pustaka.png
basmalah2.png


16 Rabiul-Awwal 1445  |  Minggu 01 Oktober 2023

PSIKOLOGI: Kecerdasan tidak Berhubungan dengan Moralitas

Fiqhislam.com - Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bagus Riyono berpendapat bahwa kecerdasan seseorang tidak bisa dikaitkan dengan moralitasnya. Ia menyatakan, dalam ilmu psikologi, kecerdasan bisa digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan.

"Contoh secara historis sudah banyak, misalnya, Hitler cerdas kan dan banyak juga kriminal itu orang-orang cerdas, justru orang-orang cerdas ini membuat polisi jadi susah untuk menangkapnya.,” ujar Bagus ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/1), menanggapi kasus Reynhard Sinaga.

Reynhard merupakan WNI menempuh pendidikan arsitektur di universitas negeri ternama di Indonesia lalu meraih dua gelar magister di Inggris. Dia tengah mengejar gelar doktor di Manchester, Inggris, ketika kasus perkosaan yang dilakukannya terhadap ratusan pria terkuak.



Bagus menilai, perilaku yang dimiliki oleh Reynhard sudah masuk dalam kategori psikopat. Terlebih, Reynhard menikmati perilaku jahatnya dan tidak merasa bahwa yang dilakukannya terhadap semua korban adalah suatu aksi kejahatan yang keji.

“Orang yang kehilangan empatinya, dia menikmati perilaku jahatnya, dan bangga karena tidak ketahuan. Secara umum yang dialami Reynhard ini psikopat,” kata Bagus.

Reynhard, menurut Bagus, menggunakan kecerdasannya untuk mengelabui korban dan polisi setempat. Hal itu tercermin dari penuturan korban yang mengaku tidak curiga saat diajak ke apartemen Reynhard karena menggarap pria berusia 36 tahun itu seorang laki-laki yang ramah.   

Padahal, keramahan yang ditunjukkan Reynhard, menurut Bagus, adalah trik untuk memancing korbannya. Halusnya perilaku pelaku membuat korban  tidak menaruh curiga saat diajak singgah di apartemennya itu.

“Ya kan dia cerdas, jadi bermain peran," ungkap Bagus.

Menurut Bagus, Reynhard bermuka dua. Dia bisa menampilkan wajah yang menyenangkan, tapi ada kejahatan dalam hatinya yang tidak bisa dilihat orang lain.

"Jadi memang kecerdasannya itu justru berbahaya. Dia bisa menipu banyak orang,” kata Bagus. [yy/republika]

Fiqhislam.com - Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bagus Riyono berpendapat bahwa kecerdasan seseorang tidak bisa dikaitkan dengan moralitasnya. Ia menyatakan, dalam ilmu psikologi, kecerdasan bisa digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan.

"Contoh secara historis sudah banyak, misalnya, Hitler cerdas kan dan banyak juga kriminal itu orang-orang cerdas, justru orang-orang cerdas ini membuat polisi jadi susah untuk menangkapnya.,” ujar Bagus ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/1), menanggapi kasus Reynhard Sinaga.

Reynhard merupakan WNI menempuh pendidikan arsitektur di universitas negeri ternama di Indonesia lalu meraih dua gelar magister di Inggris. Dia tengah mengejar gelar doktor di Manchester, Inggris, ketika kasus perkosaan yang dilakukannya terhadap ratusan pria terkuak.



Bagus menilai, perilaku yang dimiliki oleh Reynhard sudah masuk dalam kategori psikopat. Terlebih, Reynhard menikmati perilaku jahatnya dan tidak merasa bahwa yang dilakukannya terhadap semua korban adalah suatu aksi kejahatan yang keji.

“Orang yang kehilangan empatinya, dia menikmati perilaku jahatnya, dan bangga karena tidak ketahuan. Secara umum yang dialami Reynhard ini psikopat,” kata Bagus.

