pustaka.png
basmalah2.png


22 Jumadil-Awwal 1445  |  Rabu 06 Desember 2023

Demam, Bengkak, dan Nyeri Pasca Imunisasi, Berbahayakah?

Fiqhislam.com - Setelah dilakukan imunisasi, seringkali bayi atau balita mengalami demam, bengkak, atau nyeri, baik di bagian tubuh yang disuntik, maupun di seluruh tubuhnya. Apakah respons ini berbahaya bagi kesehatan anak?

"Tidak berbahaya. Demam, bengkak, maupun nyeri dan gatal di bekas suntikan adalah hal yang wajar. Sebagian besar anak yang baru diimunisasi akan mengalaminya," ujar dr Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si, Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam acara seminar 'Imunisasi Melindungi Anak Indonesia dari Wabah Penyakit, Kecacatan, dan Kematian' yang diselenggarakan di Gedung Prof. dr. Sujudi, Kementerian Kesehatan, Jl Rasuna Said, Jakarta, seperti ditulis Minggu (28/4/2013).

Menurut dr Soedjatmiko, yang juga merupakan anggota Indonesia Technical Advisory Group for Immunization (ITAGI), hal tersebut merupakan respons alami tubuh karena ada 'sesuatu' yang masuk ke dalam tubuh anak.

"Seperti rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal, itu juga reaksi normal tubuh kita," lanjut dr Soedjatmiko.

Umumnya keluhan-keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Jika anak mengalami keluhan tersebut pasca imunisasi, bisa diberikan obat penurun panas atau dikompres air hangat.

Namun jika keluhan tersebut masih ada, bila perlu dibawa ke puskesmas atau layanan kesehatan terdekat untuk diperiksa lebih lanjut. Ada kemungkinan anak terjangkit penyakit lain tapi bukan efek dari vaksin yang diberikan.

"Setelah mendapat vaksin, anak masih mungkin menderita penyakit tersebut, namun tidak akan separah jika anak tersebut sebelumnya tidak pernah diimunisasi," lanjut dr Soedjatmiko.

Anak yang telah diberikan vaksin akan mendapatkan kekebalan tubuh yang lebih spesifik terhadap penyakit tersebut, sehingga virus atau bakterinya masih bisa masuk, namun akan mati dan tidak sempat berkembang biak. [yy/health.detik.com]

 


Imunisasi MMR Bikin Anak Jadi Autis, Benarkah?

Vaksin yang diberikan pada anak-anak diharapkan akan memberikan respons positif pada tubuh anak, yaitu menjadi kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Bagaimana dengan penelitian yang menyatakan vaksin Mumps, Morbili, dan Rubela (MMR) justru menyebabkan autisme pada anak?

"Sama sekali tidak benar. Dr Wakefield yang membuat penelitian tersebut bukan ahli vaksin, dia adalah dokter spesialis bedah. Penelitian beliau pada tahun 1999 hanya menggunakan 18 sampel," ujar dr Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si, Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam acara seminar 'Imunisasi Melindungi Anak Indonesia dari Wabah Penyakit, Kecacatan, dan Kematian' yang diselenggarakan di Gedung Prof. dr. Sujudi, Kementerian Kesehatan, Jl Rasuna Said, Jakarta, seperti ditulis Minggu (28/4/2013).

Dilanjutkan lagi oleh dr Soedjatmiko, akibat hasil penelitian dr Wakefield tersebut, banyak penelitian yang dilakukan oleh ahli vaksin di beberapa negara untuk membuktikan kebenarannya.

Hasilnya, 26 penelitian lain yang dipublikasikan oleh American Academic of Pediatric (AAP) menyimpulkan MMR tidak terbukti menyebabkan autisme pada anak.

Setelah dilakukan audit oleh tim ahli penelitian di Inggris, terbukti bahwa dr Wakefield memalsukan data, sehingga kesimpulan dari hasil penelitiannya tidak bisa dibenarkan.

Pembuktian dari ahli vaksin dari 26 negara tersebut telah dipublikasikan di majalah resmi kedokteran Inggris, British Medical Journal, pada Februari 2011.

Mumps, Morbili, dan Rubela (MMR) merupakan vaksin yang diberikan untuk mencegah penyakit gondongan, radang buah zakar, campak, dan campak Jerman.

Dengan adanya pembuktian tersebut, dr Soedjatmiko, yang juga merupakan anggota Indonesia Technical Advisory Group for Immunization (ITAGI) mengharapkan orang tua untuk lebih peduli dan percaya bahwa imunisasi MMR aman untuk anak. [yy/health.detik.com]