pustaka.png
basmalah2.png


16 Rabiul-Awwal 1445  |  Minggu 01 Oktober 2023

Sudahkan Anda Penuhi Kebutuhan Bermain Anak?

Fiqhislam.com - Sudah menjadi kewajiban orang tua memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Termasuk kebutuhan anak untuk bermain.

Namun disayangkan, bermain masih dipandang orang tua di Indonesia sebagai hal yang kurang penting. Menurut mereka, belajar adalah yang lebih penting agar anak menjadi pintar.

"Memangnya kalau bermain nggak buat anak pinter, memang kalau bermain bisa membuat anak bodoh? Bermain bisa kok sambil belajar, ini yang namanya permainan kreatif," kata Psikolog Anak Tika Bisono, MPsiT., Psi usai acara Smart Talkshow Creativity for Kids Faber Castell: Memilih Mainan yang Tepat untuk Si Buah Hati di Jakarta, Selasa (19/11/2013).

Dalam acara, Tika mengutip data hasil penelitian yang digagas perusahaan swasta beberapa waktu silam tentang kebiasan bermain, bahwa di Indonesia bermain itu dianggap tidak penting, sementara yang penting adalah belajar.

Sementara dua negara lainnya yang dilibatkan yaitu Thailand menganggap bahwa bermain itu sama dengan belajar, dan Vietnam menganggap, dalam bermain itu 50 persennya adalah belajar.

Orang tua yang hanya mendahulukan kebutuhan pendidikan dan mengesampingkan kebutuhan anak akan bermain, menurut Tika sama saja orang tua itu sedang pelan-pelan menghancurkan hidup si anak.

"Kalau selalu dikasih les, lalu kapan dia mainnya, kapan dia gratak-grataknya, kapan dia eksplorasinya. Kalau nanti dia eror ya itu akibatnya karena dia menerapkan disiplin yang terlalu keras yang mungkin dulu pernah dialaminya," jelas Tika.

Tika menjelaskan, anak-anak adalah individu yang sedang belajar tentang konsep. Disinilah letak tanggungjawab orang tua untuk menanamkan konsep-konsep yang sesuai perkembangan usianya baik dalam kesempatan belajar maupun bermain.

Sementara kecerdasan, ini yang menurut Tika sering disalahartikan banyak orang tua dan bahkan pihak sekolah, yaitu kecerdasan anak hanya diukur dari nilai akademik maupun berdasarkan skor IQ.

"Padahal kecerdasan juga mencakup kemampuan dalam menyelesaikan masalah, kemampuan menghasilkan karya dan kemampuan menciptakan sesuatu." urai Tika. Ini yang dinamakan multidimensi kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan yang lebih spesifik.

Salah satunya dilakukan melalui permainan, permainan kreatif yang bisa membuat anak tertarik sehingga ia bisa mengeksplorasi kemampuan dan minatnya.

"Pengenalan konsep-konsep kepada anak memerlukan kreatifitas sehingga anak tertarik dan menyukainya," ujar Tika seperti ditulis Rabu (20/11/2013)

Sementara Yandramin Halim, Managing Director PT Faber Castell International Indonesia mengatakan, setiap anak harus mendapat haknya untuk hidup utuh sebagai seorang anak.

"Yaitu tumbuh sehat, belajar, bermain dan berinteraksi dan ceria, apapun hasilnya nantinya anak harus gembira ketika dia melakukan apa yang disukainya," ujarnya.

Ia menjelaskan, metode pendidikan abad 20 yang hanya menitikberatkan pada penguasan kemampuan akademik (bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, sosial , seni dan lainnya) kini telah berkembang jauh. Yaitu selain mencakup kemampuan belajar dan berinovasi juga harus mencakup kemampuan dalam kehidupan sehari-hari seperti etika, kemandirian, kepemimpinan, serta kemampuan akan informasi, media dan teknologi. [yy/inilah.com]