Reynhard, menurut Bagus, menggunakan kecerdasannya untuk mengelabui korban dan polisi setempat. Hal itu tercermin dari penuturan korban yang mengaku tidak curiga saat diajak ke apartemen Reynhard karena menggarap pria berusia 36 tahun itu seorang laki-laki yang ramah.   

Padahal, keramahan yang ditunjukkan Reynhard, menurut Bagus, adalah trik untuk memancing korbannya. Halusnya perilaku pelaku membuat korban  tidak menaruh curiga saat diajak singgah di apartemennya itu.

“Ya kan dia cerdas, jadi bermain peran," ungkap Bagus.

Menurut Bagus, Reynhard bermuka dua. Dia bisa menampilkan wajah yang menyenangkan, tapi ada kejahatan dalam hatinya yang tidak bisa dilihat orang lain.

"Jadi memang kecerdasannya itu justru berbahaya. Dia bisa menipu banyak orang,” kata Bagus. [yy/republika]

Pakar: Ingin Dipandang Hebat

Pakar: Ingin Dipandang Hebat


Fiqhislam.com - Ada motif tertentu yang ingin ditunjukkan predator seks seperti Reynhard Sinaga. Motif itu berkaitan dengan upaya untuk menunjukkan eksistensinya.

"Dugaan saya, dia ingin teman-temannya mengakui dirinya hebat, karena bisa "menaklukkan" orang asing,” kata Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Reni Kusumowardhani, saat dihubungi Republika.co.id pada Selasa (7/1).

Menurut Reni, Reynhard yang asal Indonesia berbangga hati dengan kemampuannya mencabuli setidaknya 190 pria di Manchester, Inggris, dalam periode 2,5 tahun. Kemungkinan besar, Reynhard menganggap itu sebagai keunggulan dan kehebatan yang belum tentu dimiliki orang lain. Kelak, foto dirinya akan diekspos dan dibagikan kepada teman-temannya melalui media sosial.

Reni juga menduga, ada motif lain berupa pemenuhan hasrat seksual. Namun, motif ini sebetulnya umum ditemukan pada pelaku kekerasan seksual, siapa pun orangnya.

Berdasarkan fakta persidangan, Reynhard melakukan kekerasan seksual ratusan kali hingga hakim pun menyebutnya sebagai "setan predator seks". BBC mengabarkan bahwa pria berusia 36 tahun itu menunggu mangsanya keluar dari kelab malam atau bar. Rata-rata korbannya hanyalah pria-pria muda yang ingin bersenang-senang.

Reynhard kemudian mendekati mereka lalu mengajak ke apartemennya dengan dalih menawarkan tempat untuk minum-minum atau menelepon taksi. Saat korban lengah, ia mencampurkan obat bius yang membuat korbannya tak ingat apapun kejadian malam itu.

"Ini hukum perilaku. Awalnya, dia mungkin belum terbiasa, tapi karena berhasil dan tidak ketahuan, maka dia mengulangi aksi yang sama berkali-kali sehingga menjadi hukum perilaku,” kata Reni yang kerap menjadi dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.

Reni menjelaskan, sejumlah riset menyimpulkan kekerasan seksual yang tidak ketahuan cenderung terulang lagi, bahkan sampai berkali-kali. Pelakunya tunggal, seperti Reynhard, tapi korbannya banyak.

Menurut Reni, kejahatan yang jelas merugikan orang lain itu dianggap Reynhard sebagai kesenangan. Karena itu dia terus mengulanginya, meski menyadari risiko hukuman yang akan dihadapinya.

Reynhard terbukti melakukan 159 pelanggaran, termasuk 136 pemerkosaan yang direkam melalui dua ponselnya. Polisi Inggris mengatakan masih ada 70 korban yang belum diidentifikasi dan diinvestigasi, bahkan diperkirakan pria berusia 36 tahun itu telah melakukan pelecehan seksual terhadap 195 orang dalam dua setengah tahun terakhir.

