pustaka.png
basmalah2.png


17 Rabiul-Awwal 1445  |  Senin 02 Oktober 2023

Anak Sering Garuk-garuk Pantat Adalah Gejala Cacingan

Fiqhislam.com - Cacingan paling banyak dialami anak-anak. Salah satu tanda si anak cacingan adalah sering garuk-garuk pantat. Cacing yang paling sering masuk melalui anus adalah cacing kremi, makanya anak-anak yang sering garuk-garuk pantat kadang disebut kremian.

Tapi sayangnya masih banyak orang yang belum menyadari. Bahkan di Indonesia anak kremian dikira karena terlalu banyak makan kelapa.

"Anak kremian akibat banyak makan kelapa itu mitos, yang benar anak tersebut kena infeksi cacing kremi," ujar Prof dr Saleha Sungkar, DAP&E, MS selaku ketua departemen parasitologi FKUI dalam acara Seminar Ilmiah waspadai infeksi kecacingan di gedung YKTI, Jakarta, Rabu (12/10/2011).

Prof Saleha menuturkan cacing kremi (Oxyuris vermicularis) yang berbentuk seperti serutan kelapa ini bertelur sekitar 11.000-15.000 telur di sekitar anus, karenanya jika diperiksa melalui feses maka telur-telur cacing ini tidak akan terlihat.

Telur-telur ini menimbulkan rasa gatal yang hebat sehingga anak-anak biasanya menggaruk-garuk pantat yang dapat menyebabkan lecet dan telur-telur tersebut lepas sehingga menempel di tangan, pakaian dalam, seprai, lantai atau bisa juga terbang dan menempel di perabotan rumah.

"Kalau kamar tersebut yang tidur banyak atau padat seperti asrama atau barak maka semuanya bisa ketularan cacingan, bisa juga anak-anak TK yang garuk-garuk di sekolah lalu telurnya lepas dan bisa menular," ungkapnya.

Gejala yang muncul dari infeksi cacing kremi adalah gatal di sekitar anus yang membuat anak menjadi rewel dan juga sulit untuk tidur. Tapi cacing kremi ini juga bisa masuk ke usus buntu dan vagina.

"Untuk diagnosisnya tidak bisa melalui uji feses, tapi dengan menempelkan selotip di anus lalu dicabut dan dilihat di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah ada telur cacing atau tidak," ungkapnya.

Beberapa hal bisa dilakukan untuk mencegahnya seperti menjaga kebersihan, makanan ditutup sehingga tidak terkena debu, mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air kecil serta pakaian tidur dan perlengkapan tidur di cuci dan disetrika setiap hari.

"Baju tidur sebaiknya sekali pakai langsung cuci, jangan digantung dibalik pintu atau justru dipakai sampai seminggu," ujar Prof Saleha. Vera Farah Bararah - detikHealth

 


3 Penyakit Cacingan yang Dialami Anak di Kota Besar

Infeksi cacingan bisa dialami siapa pun dan kapan saja, tapi ada beberapa infeksi cacingan yang biasanya dialami oleh anak-anak yang tinggal di kota besar yaitu infeksi akibat cacing gelang, cacing cambuk dan cacing kremi.

Cacingan adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai cacing seperti akibat infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang (Necator americanus atau Ancylostoma duodenale) dan cacing kremi (Oxyuris vermicularis).

"Penyebab cacingan yang banyak menyerang anak-anak di kota besar itu cacing gelang, cacing cambuk dan cacing kremi," ujar Prof dr Saleha Sungkar, DAP&E, MS selaku ketua departemen parasitologi FKUI dalam acara Seminar Ilmiah waspadai infeksi kecacingan di gedung YKTI, Jakarta, Rabu (12/10/2011).

Prof Saleha menuturkan cacing-cacing ini ditularkan melalui tanah khususnya tanah liat kecuali cacing kremi. Sedangkan untuk cacing tambang banyaknya di daerah perkembunan dan pertambangan.

Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Cacing jenis ini banyak terdapat di Indonesia dan berukuran paling besar karena yang jantan 10-30 cm sedangkan yang betina 22-35 cm. Cacing ini hidup di rongga usus halus, memiliki jumlah telur sebanyak 100.000-200.000 per hari dan bisa menghinggapi semua umur tapi paling banyak pada balita.

Gejala dari infeksi cacing ini jika masih dalam bentuk larva adalah perdarahan kecil di paru karena ia bisa masuk ke peredaran darah, serta batuk, demam dan sesak napas.

"Cacing ini di usus bisa menghisap zat gizi, kalau jumlahnya sedikit biasanya mual, diare, tidak nafsu makan. Tapi kalau jumlahnya banyak bisa bikin kurang gizi, sulit konsentrasi, kecerdasan menurun," ungkapnya.

Untuk diagnosisnya dengan menentukan telur dalam feses (mengambil sedikit feses lalu dibawa ke laboratorium untuk diperiksa di bawah mikroskop) atau ada cacing yang keluar sendiri melalui mulut atau feses.

Cacing cambuk (Trichuris trichiura)
Bentuknya seperti cambuk dengan ukuran pada betina sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm, cacing ini bertelur sebanyak 3.000-10.000 per hari yang dikeluarkan bersama feses. Jika kontak dengan tanah dan tertelan maka ia akan masuk ke usus dan hidup di usus besar.

"Hidupnya dengan cara menggigit dinding usus sehingga menimbulkan perdarahan, kalau sudah longgar maka ia akan menggigit bagian dinding usus yang lain dan ia menempel atau sembunyi di lipatan dinding, serta menghisap zat gizi," ujar Prof Saleha.

Prof Saleha menuturkan kondisi ini bisa menimbulkan rangsangan terus menerus yang membuat usus bagian belakang (rektum) menonjol keluar, serta menimbulkan nyeri hebat di sekitar anus.

Jika jumlah cacingnya kurang dari 10 maka tidak menimbulkan gejala. Tapi kalau terjadi infeksi berat maka bisa menimbulkan gejala diare, disentri, nyeri perut hebat dan anemia (karena ia menghisap darah).

Cacing kremi (Oxyuris vermicularis)
Cacing ini bertelur di sekitar anus yang menimbulkan rasa gatal sehingga membuat anak menjadi rewel dan sulit tidur. Meski begitu cacing ini bisa migrasi ke usus buntu dan vagina.

Penularannya melalui debu, tangan, pakaian tidur, seprei, perlengkapan tidur dan bulu binatang (anjing, kucing) jika telur yang terbang hingga di bulu binatang.

Periksa feses sebelum minum obat cacing

Salah satu pencegahan yang gencar dilakukan adalah memberikan obat cacing secara teratur setiap 6 bulan, tapi sebaiknya periksakan dulu fesesnya di laboratorium jika hasilnya positif maka baru berikan obat cacing.

"Jangan dianjurkan minum obat cacing, tapi periksa feses terlebih dahulu untuk mengetahui ada cacingnya atau tidak," ujar Prof Saleha.

Prof Saleha mengungkapkan kalau di daerah yang miskin biasanya kemungkinan terkena infeksi cacingannya tinggi. Jika hasil tes menunjukkan sebesar 20 persen masyarakat daerah tersebut positif cacingan, maka akan diberikan pengobatan massal.

"Anjuran periksa feses ini untuk orang dewasa dan anak-anak meskipun kebanyakan cacingan dialami anak-anak, risikonya lebih besar pada anak-anak yang sering main tanah seperti main gundu," ungkapnya.

Meski begitu obat cacingan umumnya tergolong aman, jika diminum berlebihan biasanya hanya menimbulkan efek samping berupa mual-mual tapi bukan berarti boleh diminum setiap bulan.

Pencegahan yang lebih efektif adalah memperbaiki lingkungan agar tidak ada telur cacing, membiasakan cuci tangan dan menjaga kebersihan, menggunting kuku secara teratur (karena telur cacing bisa sembunyi dibalik kuku) dan BAB di WC yang airnya ditampung di septic tank. (Vera Farah Bararah - detikHealth)

 


Yang Bikin Manusia Cacingan Adalah Telur Cacing

Salah satu penyebab cacingan akibat lingkungan yang kotor seperti sampah menumpuk. Ternyata meski sampah menumpuk tapi kalau tidak ada telur cacing maka tidak bisa menularkan cacingan, karena sumber utama penularan cacingan adalah melalui telur cacing.

"Sumber penyakitnya adalah feses yang berisi telur cacing, meski sampah menggunung kalau tidak ada feses berisi telur cacing maka tidak apa-apa," ujar Prof Saleha Sungkar, selaku ketua departemen parasitologi FKUI dalam acara Seminar ilmiah waspada infeksi kecacingan di gedung YTKI, Jakarta, Rabu (12/10/2011).

Prof Saleha menuturkan cacing tersebut bertelur sekitar 200.000, telur-telur ini dikeluarkan melalui feses. Kalau seseorang buang air besar di toilet maka aman karena siklus dari cacing tersebut diputus. Tapi kalau buang air besarnya digot, di kali, kebun atau air wc nya dialirkan ke got yang digunakan untuk menyiram tanaman atau jalanan maka bisa menularkan infeksi.

"Kalau sudah kering, telur ini terbang dan hinggap di makanan yang dikonsumsi masuk ke tubuh, atau bisa juga ibu dan anak yang kontak dengan tanah yang mengandung telur cacing," ujar Prof Saleha.

Hal ini karena telur cacing sangat membutuhkan tanah khususnya tanah liat untuk menjadi matang (infektif), kalau telur cacing ini tidak bertemu dengan tanah selama 3 minggu maka ia akan mati dan tidak bisa menetas menjadi larva ataupun menjadi cacing dewasa.

"Jika seseorang kontak dengan tanah yang ada telur cacing lalu tertelan, maka telur ini akan menetas di usus menjadi larva dan bisa menyebar mengikuti aliran darah seperti cacing gelang. Setelah itu larva akan kembali ke usus dan menetap disana hingga menjadi cacing dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup ini sekitar 2 bulan," ujar Prof Saleha.

Untuk pencegahannya Prof Saleha menyarankan agar makanan dan minuman selalu ditutup, cuci tangan sebelum makan dan setelah kontak dengan tanah, mencuci sayuran dengan air mengalir serta tidak mengalirkan air WC ke got atau kali.

Ancaman penyakit cacingan pada generasi penerus perlu ditangani dengan serius, konsisten dan berkesinambungan karena bisa terjadi kapan saja dan pada siapa pun. Jika tidak ditangani dapat mengakibatkan hambatan perkembangan fisik, kecerdasan dan menurunkan daya tahan tubuh. (Vera Farah Bararah - detikHealth)

 


Periksa Feses Sebelum Kasih Obat Cacing

Sering kali para orangtua memberikan anak-anak mereka obat cacing tanpa pernah melakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu. Walaupun tidak menimbulkan efek bahaya, secara akademis, tindakan tersebut sangat tidak dianjurkan.

Hal itu disampaikan Prof dr Saleha Sungkar, Ketua Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saat acara Seminar Ilmiah Waspada Infeksi Kecacingan, Rabu (12/10/2011).

"Jangan di-obatin kalau belum didiagnosis pasti. Dan, tidak boleh bikin program minum obat cacing enam bulan sekali kalau belum diperiksa tinjanya," ujarnya.

Menurut Saleha, cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis termasuk Indonesia. Masalah cacingan dapat menghinggapi semua umur, tetapi paling banyak pada anak balita. Infeksi ringan cacingan sulit dideteksi kecuali jika dilakukan pemeriksaan feses di laboratorium.

"Sederhana sekali, cuma diambil fesesnya dikit terus dilihat di mikroskop. Pemeriksaannya bisa dilakukan di semua laboratorium di rumah sakit. Jadi yang benar itu seharusnya periksa feses dulu baru di-obatin," terangnya.

Saleha menduga, masih enggannya masyarakat melakukan pemeriksaan feses dikarenakan mahalnya biaya periksa laboratorium sehingga banyak orangtua memutuskan untuk langsung memberikan obat cacing kepada anak tanpa terlebih dahulu melakukan diagnosis.

Sementara itu, dr Rachmat Sentika, SpA dari Rumah Sakit Premier Bintaro mengatakan, kejadian penyakit cacing terbanyak ada pada anak berumur 5-14 tahun, dengan angka prevalensi cacing gelang 70-90 persen, cacing cambuk 80-95 persen, dan cacing tambang 30-59 persen.

"Kerugian ekonomi akibat cacingan sekitar Rp 177 miliar per tahun," katanya. Hal tersebut karena penderita cacingan kehilangan karbohidrat, protein, anemia, dan produktivitas. (kompas.com)