Jika saudara-saudari berkesempatan melaksanakan Ibadah haji atau umroh, anda akan mendapatkan satu bangunan tua yang tidak terpakai lagi namun tetap berdiri kokoh di sebelah Masjidil Haram yang megah dan mengagumkan. Bangunan itu kabarnya adalah tempat lahir nabi Muhammad SAW yang saat ini dibangun rumah persegi 4, yang bangunnnya difungsikan untuk perpustakaan atau maktabah. Namun rumah tempat lahir nabi itu tidak lagi bisa kita nikmati aslinya, karena sudah berbentuk bangunan tahun 1900 an. Atas nama menjaga kemurnian tauhid, situs-situs sejarah yang ada sejak zaman Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad dihancurkan oleh Kerajaan Arab Saudi.
Penghancuran ini dilakukan dengan dalih menjaga aqidah dan keyakinan umat Islam dari syirik kepada Allah karena mengkeramatkan peninggalan dan situs sejarah yang dibangun pada zaman Rasulullah, termasuk kuburan-kuburan para tokoh berpengaruh di jamannya. Sampai-sampai atas dasar alasan di atas, makam nabi di Madinah pun akan dihancurkan, meskipun akhirnya gagal. Demikian pula yang terjadi dengan situs sejarah berupa rumah tempat nabi dilahirkan di dekat Masjidil Haram dan masjid baiat di kawasan Jamarat Mina.
Penghancuran ini memang suatu tindakan yang baru bagi kekuasaan Kerajaan Arab Saudi. Sebab, sebelum kerajaan ini dipimpin oleh keluarga Bani Saud yang beraliran keagamaan Wahabi, situs itu masih tetap dipertahankan. Sejak Kerajaan Arab Saudi dikuasai oleh kelompok Wahabi inilah upaya penghancuran jejak-jejak perjuangan Islam dihabisi. Masjid asli, rumah para ulama dan makam serta bangunan bersejarah dibikin rata dengan tanah. Namun dari proses penghancuran itu, ada 2 tempat yang tidak bisa dihancurkan oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi yang berada di Mekah. 2 tempat itu adalah Rumah Kelahiran nabi yang berada di sebelah Masjidil Haram dan masjid Baiah yang berada di kawasan Jamarat Mina.
Rumah Tempat Lahirnya Nabi Saw
Rumah nabi yang berada pas di sebelah Masjidil Haram ini berukuran sekitar 10 X 18 meter. Rumah ini merupakan bangunan terjelek yang ada di sekitar Masjidil Haram. Sebab bangunan lain sudah berupa Gedung pencakar langit yang dimanfaatkan untuk hotel dan mall. Rumah Nabi inilah satu-satunya yang terlihat tua dan penuh coretan dari berbagai bahasa akibat prilaku jamaah yang ingin menuliskan namanya sebagai kenang-kenangan. Rumah yang diceritakan sebagai tempat Rasulullah SAW dilahirkan ini tidak dirawat layaknya situs bersejarah yang ada di Indonesia. Rumah ini dikunci rapat-rapat meskipun di atap rumah ini terdapat tulisan bahwa bangunan ini digunakan sebagai Maktabah atau perpustakaan.
Konon, pemerintah Arab Saudi sengaja membiarkan rumah ini dan tetap dijadikan ruang perpustakaan yang selalu terkunci karena pemerintah Arab khawatir jika rumah ini dibangun rapi akan dijadikan tempat melakukan tindakan syirik oleh jamaah haji yang tidak mengerti masalah tauhid. Sebelum di kunci permanen sejak zaman pemerintahan Wahabi berkuasa, rumah ini dijadikan perpustakaan. Sampai pada suatu saat, rumah ini akan dihancurkan juga oleh pemerintah dengan dalih menjaga kemurnian tauhid. Namun rencana pembongkaran ini batal dilakukan karena permintaan sejumlah ulama dari berbagai belahan dunia untuk menyisakan rumah bersejarah itu.
