pustaka.png
basmalah2.png


28 Jumadil-Awwal 1445  |  Selasa 12 Desember 2023

Jangan Sembarangan Beri Vitamin Pada Anak, Bahaya Besar!

Fiqhislam.com - Anak-anak dalam kondisi sehat di Amerika Serikat banyak yang mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral setiap harinya di mana umumnya tidak ada indikasi medis untuk mengonsumsi suplemen tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh UC Davis yang dipublikasikan pada bulan Februari 2009 dalam the Archives of Pediatric & Adolescent Medicine telah mendapatkan data dimana banyak anak dan remaja dalam kondisi sehat di Amerika Serikat mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral yang tidak mereka butuhkan.

Penelitian ini juga menemukan bahwa anak-anak yang membutuhkan vitamin justru tidak mendapatkannya. “Banyak anak-anak dan remaja yang mengonsumsi suplemen vitamin justru tidak membutuhkannya karena mereka mendapatkan asupan vitamin yang kuat dari diet sehari-hari,” kata Ulfat Shaikh, ketua penelitian, asisten professor bagian anak di UC Davis School of Medicine dan seorang dokter di UC Davis Children's Hospital.

“Penelitian kami juga mendapatkan data bahwa anak dan remaja yang menghadapi resiko defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral justru hanya sedikit yang mengonsumsi suplemen,” kata Shaikh.

Shaikh dan teman-temannya menganalisis data dari 10.828 anak-anak berusia antara 2-17 tahun yang terlibat dalam National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) sejak tahun 1999-2004. Para peneliti melihat dari aktivitas mereka sehari-hari, tipe makanan yang mereka konsumsi, apakah mereka memiliki asuransi kesehatan, serta beberapa faktor lain sebelum menentukan golongan anak-anak yang membutuhkan asupan suplemen.

“The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak merekomendasikan penggunaan vitamin pada anak sehat berusia 1 tahun ke atas.”

“Kami ingin mengetahui golongan anak manakah yang membutuhkan tambahan asupan suplemen vitamin dan mineral serta apakah suplemen ini digunakan oleh orangtua mereka untuk mencegah gangguan kesehatan akibat kurangnya asupan makanan atau kebersihan makanan,” kata Shaikh.

The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak merekomendasikan penggunaan vitamin pada anak sehat berusia 1 tahun ke atas. Penelitian sebelumnya mendapatkan data bahwa sepertiga anak-anak di Amerika Serikat mengonsumsi multi-vitamin setiap harinya. Penelitian terbaru menemukan bahwa anak yang berada dalam kondisi sehat, aktif, makan makanan dengan gizi seimbang, dan memiliki akses lebih baik ke pusat kesehatan justru paling banyak mengonsumsi vitamin.

Penelitian tersebut juga menemukan bahwa di antara anak-anak yang memiliki kondisi sangat sehat, 37% mengonsumsi vitamin. Namun hanya sekitar 28% anak-anak yang berada dalam kondisi sakit atau kurang gizi yang mengonsumsi vitamin.

“Mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral dalam jumlah banyak dapat menyebabkan efek samping yang bervariasi, mulai dari muntah sampai efek samping serius seperti kerusakan ginjal.”

Di dalam penelitian yang sama juga ditemukan bahwa banyak anak dengan overweight atau berat badan berlebih mengonsumsi multivitamin. Sekitar 30-40% anak-anak yang makan sayuran dan minum susu mengonsumsi multivitamin. Suplemen untuk anak-anak dan remaja yang sehat dan makan makanan dengan nutrisi seimbang sebenarnya tidak dibutuhkan secara medis namun memang tidak diatur oleh Food and Drug Administration (FDA).

Sebaliknya, justru banyak ditemukan kasus overdosis pada anak-anak usia 2-4 tahun yang berkaitan dengan konsumsi vitamin dan permen. Mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral dalam jumlah banyak dapat menyebabkan efek samping yang bervariasi, mulai dari muntah sampai efek samping serius seperti kerusakan ginjal. Shaikh berkata bahwa penelitian di masa depan mengenai isu ini akan disertakan dengan wawancara kepada orangtua mengenai alasan mereka memberikan suplemen vitamin dan mineral pada anak padahal tidak ada indikasi medis untuk memberikannya.

Makin banyak mengonsumi aneka vitamin, makin sehat dan kuatlah anak kita. Benar demikian? Ternyata tidak. Meski amat vital bagi tubuh, jumlah vitamin yang diperlukan si kecil justru terbatas.

