kondisinya Anda tetap ingin menggunakan media sosial tapi bisa mengatasi mom shaming, maka yang bisa dilakukan adalah mengubah pandangan dan persepsi.

"Anggap saja komentar yang datang di kolom komentar itu lelucon atau bukan sesuatu yang penting. Tidak mudah memang, tapi dengan membiasakan pola pikir ini, Anda bisa mengatasi masalah mom shaming," sambung Dessy.

Sementara itu, jika kita membahas pada pelaku mom shaming, ternyata bukan hanya netizen yang bisa jahat, tetapi orang terdekat dari si ibu pun melakukan hal itu.

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr N.B. Donny A.M. SpOG, menjelaskan, pelaku mom shaming itu 30 persen adalah suami, 30 persen orangtua, dan 30 persen lainnya adalah mertua.

"Jadi, orang terdekat dari si ibu menjadi pelaku mom shaming dan ini adalah fakta. Karena itu, sudah sepatutnya keluarga itu mengubah pola pikir mereka dan berubah menjadi support system bukannya malah menjadi hater di dalam keluarga sendiri," ungkapnya.

Selain tiga kelompok dalam keluarga itu, mom shaming juga menurut dr Donny dilontarkan kelompok ibu-ibu itu sendiri. Ada beberapa alasan kenapa kelompok ibu ini melakukan mom shaming.

"Alasan pertama, si ibu bosan merawat bayinya sehingga dia mencari pelampiasan dengan mengejek ibu lainnya. Kemudian, alasan berikutnya adalah si ibu letih, capek, dan nggak dihargai makanya dia mencari pelampiasan dengan mengolok-ngolong ibu lain," kata dia.

Dokter Donny pun menambahkan, ketika mom shaming itu diberikan pada si ibu dan dia mengalami stres, maka yang bakal terjadi adalah terganggunya psikis si ibu. Ini akan berdampak juga pada bagaimana dia mengasuh anaknya. Emosi yang ada di dalam diri si ibu bisa saja tersalurkan ke anak. Dampaknya tentu akan berbahaya di kemudian hari.

Makanya, dr Donny menyarankan agar setiap orang mau berpikiran positif dan terus menebarkan kebaikan. Dengan memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh kasih sayang, ini akan membawa dampak yang baik juga pada lingkungan, khususnya dalam hal ini ibu hamil. [yy/okezone]

Ibu Modern Hadapi Masalah Baru Mom Shaming, Kebanyakan Malah dari Keluarga

Fiqhislam.com - Masalah yang dihadapi ibu pasca-melahirkan bukan lagi menyoal baby blues, tetapi mom modern juga dihadapkan pada mom shaming yang ternyata berdampak pada kesehatan mental. Hal ini bahkan bisa menyebabkan stres yang membahayakan keluarga.

Ya, mom shaming menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian khusus. Tindakan mom shaming ini kerap dilontarkan dari teman-teman atau keluarga. Bahkan, di zaman modern ini, mom shaming juga dialami di ranah media sosial, banyak netizen yang mengolok-ngolok si ibu, bisa karena fisik atau juga cara mengasuh anak.

Hal ini menjadi perhatian Psikolog Dessy Ilsanty, M.Psi, banyak orang sekaraang seperti ikut campur dalam kehidupan orang lain. Pada kasus tertentu, mom shaming ini biasanya datang dalam bentuk komentar cara si ibu mengasuh anak.

"Jadi, misalnya itu si ibu terlihat tidak memberi ASI ke anaknya lalu ada orang lain mengomentari. Atau si ibu yang memilih anaknya diasuh baby sitter," ungkap Dessy dalam acara Kampanye Anti Mom Shaming by Hallobumil di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019).

Pernyataan-pernyataan itu mungkin tidak sengaja Anda ucapkan, bahkan dianggap sebagai basa basi obrolan. Tapi, tahukah Anda kalau kalimat tersebut bisa membuat psikis si ibu bermasalah. Pernyataan itu dapat membuat si ibu stres dan menyebabkan dirinya tidak dapat memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Selain dari pernyataan langsung, menjadi masalah sekarang adalah mom shaming ini bisa dilakukan siapa pun di media sosial. Budaya ini sulit dicegah terlebih Anda termasuk mom modern yang aktif di ranah media sosial. Anda bisa dapat kritikan bukan hanya dari teman, tapi dari orang yang bahkan Anda tak kenal sekali pun.

Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Dessy menerangkan, cara sederhana dan paling efektif adalah melepaskan media sosial. Sebab, dengan tidak terlibat di dalam media sosial, maka Anda tidak akan mendapat atau mengetahui adanya kritikan tersebut.

Tapi, rasanya ini sulit bagi sebagian orang. Jika kondisinya Anda tetap ingin menggunakan media sosial tapi bisa mengatasi mom shaming, maka yang bisa dilakukan adalah mengubah pandangan dan persepsi.