Saya kemudian bertanya kepada salah seorang mukimin yang tinggal di wilayah Mekah selama bertahun-tahun. Dia mengaku pernah mendengar tempat kelahiran Nabi itu akan dibongkar. Tujuannya untuk perluasan Masjidil Haram. Namun niat pemerintah setempat diurungkan. "Saya dengar, pimpinan negara Islam dunia mengajukan keberatan kepada pemimpin Arab Saudi. Sehingga, ya tempat kelahiran Nabi tetap seperti itu," kata Anto, mukimin yang sudah puluhan tahun tinggal di Makkah.
Untuk menambah informasi itu, saya yang sempat melihat-lihat langsung rumah itu pun bertanya kepada para petugas di Masjidil Haram. Akhirnya saya menemui jawaban kenapa rumah ini dibiarkan. Salah seorang petugas kebersihan yang bertugas menjaga rumah tersebut menceritakan perihal status dan nasib rumah tempat utusan terakhir ini dilahirkan. "Saya dengar ini dibiarkan begini agar tidak disucikan oleh jamaah haji yang masih belum murni tauhidnya. Begini saja masih banyak jamaah haji dari India, Turki, Bangladesh yang datang berdoa di depan pintu sambil mengusap-usap temboknya," kata salah seorang petugas kebersihan yang selalu berjaga di sekitar rumah nabi.
Aku dekati rumah itu, tampat dengan jelas coretan spidol dan pulpen di tembok bagian depan rumah yang mengapit pintu bangunan yang sekarang dijadikan perpustakaan ini dan menjadi saksi lahirnya Rasulullah ini. Berbagai tulisan nama dan doa dari berbagai bangsa dan bahasa pun terpampang bersama tanda tangannya. Itulah kondisi rumah tempat kelahiran Nabi junjungan Muhammad SAW, rasul pamungkas dari seluruh nabi dan rasul yang diutus Allah untuk menuntun ummat manusia ke jalan tauhid.
Pantauan saya saat itu, bangunan sebelah kiri dari rumah ini dijadikan gudang untuk menyimpan barang-barang yang tak terpakai. Ruang kosong yang dipagar besi itu berukuran sekitar 5X10 meter memanjang ke belakang. Sementara batas bagian kanan langsung berhadapan dengan tempat pengambilan air zam-zam yang disediakan pemerintah Arab Saudi dan bagian belakang rumah ini berbatasan langsung dengan trotoar jalan yang dilalui masyarakat yang akan berjamaah di Masjidil Haram dan jamaah yang akan mengambil air zam-zam dari keran yang disediakan.
Beberapa jamaah haji yang saya temui pun merasa sedih dengan prilaku kerajaan Arab Saudi yang cenderung membiarkan rumah bersejarah tersebut. Meraka hanya geleng-geleng kepala saat melihat rumah yang diceritakan sebagai tempat kelahiran nabi dengan kondisinya yang 'berantakan' itu. Mereka menyayangkan tidak adanya perawatan dan perhatian dari pemerintah sebagai situs sejarah.
Menurut buku sirah nabawiyah, tempat kelahiran Nabi dulunya dikenal dengan lembah Abu Thalib. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, rumah ini ditinggali oleh Aqil bin Abi Thalib yang kemudian dilanjutkan didiami oleh anak turunnya Aqil. Selanjutnya rumah itu dibeli oleh Khizran, istri Raja Bani Abbasiyah yang terkenal sukses dan ahli ibadah Harun Alrasyid. Setelah dibeli, tempat itu lalu dibangun sebuah masjid Al-Khaizuran. Namun kerena berdekatan dengan Masjidil Haram, masjid itu lalu dihancurkan dan akhirnya dijadikan perpustakaan umum oleh Syaikh Abbas Qatthan, wali kota Makkah pada tahun 1370 H/1950.
