Fiqhislam.com - Perilaku menyimpang pada anak semakin marak, mulai dari melakukan tindak kekerasan hingga hubungan seks di luar nikah lalu memviralkannya.
Salah satu contohnya adalah beredarnya video viral di WhatsApp dan YouTube mengenai siswa-siswi yang mengenakan seragam SMK di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang melakukan hubungan seks di dalam kelas.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan, perilaku menyimpang umumnya disebabkan kurangnya perhargaan terhadap potensi anak. Mereka baru diberi penghargaan ketika mendapatkan prestasi di bidang akademik. Akibatnya, mereka tidak dapat mengembangkan potensi dan melakukan hal-hal lain.
"Ini lebih karena mereka juga korban dari situasi yang sangat tidak kondusif dimana banyak anak-anak remaja ini yang tidak dihargai potensinya yang saling berbeda," kata psikolog anak Seto Mulyadi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 15 Juni 2019.
Menurut dia, mereka yang sukses di luar bidang akademik seperti pintar menggambar, menyanyi dan bagus di bidang olahraga, tidak mendapatkan apresiasi sehingga banyak dari mereka yang mengalami frustrasi, dan mereka rentan untuk melakukan perilaku yang menyimpang.
Padahal, kata dia, isi pendidikan mencakup pertama adalah etika, kedua adalah estetika, dan ketiga adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Jadi, etika harus menjadi poin utama dalam pendidikan. Namun, sering kali diutamakan lebih kepada iptek.
Seto mengatakan semua pihak perlu menyadari bahwa banyak anak remaja di Indonesia yang tergelincir melakukan berbagai perilaku menyimpang, beberapa di antaranya adalah narkoba, tawuran, perundungan, LGBT (lesbian-gay-biseksual-transgender), seks bebas, dan pornografi.
Untuk itu, dia menambahkan pendidikan tentang etika, karakter dan moral perlu ditingkatkan ke depan, bukan sekadar menekankan pada pendidikan akademik.
"Isi pendidikan kita nomor satu etika, etika kan nilai-nilai moral itu yang harus lebih utama," ujarnya.
Dalam pengajaran tentang etika, anak-anak bukan hanya sekadar diperintahkan tapi juga karena adanya keteladanan dengan contoh-contoh misalnya menunjukkan pendidikan yang penuh kasih sayang, pendidikan yang penuh apresiasi dan penghormatan kepada anak didik.
Dia menyebutkan mungkin perlu ada peningkatan pelatihan pada guru-guru untuk menekankan pendidikan penuh kasih sayang seperti mengajar dan mendidik dengan anak dengan hati bukan dengan cara-cara kekerasan.
Pendidikan tentang etika harus diajarkan melalui keteladanan, namun keteladanan sering diabaikan. Pendidikan tentang etika menjadi penting untuk mengajarkan anak bersikap santun, tahu tata krama, hormat kepada orang tua dan guru.
Demikian pula dengan pendidikan tentang estetika harus dicerminkan melalui perilaku dan sikap seperti keindahan atau cara bertutur kata.
Dalam hal ini, guru, orang tua tidak main bentak dan marah-marah kepada anak, begitu juga mungkin para pemimpin di layar televisi berpotensi menunjukkan arogansi kekerasan.
Jika kondisi sebaliknya yang sering dilihat anak, maka akhirnya anak bingung sehingga tergelincir dalam berbagai perilaku menyimpang, salah satu di antaranya adalah terjadi hubungan seksual secara bebas. [yy/tempo]
LPAI: Peristiwa Bulukumba karena Kurang Pengawasan Keluarga
-
LPAI: Peristiwa Bulukumba karena Kurang Pengawasan Keluarga
Fiqhislam.com - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengatakan kurangnya pengawasan dari keluarga dan sekolah mempengaruhi anak melakukan hubungan seks di luar nikah. Hal ini seperti yang terjadi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
"Selain kurangnya kontrol atau pengawasan, orang tua sibuk mencari uang atau asyik dengan dunianya sendiri sehingga anak kurang mendapat pengawasan," kata Sekretaris Jenderal LPAI Henny Hermanoe saat dihubungi di Jakarta, Ahad (16/6).
Dia mengatakan prihatin terhadap peristiwa di mana ada siswa-siswi yang mengenakan seragam SMK di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Siswa-siswi melakukan hubungan seks di dalam kelas, dan kejadian tersebut beredar melalui video viral di whatsapp dan youtube.
Dia mengatakan perlu melihat secara komprehensif penyebab terjadinya peristiwa di Bulukumba itu. Kejadian tersebut bisa disebabkan oleh lemahnya ketahanan keluarga, komunikasi keluarga yang tidak terjaga, pondasi keagamaan yang mungkin sudah hilang atau luntur, belum gencarnya pendidikan nilai-nilai moral dan seksualitas yang diajarkan orang tua serta kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak.
Henny menuturkan dari peristiwa itu, ada sejumlah hal yang harus dipelajari dan diperbaiki termasuk cara orang tua mendidik anak dan bagaimana komunikasi yang terjalin di lingkungan keluarga. Dia mengatakan ikatan yang bagus antaranggota keluarga, orang tua dan anak.
Selain itu, ia mengatakan, bagaimana tiap anggota keluarga menjalankan peran masing-masing dengan baik, cara mengasuh anak, kehangatan dan keharmonisan yang tercipta dalam keluarga, diperlukan untuk menciptakan ketahanan keluarga yang kokoh dan menghindarkan anak-anak melakukan perbuatan menyimpang.
Ia menambahkan pengawasan terhadap anak harus dilakukan orang tua dengan baik. Termasuk, ia mengatakan, membangun dialog untuk mengetahui pergaulan seperti apa yang dijalani anak-anak.
Ia juga menyarankan orang tua tidak membiarkan anak-anak bermain gawai tanpa pemantauan. Sebab, anak-anak akan mudah terpapar konten negatif.
Tanpa mendapat pemahaman dan bimbingan yang tepat dari orang tua atau orang dewasa, anak-anak rentan melakukan hal menyimpang untuk memenuhi rasa keingintahuan mereka. Kurangnya pengawasan dari sekolah juga berdampak buruk, dan disayangkan bahwa hubungan seks tersebut terjadi di lingkungan sekolah.
Henny mengatakan orang tua dan sekolah harus bersama-sama berkolaborasi melindungi anak-anak. Orang tua tidak serta merta melepaskan tanggung jawab untuk perlindungan anak kepada sekolah terkait pendidikan anak selama di sekolah.
Di lain sisi, Henny mengatakan, sekolah juga harus memiliki informasi bagaimana pendidikan dilakukan di dalam rumah. Sementara, ada jeda antara kehidupan anak di rumah dan di sekolah yang juga harus diperhatikan.
Karena itu, ia menerangkan, pengawasan terhadap anak dan peran melindungi anak harus menjadi bagian kolaborasi antara orang tua, sekolah dan lingkungan. Orang tua harus juga melakukan pengawasan terhadap apa yang dilihat anak-anak melalui gawai mereka.
Ia menjelaskan anak-anak yang tidak mendapat pengawasan dan pendidikan seksualitas yang baik, maka akan cenderung mencoba atau mencari tahu sendiri karena keingintahuan mereka sehingga berpotensi melakukan hal menyimpang seperti hubungan seks di luar nikah.
Henny juga mengatakan semua orang di sekitar anak-anak harus memiliki kepedulian kepada kepentingan dan perlindungan anak-anak untuk membimbing dan mengawasi anak-anak agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang menyimpang. [yy/republika]