Fiqhislam.com - Di era yang semakin modern, banyak orang tua mengenalkan anak-anaknya dengan gawai. Bahkan, banyak di antaranya yang menyuguhkan tontonan video dari gawai guna menenangkan anak yang sedang menangis atau sulit makan.
Aktivis dan pendiri Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), Diena Haryana, menyayangkan hal tersebut. Ia juga mengungkapkan ketidaksetujuannya dan menyebut bahwa usia yang paling tepat untuk memberikan gawai adalah 13 tahun. Mengapa demikian?
Karena para usia tersebut, menurut Diena, otak bagian depan (prefrontal cortex) anak sudah berkembang dengan sempurna.
“Itulah kenapa Facebook, Twitter, dan Instagram memberlakukan batas minimum usia pengguna 13 tahun,” katanya dalam acara Netizen Fair di Jakarta pada 5 Oktober 2019.
Meski demikian, menetapkan batasan-batasan demi kesehatan fisik dan mental anak pun harus dilakukan. Dari segi waktu bertatap layar, Diena menyarankan untuk melakukannya selama dua jam sehari. Di sela setengah jam bermain gawai pula, rehat wajib diterapkan.
“Ini berguna untuk menjaga mata anak dari paparan cahaya yang terlalu lama. Takutnya, sejak kecil mata anak-anak sudah minus,” katanya.
Memberikan peraturan untuk berhenti bermain gawai saat berada di kamar dan ruang makan juga wajib dilakukan. Menurut Diena, radiasi saat gawai dibawa masuk dan dimainkan di dalam kamar bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Sedangkan di ruang makan, ia mengatakan bahwa anak harus dilatih fokus mengonsumsi makanan dan bercengkrama dengan keluarga.
“Jangan sampai hubungan keluarga dan kesehatan anak terganggu karena gawai,” ujarnya.
Terakhir, mengawasi aktivitas anak di media sosial juga tak kalah penting. Diena mengatakan bahwa orang tua wajib berteman di setiap media sosial agar apa yang dilakukan anak tetap dalam batas wajar dan terkontrol.
“Seringkali orang tua lepas begitu saja. Padahal, kita tidak tahu apa yang diakses dan diikuti. Makanya, penting untuk berteman di medsos,” katanya. [yy/tempo]
Cara Orang Tua Menjadikan Anak Netizen Unggul
Cara Orang Tua Menjadikan Anak Netizen Unggul
Fiqhislam.com - Di era 4.0, anak-anak mulai dibekali oleh para orang tua dengan teknologi. Namun, penggunaan teknologi yang tidak benar bisa menjadi hambatan untuk anak berkembang ke arah yang benar.
Agar anak menjadi pengguna teknologi alias netizen yang unggul, aktivis dan pendiri Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), Diena Haryana, membagikan dua tipsnya. Pertama, ia berharap agar orang tua bisa mengarahkan anak untuk menggunakan internet dengan benar.
Misalnya, internet yang dipakai untuk menambah keterampilan hidup. Diena pun mencontohkan aktivitas anak yang sedang kelaparan di rumah.
“Sebagai netizen yang unggul, anak tidak akan merenungi nasib dan bengong di rumah tapi mau menggunakan teknologi memesan makanan atau melihat resep makanan,” katanya dalam acara Netizen Fair di Jakarta pada 5 Oktober 2019.Selanjutnya, orang tua juga bisa mengajarkan keterampilan bersosialisasi. Menurut Diena, anak sebagai pengguna media sosial yang unggul ialah mereka yang mampu bersosialisasi di dalam dan luar teknologi.
“Anak-anak tidak terkurung pada satu aktivitas tapi dia bisa berinteraksi dengan sesama melalui media sosial ataupun tidak,” katanya.
Dengan kedua keterampilan ini, Diena pun mengatakan bahwa anak telah memiliki tanggung jawab dan komitmen yang kuat dalam menggunakan teknologi. Hasilnya, anak-anak bisa dikategorikan sebagai warganet yang unggul.
“Jadi, mereka tetap melek informasi, menyerapnya dengan baik dan tidak terlalu terpaku pada teknologi itu,” katanya. [yy/tempo]