Kini tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW itu tertulis menjadi perpustakaan umum. Namun tidak semua orang bebas masuk kecuali mendapat izin dari petugas dan penjaga wilayah tersebut. Di atas rumah tersebut tertulis huruf Arab 'Maktabah Makkah al-mukarramah' (Perpustakaan Mekkah al-Mukarramah). Tulisan Maktabah juga terdapat di atas pintu masuk bangunan ini. Konon bangunan tempat kelahiran nabi yang sekarang ada ini tetap berdiri karena atas desakan wali kota Makkah Syaikh Abbas Qatthan yang meminta agar Raja Abdul Aziz mengizinkan ia untuk membangun perpustakaan dan sekarang juga disebut Maktabah Makkah Mukarramah.
Masjid Tanpa Atap 'Al-Baiat'
Hal aneh juga terdapat di kawasan jamarat (pelemparan jumroh) di Mina. Tempat yang disebutkan dalam al-Qur'an sebagai masy'aril haram ini ditemukan masjid tua yang kabarnya dibangun pada zaman rasulullah. Bedanya, kalau masjid lain sudah habis dihancurkan, tetapi masjid ini masih berdiri kokoh meski tak terawat layaknya tempat bersejarah di Indonesia. Masyarakat di Arab menyebut masjid yang baru ditemukan sekitar tahun 2006 dalam masa pelebaran kawasan jamarat ini dengan nama masjid baiat. Masjid yang tampa kamar mandi dan tempat wudlu karena tidak di 'kehendaki' keberadaanya.
Menurut sejarah dari para mukimin Makkah, masjid berwarna krem tua dan tak beratap serta berlantai ini ditemukan saat penghancuran beberapa gunung di sekitar kawasan jamarat Mina. Penghancuran ini dimaksudkan untuk membuat pelebaran jalan agar lokasi menuju jamarat menjadi lebih luas dan longgar. Namun hal ajaib justru muncul saat di sela-sela penghancuran 2 gunung yang ada tenyata terdapat bangunan tua yang ternyata masjid. Namun dalam bangunan itu tidak ada atap dan lantainya, karena masjid tua yang konon menjadi tempat baiat sahabat rasulullah saat berada di Makkah itu diapit oleh 2 gunung besar, sehingga tidak tampak dari manapun jika 2 gunung itu tidak dihancurkan.
"Masjid itu ditemukan pada tiga tahun lalu (2006), saat pemerintah Arab Saudi melakukan pelebaran jalan ke Jamarat, tapi ada kesulitan untuk menghancurkan batu-batuan di antara pegunungan di Arafah itu dengan dinamit dan alat berat. Saat diledakkan itu, muncul masjid tua yang tetap kokoh. Bahkan beberapa upaya penghancuran masjid bersama gunung yang dilakukan pemerintah dan pelaksana proyek gagal dilakukan karena dinamit yang dipasang untuk menghancurkan tidak meledak, dan buldozer yang dipakai tidak mau hidup saat akan digunakan merobohkan masjid ini. Akhirnya, masjid ini dibiarkan seperti itu saja," terangnya kepada saya saat itu.
Beberapa cerita mistis pun muncul saat pelaksana proyek dan pemerintah setempat gagal memnghancurkan masjid ini. Salah satunya adalah karena masjid ini konon juga pernah digunakan Nabi untuk membaiat beberapa jin yang masuk islam. Akibatnya masjid tua ini juga ikut dijaga oleh mahluq Allah yang tak kasat mata ini. Semua itu adalah bukti bahwa Allah memang berkuasa atas segala sesuatu. Karena jika Allah masih ingin mengabadikan masjid ini, tentu tidak akan ada orang yang bisa menentang kehendak Allah. Hal ini sama saja saat pemerintah Arab Saudi yang berpaham Wahabi akan menghancurkan makam rasulullah di Madinah. Namun karena Allah menjaganya, maka sampai sekarang makam itu tetap berdiri tegak dan selalu menjadi tempat yang dikangeni oleh kaum muslimin yang melakukan ibadah haji atau umroh.