Pengadilan Manchester memvonisnya dengan hukuman kurungan penjara seumur hidup. Reynhard mendaftar untuk meraih gelar PhD dalam bidang geografi di Leeds University. Dia menulis tesis yang berjudul "Seksualitas dan transnasionalisme. Laki-laki gay dan biseksual Asia Selatan di Manchester". Selain itu, dia kerap menulis esai seputar homoseksual. Beberapa di antaranya diterbitkan secara online.

Leeds University menangguhkan tesisnya setelah Reynhard ditangkap pada 2017. Kampus tersebut kemudian mengeluarkan Reynhard pada 2018, menyusul sidang perdana kasus tersebut. [yy/republika]

“Predator Seksual Setan” asal Indonesia Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup di Inggris

“Predator Seksual Setan” asal Indonesia Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup di Inggris


Fiqhislam.com - Reynhard Sinaga dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris dalam 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria, selama rentang waktu dua setengah tahun dari 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.

Di antara 159 kasus tersebut terdapat 136 perkosaan, di mana sejumlah korban diperkosa berkali-kali.

Hakim Suzanne Goddard dalam putusannya pada Senin (06/01) menggambarkan Reynhard sebagai “predator seksual setan” yang tidak menunjukkan penyesalan, kutip BBC.

Hakim memutuskan Reynhard harus menjalani minimal 30 tahun masa hukumannya sebelum boleh mengajukan pengampunan.

Sejak awal persidangan, Reynhard selalu mengatakan hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka.

Pantauan BBC News Indonesia, usai mendengar putusan tersebut, Reynhard terlihat tidak bereaksi.

Lebih lanjut Goddard mengatakan para korban yang menyebut Reynhard monster adalah gambaran yang tepat dan memuji “keberanian” para korban yang memberikan kesaksian di pengadilan.

Reynhard Sinaga disebutkan melakukan tindak perkosaan ini di apartemennya di pusat kota Manchester, ia dengan berbagai cara mengajak korban ke tempat tinggalnya dan membius mereka dengan obat yang dicampur minuman beralkohol.

Sejumlah korban diperkosa berkali-kali oleh Reynhard dan difilmkan dengan menggunakan dua telepon selulernya, satu untuk jarak dekat dan satu dari jarak jauh.

Dalam sidang vonis, Jaksa Penuntut Iain Simkin memaparkan dampak perkosaan yang dialami para korban. Salah seorang korban dipastikan hadir dalam sidang ini.

Para korban mengalami trauma mendalam, dan sebagian “mencoba bunuh diri” akibat tindakan “predator setan” Reynhard.”Bila tidak ada ibu saya, saya mungkin sudah bunuh diri,” kata Simkin mengutip seorang korban.

Pejabat dari unit kejahatan khusus, Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussain, menyebutkan perkosaan berantai ini adalah “kasus perkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris”.

Hussain mengatakan bukti menunjukkan kemungkinan korban dapat mencapai 190 orang termasuk 48 orang yang kasusnya telah disidangkan melalui empat persidangan terpisah mulai Juni 2018 sampai Desember 2019.

Ia menambahkan bukti video perkosaan yang direkam oleh Reynhard sendiri begitu banyaknya seperti layaknya “menyaksikan 1.500 film di DVD.”

Hussain juga mengatakan, “Reynhard Sinaga adalah individu bejat, yang mencari sasaran pria yang rentan yang tengah mabuk setelah keluar malam.”

Ia menambahkan tindak perkosaan yang dilakukan Reynhard bahkan kemungkinan dilakukannya dalam rentang waktu sekitar 10 tahun.

Sementara Ian Rushton, dari Kantor Kejaksaan yang memimpin penyidikan kasus, mengatakan Reynhard bahkan adalah “pemerkosa berantai terbesar di dunia.”

Modus operandi yang dilakukan Reynhard, menurut Kepolisian Manchester Raya, adalah mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk, atau tersesat di seputar tempat tinggalnya, di kawasan ramai di Manchester, Inggris.

Reynhard kemudian memasukkan obat yang dicurigai adalah GHB -(gamma hydroxybutyrate) obat bius yang menyerang sistem syaraf- dan kemudian memasang kamera melalui dua telepon selulernya dan menyerang korban.