Agar tetap beraktivitas dengan normal, tubuh manusia senantiasa melakukan reaksi metabolisme. Dalam reaksi metabolisme, makanan dan minuman yang dikonsumsi membentuk zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Baik untuk berkegiatan, mengganti sel rusak, atau untuk tumbuh.

Reaksi metabolisme terjadi dalam waktu tertentu. Semakin cepat reaksi terjadi, semakin cepat pula zat yang dibutuhkan tubuh terbentuk. Agar reaksi lebih cepat, maka tubuh memerlukan katalisator. Di sinilah vitamin diperlulan.

Pasalnya, "Vitamin adalah katalisator bagi terbentuknya zat yang dibutuhkan tubuh," ujar Dr. H. MV. Ghazali, MBA, MM, spesialis anak dari Kid's World.

Karena fungsinya sebagai katalisator tersebut, "Kebutuhan tubuh akan vitamin pun sebetulnya sedikit saja," lanjut Ghazali. Lewat makanan yang benar dan bergizi, kebutuhan itu pasti sudah terpenuhi.

Hampir semua vitamin didapat dari luar (misalnya dalam bentuk makanan). Vitamin dalam bahan makanan pun ada yang masih berbentuk calon vitamin (provitamin) dan yang sudah jadi vitamin. Jika bentuknya masih provitamin, maka perangkat tubuh seperti enzim, hormon, bakteri atau zat lain di luar tubuh (semisal sinar matahari) akan mengubahnya menjadi vitamin. Contohnya adalah provitamin D.

Benarkah kebutuhan vitamin bagi orang dewasa lebih banyak daripada anak-anak? Jawabnya, belum tentu! Pasalnya, proses yang terjadi dalam tubuh anak lebih "hebat" daripada orang dewasa. Anak sedang mengalami masa tumbuh-kembang, sementara orang dewasa terbilang mapan dan tinggal mempertahankan kondisi baik saja.

Pertumbuhan membuat sel anak bertambah banyak. Tubuhnya pun membesar. Ia juga berkembang, baik motorik, mental, kecerdasan pusat memori serta pusat pikir, analisis, dan lainnya. Melihat proses yang terjadi dalam tubuh si anak, maka tidak bisa disimpulkan kebutuhan vitamin pada anak lebih sedikit dari orang dewasa.

Berapa jumlah pasti vitamin yang dibutuhkan manusia tidak bisa dihitung dengan mudah. Praktisnya bisa terdeteksi dari gejala kelebihan dan kekurangan vitamin. Misalnya kekurangan vitamin A ditandai dengan rabun senja. "Anak biasanya sulit menangkap cahaya."

Contoh lain, Vitamin B yang diperlukan untuk mendukung sistem saraf. Kekurangan vitamin B mengakibatkan sering kesemutan. Vitamin B, Menurut Ghazali, juga bisa membantu mengurangi efek samping obat. Misalnya obat TBC (INH Isoneazib) yang mempengaruhi sistem saraf tepi. Kalau dosisnya terlalu banyak bisa mengakibatkan penderita tidak bisa berjalan. "Nah, untuk mengurangi efek samping pada sistem saraf tepi biasanya dokter akan memberi vitamin B6."

MITOS-MITOS TENTANG VITAMIN

1. Anak kurus karena kurang vitamin
Orang sering berpikir, anak yang gemuk dan lincah pastilah sehat. Padahal belum tentu, lho. Anak gemuk belum tentu cukup vitamin. Pasalnya, tubuh yang besar relatif butuh makanan lebih banyak. "Bisa jadi, anak yang gemuk tersebut kurang darah alias mengidap anemia."

Biasanya pada saat lahir, anak tersebut mendapat cadangan makanan (baik zat besi maupun vitamin) yang cukup dari ibunya. Namun seiring pesatnya pertumbuhan, ia ternyata relatif kekurangan vitamin pembentukan darah. Untuk itu harus mendapat tambahan asam folat, zat besi, dan vitamin C.

Sebaliknya, anak yang kurus juga belum tentu kekurangan vitamin. Pemikiran bahwa anak gemuk itu sehat dan anak kurus tidak sehat, tidak berlaku lagi sekarang. "Patokannya sekarang adalah tumbuh dan kembang. Untuk mengetahui apakah anak kita cukup ideal, bisa menggunakan alat ukur grafik berat, tinggi dan umur yang saling dibandingkan," lanjut Ghazali. Selain itu, faktor genetik pun bisa mempengaruhi anak menjadi kurus, gemuk, pendek, tinggi, dan lainnya.

