Sebagai Peniru Hebat, Anak Mudah Tiru Kebiasaan Orang Tua
![]() |
Orang-orang sering mengatakan bahwa "anak bagaikan kertas putih yang masih bersih, tinggal bagaimana orangtuanya akan memanfaatkan kertas tersebut, apakah akan digambari lukisan yang indah atau hanya dicorat-coret tak beraturan".
Hal tersebut memang benar adanya. Anak tidak akan tahu apa-apa tanpa diajari oleh orangtuanya. Namun seiring berjalannya waktu, anak pun akan belajar dari teman-teman dan lingkungannya. Tugas orangtualah yang memberikan dasar-dasar bagi anak agar dalam pergaulannya kelak tidak salah jalan.
Masa-masa emas seorang anak adalah pada umur 0-3 tahun. Pada masa inilah seorang anak akan merespon dengan segera apa yang didengar dan dilihat di sekitarnya. Anak kecil selalu penasaran dengan apa yang dilihatnya, sehingga cenderung akan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain terutama orangtua yang selalu dekat dengannya.
Saat Anda melakukan kebiasaan-kebiasaan yang buruk di depan anak, maka mereka akan menganggap hal itulah yang benar. Perlu diketahui, pada saat itu otak anak berkembang sangat cepat sehingga informasi apapun akan diserap tanpa melihat baik atau buruk. Maka tugas orangtua adalah mengarahkan anak ke jalan yang baik dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang.
Jangan mengajarkan anak untuk melakukan sesuatu hal namun Anda sendiri tidak melakukannya, sang anak akan bertanya-tanya mengapa Anda tidak melakukan hal yang sama. Jadi jika Anda ingin membiasakan anak melakukan hal yang baik seperti mandi di sore hari, maka Anda pun harus melakukan hal yang sama. Mau tidak mau, memang begitulah cara mereka belajar.
Selain itu, Anda juga harus hati-hati dalam bersikap di depan anak. Jika Anda sering melakukan hal-hal yang kurang baik seperti marah-marah atau berbohong, maka jangan heran jika anak kelak akan melakukan hal yang sama.
Ada anak-anak yang dapat menuruti apapun yang diajarkan oleh orangtua mereka. Namun saat ini anak-anak menjadi lebih kritis dengan melihat apakah pelajaran yang mereka dapatkan dipraktekkan juga oleh orangtua mereka. Ketika orangtua mengajarkan untuk mencuci tangan sebelum makan namun orangtua mereka tidak pernah mencuci tangan sebelum makan, maka anak akan menganggap hal tersebut bukan sesuatu yang pantas dijadikan kebiasaan.
Selain itu, akan tertanam juga bahwa hal tersebut hanya perlu dilakukan oleh anak-anak sehingga saat beranjak dewasa mereka akan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan tersebut. Hal itu akan diperparah jika Anda merasa tidak perlu lagi untuk mengawasi kebiasaan-kebiasaan mereka setelah dewasa.
Sebenarnya perbuatan meniru merupakan sebuah proses alami yang terjadi pada setiap anak dan merupakan proses pembelajaran untuk mengenali lingkungannya. Anak juga lebih banyak dan lebih mudah belajar dari lingkungan sekitarnya sehingga segala sesuatu dapat mempengaruhi kebiasaan anak, baik maupun buruk.
Jika anak senang memainkan handphone karena melihat orangtuanya sering menggunakan barang tersebut, sebaiknya biarkan dahulu dia mencobanya agar tidak menjadi penasaran. Namun kebiasaan tersebut juga harus dikontrol agar tidak menyimpang dan kebablasan, karena jika dibiarkan terus anak akan tumbuh dewasa lebih cepat dibandingkan anak-anak seumurannya.
Jika sudah begitu, perilaku sehari-harinya pun akan terpengaruh dan tidak mencerminkan perilaku atau kebiasaan seorang anak, terutama saat bermain dengan teman-temannya yang seumuran. Ada baiknya untuk menggunakan segala sesuatu sesuai dengan peruntukannya, begitu juga untuk anak-anak.
Jika anak ingin bermain-main dengan handphone, berikanlah handphone mainan untuknya agar rasa penasarannya hilang. Namun yang tak kalah penting, jangan pernah memarahi apalagi membentak anak jika meniru kebiasaan orangtuanya. Cukup berikan penjelasan pada anak bahwa mereka belum pantas melakukan hal-hal atau menggunakan barang-barang seperti itu.
Tayangan kekerasan di televisi juga dapat mempengaruhi perilaku dan perkembangan psikologi anak. Anak-anak adalah peniru yang terbaik di dunia. "Anak-anak itu peniru yang terbaik, termasuk dari yang ada di televisi," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi.
Seorang anak, tambah dia, jika merasa diakui akan apa yang dilakukannya, maka anak tersebut akan melakukannya lagi dan bahkan lebih. "Ada mekanisme punish and reward, biar kelihatan semakin gagah dan hebat," kata Kak Seto.
Pria yang akrab dengan anak-anak ini berpendapat, lebih dari 80 hingga 90 persen tayangan televisi tidak berpihak kepada anak dan tidak konstruktif bagi perkembangan jiwa anak. Karena itu Kak Seto mengimbau para orang tua untuk membudayakan nonton televisi yang sehat, walaupun standar tiap orang tua berbeda untuk jumlah jam menonton televisi, hendaknya ada keseimbangan antara bermain, belajar dan nonton televisi.
Mengenai kasus meninggalnya siswa SD di Bandung karena di-smack down kawan-kawannya, Kak Seto melalui Komnas Perlindungan Anak sudah melayangkan surat protes dan mendesak kepada yang bersangkutan untuk menghentikan tayangan tersebut. (fn/nh/dt/suaramedia.com)