Dalam persidangan terungkap, rekaman tindak perkosaan yang dipertontonkan ke para juri, berdurasi mulai dari sekitar satu jam sampai lebih dari enam jam.

Reynhard juga disebutkan mengambil barang-barang milik korban, termasuk jam, kartu identitas dan mengambil gambar profil akun Facebook dari sebagian besar korban sebagai trofi (kenang-kenangan), kata polisi.

Saat korban terbangun, menurut polisi, ia mengarang cerita bahwa mereka mabuk dan datang ke flat atau apartemennya atau minta datang ke tempat tinggalnya untuk mengecas telepon seluler.

Kepolisian Manchester Raya menyatakan 48 korban, dari empat persidangan terpisah, berumur antara 17 tahun sampai 36 tahun.

Semua korban adalah pria Inggris kulit putih dan sebagian besar adalah heteroseksual dan tiga homoseksual.

Reynhard -yang menyatakan pembelaan dalam sidang pertama dan keempat- menyatakan tidak bersalah dan menyebutkan bahwa hubungan seksual dengan para pria itu atas dasar suka sama suka.

Namun para korban -menurut hakim berdasarkan bukti rekaman video- jelas tidak berpartisipasi dalam hubungan seksual ini, dan sebagian korban terdengar mendengkur dalam rekaman yang disita polisi.

Sidang di Manchester Crown Court pada bulan Desember 2019 adalah sidang tahap empat atas 13 korban dengan 30 dakwaan perkosaan dan dua serangan seksual.

Sidang tahap pertama dimulai pada tanggal 1 Juni sampai 10 Juli 2018 dengan 13 korban, tahap kedua pada 1 April sampai 7 Mei 2019 dengan 12 korban, dan tahap ketiga pada 16 September sampai 4 Oktober 2019 dengan 10 korban.

Total terdapat 159 dakwaan atas 48 korban pria. Sebagian korban diperkosa berkali-kali.

Gulfan Afero, koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI London, mengatakan pihaknya pertama dikontak polisi Manchester pada 5 Juni 2017 setelah Reynhard dikenai dakwaan.

Pihaknya kemudian mendapatkan izin untuk bertemu dengan Reynhard di penjara satu minggu kemudian.

Gulfan Afero juga mengatakan bahwa sejak awal pihak KBRI berkomunikasi dengan keluarga Reynhard.

“Reynhard digambarkan [pihak keluarga] sebagai anak yang baik, rajin beribadah, rajin ke gereja. Di sisi lain, Reynhard cerdas, lulusan arsitektur, dua magister di Universitas Manchester dan S3 di universitas Leeds,” kata Gulfan.

Hakim Goddard yang memimpin empat sidang kasus perkosaan berantai ini mengatakan menerima surat dari ibu dan adik perempuan Reynhard.

“Saya telah membaca dua referensi dari ibu dan adik perempuan Anda. Mereka tak tahu bahwa Anda adalah pemerkosa berdarah dingin, licik dan penuh perhitungan,” kata hakim dalam putusan sidang kedua pada Juni 2019.

Kondisi Reynhard, menurut pejabat konsuler KBRI, Gulfan Alfero, tidak menunjukkan stres.

“Saya tiga kali bertemu [di penjara], Reynhard tak terlihat dalam kondisi stres. Dia happy, sehat, tenang, dia tahu kasus yang dihadapi. Dia tidak menyampaikan penyesalan karena dia menyatakan tidak bersalah dan tidak merasa terbebani atas kasusnya. Dia terlihat biasa biasa saja,” kata Gulfan.

Reynhard menyelesaikan gelar sarjananya dari jurusan arsitektur, fakultas teknik, di Indonesia pada 2006.

Catatan dalam skripsinya antara lain menyinggung seorang teman yang ia sebutkan mengetahui “the dark side of me“, “sisi kelam diri saya”. [yy/hidayatullah]