Sejumlah sumber lain menceritakan, masjid kuno berukuran 400 meter persegi atau 17 x 29 meter dan tingginya sekitar 7 meter, dinding bagian belakang 2 meter ini ditemukan sekitar tahun 2006 lalu. Sebelumnya, masjid yang tertutup gunung ini hanya diketahui kalangan terbatas karena letaknya terpencil. Tidak seperti masjid pada umumnya, masjid kuno berwarna krem ini dikelilingi
pagar besi melinglkar berwarna hitam dan dikunci gembok. Sehingga para peziarah atau jamaah haji, saat musim haji kemarin pun tidak bisa melakukan salat di wilayah tersebut. Namun, jika dalam kondisi di luar musim haji, pintu pagar dari masjid ini dibuka dan masjid digunakan salat oleh orang-orang yang bekerja menyelesaikan proyek pembangunan jamarat di kawasan mina yang saat ini dibangun 5 tingkat dengan bebepa bangunan permanen lainnya.
Saat saya diberi kesempatan menunaikan ibadah haji yang tergabung dengan rombongan wartawan tahun 2008 lalu, alhamdulillah Allah memberikan kesempatan untuk mengunjungi masjid ini dan salat di masjid yang kabarnya pernah disinggahi nabi Muhammad SAW. Rasa syukur dan bangga serta bahagia tak dapat kusembunyikan karena memang selain bersejarah, tidak semua orang bisa salat di tempat ini. Seusai salat, saya sempatkan untuk melihat-lihat keunikan masjid dan beberapa prasasti yang terlihat di tembok masjid. Dan ternyata benar, masjid ini memang unik dan lain dari pada masjid umumnya. Saya menemukan beberapa prasasti yang bertuliskan dengan huruf arab kuni yang tanpa titik sebagaimana huruf hijaiyah sekarang ini. Akibatnya saya pun merasa kesulitan untuk membaca catatan sejarah itu kecuali kalimat sahadat dan bismillah. Beberapa perabotnya seperti sajadah dan karpet terlihat sudah lusuh dan tertimbun debu halus. Apalagi di bagian belakang masjid yang dibiarkan beralaskan karpet tua yang tak berbeludru. Sehingga tampak jelas terlihat bekas kotoran burung yang sering singgah di bagian belakang masjid bersejarah ini. Di tempat pengimaman juga masih terlihat sederhana dan mempertahankan bentuk aslinya. Hanya beberapa tempat terlihat bekas lubangan untuk fentilasi. Di lubang-lubang itu diletakkan beberapa mikrofon dan al-Qur'an.
Cerita masjid baiat ini juga dibenarkan alumnus Universitas Maroko DR KH Imam Ghozali Said Menurutnya, Masjid Baiat itu model masjid lapangan seperti umumnya masjid di Arab Saudi zaman dulu, karena menyesuaikan kondisi cuaca yang tidak ada hujan, sehingga arsitekturnya bersifat terbuka atau tanpa atap. Dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, Surabaya itu menambahkan, sebenarnya masjid itu bukan dibangun pada zaman nabi, namun dibangun sahabat Ja'far Al-Mansur untuk menandai tempat Rasulullah melakukan baiat kepada penduduk Madinah yang masuk Islam."Itu terjadi pada tahun ke-13 kenabian atau dua tahun sebelum Nabi Muhammad Saw untuk melakukan hijrah. Nabi melakukan hijrah pada 622 Masehi, sehingga sahabat Jakfar Al-Mansur membangun prasasti berupa mesjid itu pada tahun 620 Masehi," katanya pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur, Wonocolo, Surabaya itu.