2. Nafsu makan hilang, cekok saja dengan vitamin
Sering, kan, kita lihat orang tua yang sembarangan mencekokkan vitamin pada anaknya yang sulit makan. "Mencekokkan vitamin dianggap bisa mengembalikan nafsu makan anak. Padahal, hilangnya nafsu makan anak disebabkan banyak hal, seperti karena sakit tenggorokan, sariawan, gigi tumbuh, gigi copot, anak flu, atau terkena TBC," ujar Ghazali.

Pemberian vitamin yang berlebihan justru bisa membuat anak kehilangan nafsu makan. Terutama jika anak kehilangan vitamin C alias asam askorbat. Asam jika dimakan berlebih akan menyebabkan perut perih. Apalagi jika anak makan tidak teratur, bisa saja terjadi luka di lambung. Tetapi pada anak kecil hal ini jarang terjadi.

Penyakit mag biasanya diderita orang dewasa. Untuk itu sebaiknya mengkonsumsi vitamin sesuai dosis wajarnya 50 mg. Jangan termakan iklan yang menyebutkan bahwa menelan vitamin dosis tinggi (sampai 1.000 mg) bisa membantu stamina tetap kuat dan tidak sakit-sakitan.

3. Vitamin membuat anak lebih cerdas
Vitamin memang bisa membuat anak cerdas, namun tetapi prosesnya tentu saja tidak langsung. Cerdas itu terjadi karena anak mengalami perkembangan. Misalnya cepat bicara, berjalan, bermain, dan lainnya.

Lagi pula, kecerdasan ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya stimulasi lingkungan dan makanan bergizi. Dalam makanan bergizi, salah satu unsurnya adalah vitamin. "Oleh karenanya, secara tidak langsung, vitamin dapat mempengaruhi kecerdasan. Tapi perlu diingat, vitamin hanya dibutuhkan sedikit saja oleh anak."

KREATIF OLAH SAYURAN

Sumber vitamin terbaik adalah sayur dan buah-buahan. Sayangnya banyak anak "berhobi" menyisihkan makanan hijau dari piringnya. Orang tua pun kerap dibikin bingung. Segala bujuk rayu sulit menumbangkan tekad anak untuk menolak sayur-sayuran. Jadi, bagaimana dong? Caranya sederhana, kok. "Modal paling murah menghadapi anak dengan sikap penolakan seperti itu cuma satu: yaitu kreativitas," kata Ghazali.

Sebaiknya, cari dulu penyebab anak menolak sayuran. Ini bisa ditanyakan langsung pada anak. Mungkin ia tak menyukai warna, bentuk, atau rasanya. Setelah penyebab pastinya diketahui, bisa diakali, kan? Kalau dia tidak suka bentuknya, kreasikan dengan bentuk lain. Misalnya diblender dan dibuat panganan dan cetak dengan bentuk yang lucu.
Kalau ternyata anak tak suka rasanya, bisa menambahkan rasa dari makanan lain. Begitupun kalau ia tidak suka warnanya.

Misalnya anak tidak suka warna hijau, bisa diblender menjadi sup yang lezat dengan menambah jenis sayur berwarna dominan lain, misalnya tomat dengan warna merah, wortel warna ungu, atau jagung berwarna kuning. "Pokoknya, kalau orangtua kreatif, kesulitan pasti bisa diatasi," ujar Ghazali.

Perlu diperhatikan pula cara pengolahannya. "Jangan memasak sayuran terlalu lama, karena vitamin yang dikandungnya bisa rusak atau berkurang akibat pengolahan yang tidak benar itu. Juga untuk buah-buahan, sebaiknya cuci sebelum dikupas."

Jika sementara waktu anak masih belum mau mengonsum sayuran, orang tua bisa memberinya multivitamin. Biasanya, tiap merek multivitamin memiliki komposisi berbeda. Ada merek yang komposisi vitamin larut lemaknya (A, D, E, K) lebih besar dari vitamin larut air (B,C), ada pula yang sebaliknya. Untuk itu, orang tua sebaiknya tidak memberi anak vitamin dari satu jenis merek. "Kalau vitamin merek yang satu sudah dihabiskan, ganti penggunaan vitamin merek lain agar seimbang," anjur Ghazali.

Namun kalau bisa, jangan jadikan suplemen vitamin sebagai kebutuhan mendesak bagi anak. Pasalnya, vitamin itu penting, namun kebutuhannya tidaklah banyak. "Jadi, dengan pemberian makanan alami yang bergizi, kebutuhan itu sudah terpenuhi." (suaramedia.com)