pustaka.png
basmalah2.png


8 Dzulqa'dah 1444  |  Minggu 28 Mei 2023

Pencegahan Dini Peredaran Narkoba Lewat Peran Ibu

Pencegahan Dini Peredaran Narkoba Lewat Peran Ibu

Fiqhislam.com - Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia, memasuki tahap memprihatinkan hingga butuh peran Ibu guna pencegahan dini.

Pasalnya tak hanya remaja dan artis, namun pengguna narkoba mulai merambah pada orang tua, pejabat maupun politisi.

Guna mengatasi peredaran dan makin meluasnya barang haram ini, maka dibutuhkan peran aktif ibu-ibu rumah tangga, sebagai bagian kecil keluarga untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini.

"Diperlukan intensitas yang tinggi bagi ibu-ibu rumah tangga. Idealnya, sebagai orang tua harus melakukan pengawasan dan kontrol secara maksimal untuk membentengi anak-anaknya dari bahaya narkoba," kata Deputi Bidang Pencegahan Narkotika BNN, Kombes Pol Sri Haryati di Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Menurut survey yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Universitas Indonesia (UI), pada tahun 2011 menyebutkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen (3,8 juta orang).

Data yang sama juga menyebutkan, pengungkapan kasus tindak pidana narkoba oleh BNN terutama jenis sabu mengalami peningkatan, yakni dari 5.456 kasus pada tahun 2007, meningkat menjadi 11.764 kasus pada tahun 2011.

Begitu halnya dengan jumlah tersangka yang berhasil ditangkap, mengalami peningkatan dari 8.651 orang pada tahun 2007 menjadi 15.683 orang pada tahun 2011.

Peningkatan ini, kata dia, karena banyaknya permintaan, sehingga terjadi peningkatan produksi gelap shabu dari laboratorium gelap yang dibuat oleh jaringan narkoba baik skala rumahan ataupun pabrikan.

Menurutnya, permasalahan narkoba memberikan dampak yang sangat besar terhadap berbagai aspek. Mulai dari kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lainnya.

Peningkatan penggunaan narkoba, berefek meningkat pula biaya sosial ekonomi bagi penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan survei oleh BNN dan UI, tahun 2004 sebesar Rp 23 triliun, tahun 2008 sebesar Rp 32 triliun, dan tahun 2011 sebesar Rp 44,4 triliun.

"Biaya itu untuk konsumsi obat, pengobatan, OD, detoksifikasi, rehabilitasi, perawatan pribadi, kecelakaan, aspek hukum, pengadilan, penjara, pengangguran atau produktivitas kerja yang rendah,” jelas Hartati dalam diskusi "Peran perempuan dalam upaya penyalahgunaan narkoba” bersama Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP) di Hotel Peninsula, Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dari lingkup yang terkecil, yakni lingkungan keluarga. Menurut dia, keluarga adalah benteng utama yang dapat mencegah anak-anak dari masalah narkoba.

Senada dengan BNN, Ketua Organisasi Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP) Endang Widyastuti Dungga mengatakan keluarga yang sejahtera dan penuh kasihsayang akan menyebabkan anak-anak tumbuh dengan rasa aman. Anak seharusnya diberi kesempatan untuk menyampaikan perasaan, mengeluarkan pendapat, dan dididik untuk mengambil keputusan secarabijaksana.

"Kemungkinan besar tidak akan menyalahgunakan narkoba. Orang tua sebaiknya memberi tugas dan tanggung jawab kepada anak untuk membangun kepercayaan diri. Hindari perbandingan usaha anak dengan usaha anak lain. Tujukan pada anak bahwa dia dicintai tanpa syarat apapun. Kalau keluarga kita saknah mawadah wa rahmah, jika anak kita ditawarin pasti bilang no, tidak. Problem sosial keluarga dapat menyebabkan anak tersangkut," kata Endang. [yy/inilah.com]

Kasus Narkoba Marak Karena Hukum Lemah


Kasus penggunaan narkoba makin meningkat. Ini menandakan masih maraknya peredaran narkoba di masyarakat. Saat ini, lebih dari 5.8 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi narkoba.

Kerugian negara atas maraknya kasus narkoba ini mencapai Rp40 triliun/tahun. Sementara perputaran uang industri narkoba di Indonesia mencapai Rp23 triliun/tahun.

Maraknya kasus narkoba di negeri ini tidak terlepas dari penegakan hukum yang masih lemah. Penegakan hukum kasus narkoba sering menggunakan pasal yang minimalis.

Vonis terhadap pengedar narkoba dinilai tidak tegas dan tidak sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukannya. Padahal aturan undang-undang di Indonesia terkait narkoba sangat keras. Namun pada kenyataannya, hukuman/vonis yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera.

Akibat lemahnya penegakan hukum ini membuat mafia narkoba bebas beraksi. Hukum di Indonesia sangat lunak untuk mereka. Berbeda dengan Malaysia atau Singapura yang langsung menerapkan hukuman mati. Akibatnya sindikat internasional dari Iran, Malaysia, Belanda, dan Hongkong memandang Indonesia sebagai pasar potensial industri narkoba.

Indonesia seharusnya meniru ketegasan negara-negara lain dalam menindak pelaku dan bandar narkoba. Sanksi berat berupa hukuman mati bagi para bandar narkoba, dapat ditegakkan tanpa keraguan. Hal ini dilakukan agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku narkoba lainnya.

Sudah saatnya negeri ini harus dibebaskan dari narkoba yang sudah merambah ke lapisan masyarakat. Komitmen Indonesia bebas narkoba pada 2015 harus kita wujudkan.

Meskipun rasanya sulit dan tidak mungkin, tapi keinginan itu harus kita jadikan semangat. Kita harus berusaha semaksimal mungkin, agar keinginan Indonesia bebas dari narkoba bisa terwujud. [Yulianto/inilah.com]