"Anggap saja komentar yang datang di kolom komentar itu lelucon atau bukan sesuatu yang penting. Tidak mudah memang, tapi dengan membiasakan pola pikir ini, Anda bisa mengatasi masalah mom shaming," sambung Dessy.

Sementara itu, jika kita membahas pada pelaku mom shaming, ternyata bukan hanya netizen yang bisa jahat, tetapi orang terdekat dari si ibu pun melakukan hal itu.

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr N.B. Donny A.M. SpOG, menjelaskan, pelaku mom shaming itu 30 persen adalah suami, 30 persen orangtua, dan 30 persen lainnya adalah mertua.

"Jadi, orang terdekat dari si ibu menjadi pelaku mom shaming dan ini adalah fakta. Karena itu, sudah sepatutnya keluarga itu mengubah pola pikir mereka dan berubah menjadi support system bukannya malah menjadi hater di dalam keluarga sendiri," ungkapnya.

Selain tiga kelompok dalam keluarga itu, mom shaming juga menurut dr Donny dilontarkan kelompok ibu-ibu itu sendiri. Ada beberapa alasan kenapa kelompok ibu ini melakukan mom shaming.

"Alasan pertama, si ibu bosan merawat bayinya sehingga dia mencari pelampiasan dengan mengejek ibu lainnya. Kemudian, alasan berikutnya adalah si ibu letih, capek, dan nggak dihargai makanya dia mencari pelampiasan dengan mengolok-ngolong ibu lain," kata dia.

Dokter Donny pun menambahkan, ketika mom shaming itu diberikan pada si ibu dan dia mengalami stres, maka yang bakal terjadi adalah terganggunya psikis si ibu. Ini akan berdampak juga pada bagaimana dia mengasuh anaknya. Emosi yang ada di dalam diri si ibu bisa saja tersalurkan ke anak. Dampaknya tentu akan berbahaya di kemudian hari.

Makanya, dr Donny menyarankan agar setiap orang mau berpikiran positif dan terus menebarkan kebaikan. Dengan memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh kasih sayang, ini akan membawa dampak yang baik juga pada lingkungan, khususnya dalam hal ini ibu hamil. [yy/okezone]

Mom Shaming Jika Dibiarkan Berisiko pada Kesehatan Mental Ibu

Mom Shaming Jika Dibiarkan Berisiko pada Kesehatan Mental Ibu


Fiqhislam.com - Mom shaming semakin marak terjadi, terutama sejak tren media sosial. Anda tentu kerap mendengar pertanyaan seperti "Habis lahiran kok tambah gemuk sih" ; "Kok baby-nya minum sufor bukan ASI"; "Udah berapa bulan perutnya kok gendutan sih", "Anaknya lebih dekat dengan pengasuh ya?" Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Pelaku mom shaming lebih berani melemparkan kritik karena tidak berhadapan langsung dengan korbannya.  Menurut Psikolog Dessy Ilsanty, mom shaming suatu perbuatan mencela dan mengecilkan orang lain dengan mengomentari aspek tertentu. "Mom shaming biasanya berbentuk nasihat dari orang yang merasa lebih berpengalaman. Namun cara penyampaian yang tidak tepat, menimbulkan kesan negatif dan parahnya membuat korban merasa buruk atau bersalah atas apa yang dipilihnya," ucap Dessy yang ditemui di acara Kampanye Anti Mom Shaming di Jakarta, Selasa 15 Oktober 2019.

Merujuk data Jakpat, Hallo Bumil mempelajari lebih lanjut perspektif pelaku dan korban mom shaming melalui survey online yang diadakan pada September 2018 pada 574 ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pernah mengalami shaming

Lalu apa yang menjadi topik shaming yang biasa dialami ibu? Pola makan dan berat badan menjadi topik yang paling banyak dikritik. Disusul oleh topik mengenai pemberian ASI atau susu formula dan menerapkan kedisiplinan.

Kebanyakan responden mengalami mom shaming secara langsung dan dalam kondisi privat. Selebihnya terjadi di media sosial dan 7 dari 10 responden mengaku bahwa mom shaming ini semakin meningkat sejak adanya media sosial.

Dessy Ilsanty menambahkan mom shaming harus diwaspadai sebab efeknya dapat menganggu kesehatan mental seorang ibu. "Dari yang awalnya si ibu mungkin bisa cuek dan mengabaikan kata-kata orang lain menjadi kepikiran dan meyakini kebenaran dari apa yang orang lain ucapkan lalu akan menganggu kesehatan mental," ucap Dessy.

Meski sulit dan lebih terbawa perasaan namun ibu sebaiknya penting untuk membekali diri dengan informasi terkait kehamilan atau tumbuh kembang anak. "Ubah mindset, orang ngomong kita tidak bisa kontrol, apa yang dia ucapkan, jangan langsung bereaksi. Jika ada point benar nah yang itu diambil aja. Sebab, shaming memang dari lingkungan terdekat. Sebenarnya mereka ingin yang terbaik buat kita cuma caranya tidak cocok buat kita," saran Dessy. [yy/tempo]