Fiqhislam.com - Jarang sekali didapati kaum wanita yang mau menyembelih hewan. Sebelum datangnya Islam, kaum jahiliyah Arab percaya bahwa wanita tak boleh menyembelih hewan.
Sembelihan yang dilakukan kaum wanita pun tidak boleh dimakan. Hal demikian juga dipercayai sahabat Nabi sampai ada sabda Beliau SAW yang membolehkannya.
Ka'ab bin Malik RA pernah meriwayatkan bahwa budak wanitanya bekerja di sebuah tempat penggembalaan kambing di daerah Sal'u. Suatu ketika, ada kambingnya yang sekarat. Akhirnya, si budak wanita tersebut memecahkan batu dan menyembelih kambing tersebut dengan batu.
Ka'ab pun ragu. Biasanya sembelihan wanita apalagi berstatus budak tidak dimakan orang. Ia berpesan, "Jangan dimakan dulu sampai saya menemui Rasulullah SAW dan menanyakannya." Setelah itu, ia mengutus seseorang untuk menanyakan perihal daging sembelihan budak wanita nya itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian, Rasulullah SAW memerintahkan untuk memakannya (HR Bukhari).
Para ulama dari berbagai mazhab meng ambil dalil dengan kaidah fikih, Al-Aslu fil mu'ama lah al- ibahah (hukum asal muamalah adalah boleh). Soal penyembelihan, para ulama mengategorikannya sebagai salah satu cabang muamalah. Selama tidak ada dalil yang melarangnya, ia dihukum boleh.
Ulama Mesir Syekh Mustafa Adawi dalam fatwanya menegaskan kebolehan kaum wanita menyembelih hewan. Demikian pula untuk me- nyem belih hewan kurban.
Selama ini memang pekerjaan tersebut didominasi kaum laki- laki. Tetapi, ia menegaskan soal hukumnya agar umat Islam tidak mengira bahwa wanita tidak diperbolehkan menyembelih hewan kurban. Minimal, tidak ada pandangan yang meng- anggapnya makruh bagi wanita.
Di samping berdalil dari kaidah fikih, para ulama juga mengambil hukum dari keumuman dalil tentang berkurban. Firman Allah SWT, "Kecuali yang sempat kalian menyembelihnya."(QS al-Ma'idah [5]: 3). Dalam ayat ini, tidak ada kekhususan siapa yang menyembelih hewan. Laki- laki maupun wanita termasuk sebagai mukhattab (yang dituju) dalam ayat ini.
Komisi Fatwa Lajnah Ad-Daimah Arab Saudi pernah menfatwakan terkait sembelihan kaum wanita. Menurutnya, kaum wanita diperbolehkan menyembelih hewan, sama saja dalam kondisi darurat atau kondisi biasa. Demikian juga bagi wanita ahli kitab. Namun, soal definisi ahli kitab yang dihalalkan sembelihannya perlu pengkajian tersendiri.
Para ulama masih berbeda pendapat tentang siapa ahli kitab yang dimaksudkan ayat Alquran, "Dan makanan (sembelihan) orang-orang yang di beri Al-Kitab itu halal bagimu." (QS al- Ma'idah [5]: 5). Pendapat terkuat menyebutkan, ahli kitab tergolong di antaranya umat Nasrani (Kristen) atau Yahudi di zaman ini.
Yang demikian karena menyembelih hewan hanya perlu mengatasnamakan Allah. Sedangkan, umat Nasrani dan Yahudi masih meyakini Allah, walau berbeda keyakinan soal Nabi Isa dan Musa.
Pendapat lain ada juga yang menyebutkan, Yahudi dan Nasrani zaman ini tidak bisa lagi tergolong ahli kitab. Alasannya, mereka sudah mengubah isi kitab suci mereka. Sebenarnya pada zaman Rasulullah SAW sendiri pun mereka sudah melakukan itu. Poin pentingnya hanya sebatas mereka masih percaya bahwa Tuhan mereka Allah SWT.
Syekh Abdullah Al Jibrin dalam fatwanya juga pernah menyinggung perihal sembelihan kaum wanita. Menurutnya, selama terpenuhi syarat dan rukunnya, sembelihan wanita tersebut halal dimakan. Demikian juga dengan sembelihan hewan kurban. Al Jibrin menambahkan, sebaiknya memang menyembelih hewan dilakoni kaum laki- laki karena berat dan rumitnya pekerjaan tersebut.
Tetapi, jika tak ada laki-laki, kaum wanita pun sah melakukannya. Demikian juga soal tata cara menyembelih hewan kurban. Misalkan, orang yang berkurban dianjurkan untuk melihat prosesi penyembelihan.
Si penyembelih atau panitia kurban juga dianjurkan menyebutkan nama orang yang berkurban. Di samping itu, dianjurkan pula untuk berdoa agar kurbannya diterima dan membawa berkah. Karena adanya tata cara tersebut, dikhawatirkan akan terjadi fitnah jika penyembelihnya adalah wanita.
Belum lagi pekerjaan yang berat, seperti merebahkan hewan kurban, mengarahkannya ke kiblat, dan menahan tenaga hewan kurban jika ia meronta ketika disembelih. Serta hal-hal lainnya yang mungkin akan kerepotan jika dilakukan kaum wanita. [yy/republika]