Gazali menambahkan, dalam kesempatan itu, Nabi Muhammad SAW melakukan dua kali baiat yakni Baiat Aqobah Ula untuk 12 penduduk Madinah dan Baiat Aqobah Tsani untuk 72 penduduk Madinah."Orang Madinah awalnya tidak tahu kalau ada nabi, bahkan mereka mendapatkan informasi adanya nabi bernama Muhammad itu justru dari orang-orang Yahudi. Orang Yahudi mengatakan akan ada nabi. Oleh karena itu, katanya, penduduk Madinah pun akhirnya ke Mekkah, karena informasinya nabi yang dimaksud orang Yahudi itu memang ada di Mekkah, bahkan informasinya juga menyebutkan nabi di Mekkah itu diusir orang-orang Mekkah. Atas dasar cerita itu, Akhirnya 12 penduduk Madinah pun datang ke Mekkah. Mereka melakukan baiat masuk Islam dan menyatakan siap menerima nabi di Madinah, karena itu mereka minta nabi untuk melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Mereka siap melindungi nabi seperti ayah melindungi anaknya.
Untuk Baiat Aqobah Tsani (Baiat II), kata dosen Universitas Sunan Giri Surabaya dan Universitas Darul Ulum Jombang itu, ada 72 orang Madinah yang menemui nabi di Mekkah dengan permintaan yang sama dengan orang Madinah yang pertama masuk Islam dengan Baiat I. Bahkan 72 orang Madinah itu mengaku telah merintis pengembangan Islam di Madinah, sehingga bila nabi datang ke Madinah, maka sudah banyak orang Madinah yang masuk Islam dan siap berjuang di belakang Nabi Muhammad SAW. Sejarah dua kali baiat orang Madinah itu lalu dikenang sahabat Ja'far Al-Mansur dengan membangun Masjid Baiat sebagai napaktilas sejarah nabi membaiat orang-orang Madinah.
"Mesjid itu masih digunakan salat hingga Dinasti Usmaniyah atau sekitar 150 tahun lalu, namun karena tidak diperhatikan akhirnya tertimbun pasir saat ada badai melanda daerah itu," katanya. Saat itu, katanya, orang-orang Mekkah sudah tahu bila ada masjid yang menjadi tempat nabi melakukan baiat, tapi mereka tidak tahu lokasinya secara tepat setelah ada badai yang menutup mesjid itu."Mesjid itu ditemukan lagi pada 14 Ramadan 1426 H saat ada pelebaran Jamarat. Pemerintah meratakan tanah di kawasan Jamarat dengan dinamit, tapi ada sesuatu yang aneh, karena ada lokasi yang tidak bisa dihancurkan dengan dinamit, sehingga digali dan mesjid itu akhirnya ditemukan," jelasnya.
Riwayat lain sebagaimana dikutip dari detikcom menjelaskan bahwa masjid tua tak beratap ini dibangun oleh Dinasti Abbasiah untuk menghormati Abbas bin Abdul Muthalib, yang paman Nabi Muhammad SAW. Pembangunan masjid ini dimaksudkan untuk menghargai jasa Abbas yang selalu menemani nabi dalam perjuangannya menyebarkan Islam sampai dirinya terbunuh dalam perang badar. Dalam riwayat ini dijelaskan, masjid ini konon sempat terkubur tanah sehingga tak tampak di permukaan karena terletak di antara 2 bukit yang tertutup. Namun dalam proses pembangunan besar-besaran di kawasan Jamarat, buldozer yang melakukan pengerukan tanah terantuk batu yang sangat keras. Setelah diteliti, ternyata batu keras tersebut merupakan masjid.
Dinamakan masjid al-baiah kerana lokasi tempat masjid ini berada dulu digunakan untuk membaiat aqobah muallaf dari Yastrib. Mereka menjumpai Rasulullah di Aqabah pada suatu malam. Muhammad datang bersama pamannya Abbas bin Abdil Muthallib. Abbas menjadi orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Alquran dan menyerukan tentang Islam dalam acara baiat itu. Setelah itu orang-orang Yatsrib itu menerima baiat Nabi Muhammad. Wallahu A'lam.
Editor : akbar maulana | kabarhaji.com