8 Pilar Sukses Mendidik Anak
Fiqhislam.com - Pustaka Khazanah Fawa’id mengemukakan pada bagian pengantar bahwa “Setiap orang ingin memiliki keturunan. Karena anaklah yang akan meneruskan nasabnya, membantunya dalam urusan dunia, dan penyejuk hatinya.”
Pustaka Khazanah Fawa’id juga mengemukakan bahwa “… anak yang shalih dan shalihah-lah yang akan berbuat baik (berbakti) kepada kedua orang tuanya kelak di dunia dan di akhirat.” Itu menunjukkan bahwa anak yang shâlih/shâlihah merupakan penerus nasab yang menyejukkan hati karena gemar berbakti. Setuju?
Fondasi agung tentang mendidik anak–sebagaimana dikemukakan Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr pada bagian pendahuluan–adalah Alquran (Al-Qur’ân) surah At-Tahrim [66] ayat 6. Terjemahannya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras ….”
Beliau selanjutnya mengemukakan bahwa mendidik anak sama dengan menunaikan amanah sehingga orang tua akan memperoleh pahala yang besar di sisi Allah (Allâh) Subhânahu wa Ta’âlâ. Adapun menyia-nyiakan anak sama dengan meremehkan amanah sehingga akan mendapat hukuman.
Anak yang disia-siakan bisa jadi akan keluar dari fitrah sehingga menyimpang dalam masalah agama, akidah (aqidah), dan akhlak (akhlâq). Oleh karena itulah, 8 Pilar Sukses Mendidik Anak penting diketahui orang tua agar dapat menunaikan amanah dengan mulia.
Baca Juga:
Pilar pertama adalah memilih istri yang shâlihah. Itu menunjukkan bahwa buku ini secara khusus ditujukan untuk kaum pria. Meskipun demikian, dapat pula ditujukan untuk kaum wanita dengan menggantinya menjadi “jadilah wanita/ibu yang shâlihah”. Menurut Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, “… ia akan menjadi penolongmu dalam mendidik, mengajarkan adab mereka (anak-anak) dan mengasuh mereka dengan pengasuhan yang baik. … ia tidak akan membahayakan agama dan akhlak mereka.” Dengan demikian, ibu yang shâlihah adalah pendidik yang baik dan tidak akan membahayakan agama dan akhlak anak.
Pilar kedua adalah mendoakan anak. Jika sebelum kehadiran anak, berdoa agar dianugerahi anak shâlih. Adapun setelah kehadiran anak; berdoa agar anak senantiasa diberi petunjuk, kebaikan, dan teguh di atas agama.
Pilar ketiga adalah memberi nama yang baik untuk anak. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr memberikan contoh, “Seperti engkau menamainya dengan Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Shalih, dan semisalnya nama-nama baik yang dapat mengingatkannya dengan ikatan kebaikan dan ibadah serta hal yang terpuji.” Beliau selanjutnya berpendapat bahwa “Sepantasnya orang tua menjelaskan kepada anak arti dari namanya, ….” Berdasarkan itu, dapat dikemukakan bahwa nama yang baik adalah nama yang dapat mengingatkan anak pada hal-hal yang terpuji.
Pilar keempat adalah berbuat adil kepada anak-anaknya. Tidak berbuat adil akan menimbulkan hasad yang menyebabkan permusuhan dan berujung terputusnya tali silaturahmi (shilaturrahim) di antara mereka. Anak pun bisa mendurhakai orang tua.
Pilar kelima adalah berlemah lembut kepada anak. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr menjelaskan maksudnya, “Bergaul dengan mereka penuh kasih sayang dan kebaikan. Waspada dan jauhilah sikap keras, kejam, dan antipati.” Sikap tersebut menyebabkan kecintaan dan kedekatan anak kepada orang tua sehingga orang tua mudah mengarahkan anak pada kebaikan. Begitu pula anak, akan mudah menerima nasihat dari orang tua.
Pilar keenam adalah senantiasa memberikan nasihat. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr menjelaskan bahwa nasihat tersebut dimulai dari mengajarkan akidah, kewajiban-kewajiban Islam dan rukunnya, serta perintah-perintah syariat. Bahkan, nasihat tersebut termasuk memberikan peringatan tentang dosa-dosa besar dan seluruh larangan syariat.
Pilar ketujuh adalah menjaga anak dalam pergaulan. Menurut Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah memberikan permisalan tentang pengaruh teman kepada temannya dalam kebaikan dan keburukan. Hal itu dapat dibaca dalam sebuah hadis (hadîts) yang diriwayatkan oleh Bukhârî (No. 5534) dan Muslim (No. 2628). Oleh karena itu, Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr menasihatkan bahwa “Hendaknya para orang tua memperhatikan anak-anaknya dengan siapa mereka berteman, dengan siapa duduk-duduk di sekolah dan sebagainya. Dan selalu memantaunya.” Ditegaskannya bahwa teman pada zaman ini termasuk televisi dan ponsel pintar (smartphone). Jika tidak dipantau orang tua, bahayanya sangat besar. Anak bisa menyimpang dan berbuat mungkar (munkar).
Pilar kedelapan adalah menjadi teladan yang baik. Hendaknya perkataan orang tua tidak berseberangan dengan perbuatannya. Jika tidak, anak akan bersikap masa bodoh terhadap nasihat orang tua. Menurut para ulama–sebagaimana dikemukakan Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr–teladan dengan perbuatan lebih mengena bagi anak dibandingkan dengan perkataan. [yy/dakwatuna]
Oleh Dhaniar Retno Wulandari, S.S., M.Pd.
Artikel Terkait: