Hati-Hati, Balita Stunting Lebih Rentan Terinfeksi TBC
Fiqhislam.com - Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengutarakan balita yang terkena stunting rentan terinfeksi tuberkulosis (TBC atau TB). Peran multi sektor atau multi aktor sangat diperlukan bagi upaya pencegahan terhadap stunting dan TBC.
"Faktor terkena risiko TBC adalah gangguan gizi yang dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi," ungkapnya saat ditemui usai seminar Sinergitas Multi-Aktor dalam Pencegahan Stunting dan Eliminasi TBC di Hotel Manhattan, Jakarta Selatan, Kamis (22/11/2018).
Menurutnya status gizi sangat berpengaruh pada penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi invasi kuman. Karenanya, stunting bisa berpengaruh pada kemampuan balita dalam melawan TBC.
"Hal ini membuat balita stunting lebih rentan tertular penyakit TBC dibandingkan dengan balita gizi normal," katanya.
Untuk stunting, Nila memaparkan memang masyarakat belum merasa bahwa stunting adalah masalah. Hal ini dikarenakan belum banyak yang mengetahui dampak dan anak tidak terlihat sakit.
"Konsekuensi jangka panjang dari stunting pada anak usia dini akan berpengaruh pada kelangsungan hidup, pertumbuhan linear, perkembangan kognitif, kemampuan belajar di sekolah, produktivitas dan berat badan lahir," terangnya.
Selain itu, Menkes menyampaikan upaya mengatasi faktor risiko yang diperlukan untuk mengatasinya dimulai dari kemiskinan perlindungan kesehatan khusus pada remaja putri, ibu dan anak, serta kesetaraan dalam keluarga.
"Perlindungan ini dalam arti penjaminan kecukupan gizi ibu hamil dan tumbuh kembang anak, praktik pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) serta pencegahan dan pengobatan infeksi serta ketersediaan air bersih dan jamban keluarga," tandasnya. [yy/health.detik]
Fiqhislam.com - Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengutarakan balita yang terkena stunting rentan terinfeksi tuberkulosis (TBC atau TB). Peran multi sektor atau multi aktor sangat diperlukan bagi upaya pencegahan terhadap stunting dan TBC.
"Faktor terkena risiko TBC adalah gangguan gizi yang dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi," ungkapnya saat ditemui usai seminar Sinergitas Multi-Aktor dalam Pencegahan Stunting dan Eliminasi TBC di Hotel Manhattan, Jakarta Selatan, Kamis (22/11/2018).
Menurutnya status gizi sangat berpengaruh pada penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi invasi kuman. Karenanya, stunting bisa berpengaruh pada kemampuan balita dalam melawan TBC.
"Hal ini membuat balita stunting lebih rentan tertular penyakit TBC dibandingkan dengan balita gizi normal," katanya.
Untuk stunting, Nila memaparkan memang masyarakat belum merasa bahwa stunting adalah masalah. Hal ini dikarenakan belum banyak yang mengetahui dampak dan anak tidak terlihat sakit.
"Konsekuensi jangka panjang dari stunting pada anak usia dini akan berpengaruh pada kelangsungan hidup, pertumbuhan linear, perkembangan kognitif, kemampuan belajar di sekolah, produktivitas dan berat badan lahir," terangnya.
Selain itu, Menkes menyampaikan upaya mengatasi faktor risiko yang diperlukan untuk mengatasinya dimulai dari kemiskinan perlindungan kesehatan khusus pada remaja putri, ibu dan anak, serta kesetaraan dalam keluarga.
"Perlindungan ini dalam arti penjaminan kecukupan gizi ibu hamil dan tumbuh kembang anak, praktik pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) serta pencegahan dan pengobatan infeksi serta ketersediaan air bersih dan jamban keluarga," tandasnya. [yy/health.detik]
Pengertian Stunting dan Solusinya
Fiqhislam.com - Dikutip dari situs Kemenkes, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada tubuh dan otak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1.000 Hari Pertama Kelahiran). Nah lalu apa penyebabnya? Hal ini karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani.
Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi pertumbuhan anak.
Lalu bagaimana mencegah stunting? Perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi remaja perempuan agar ketika dia mengandung saat dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih.
Prabowo Subianto, berbicara kondisi stunting di Indonesia sudah darurat dalam acara Indonesia Economic Forum di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (21/11/2018). Saat membicarakan stunting, Prabowo memamerkan tablet susu. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan protein anak-anak Indonesia.
Meski demikian, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, pada 12 November 2018 mengatakan, angka stunting turun dari 37,2 persen pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Riskesdas 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes). Nila menyebutkan konsumsi daun kelor mampu mencegah dan bahkan mengurangi stunting.
Nila menuturkan, kelor dapat dengan mudah ditemui di Indonesia. Tentunya hal ini bisa menjadi acuan untuk melakukan berbagai inovasi agar meningkatkan konsumsi kelor di masyarakat. [yy/health.detik]