Fiqhislam.com - Apabila seseorang telah ber-azam (menetapkan niat) untuk pergi haji, maka ia seharusnya menyadari bahwa dengan azam-nya itu berarti ia bermaksud berpisah dari keluarga dan tanah airnya serta berhijrah meninggalkan segala syahwat hawa nafsu dan kenikmatan duniawi.
Dengan berangkat untuk mengunjungi Baitullah, maka hendaknya ia merasakan dalam hatinya, keagungan Rumah Allah itu. Lebih-lebih lagi, keagungan Sang Pemilik Rumah, yaitu Allah SWT.
Hendaknya disadari pula bahwa ia telah ber-azam melakukan sesuatu yang amat penting lagi mulia. Orang yang mencari sesuatu yang besar, haruslah bersedia mengorbankan apa saja miliknya yang besar pula.
Karena itu, hendaknya ia menjadikan azam-nya itu benar-benar ikhlas demi Allah SWT semata-mata. Azzam yang jauh dari campuran riya dan sum’ah (sifat ingin pamer atau ingin dipuji). Dan hendaknya ia meyakinkan diri bahwa takkan ada yang diterima dari niat dan amalannya selain yang benar-benar ikhlas.
Sungguh, di antara seburuk-buruk perbuatan ialah apabila ia menyatakan hendak menuju Rumah Allah dan Tanah Suci-Nya, sedangkan tujuannya yang sebenarnya adalah sesuatu lainnya.
Jadi, hendaknya bersungguh-sungguh dalam menetapkan azam-nya tersebut, yaitu dengan cara mengikhlaskannya. Sedangkan untuk mencapai keikhlasan ialah dengan menghindari segala suatu yang bercampur dengan kedua sifat buruk seperti tersebut di atas, yakni sifat ingin pamer dan ingin dipuji.
Setelah ber-azzam, hendaknya selalu berwaspada dan berhati-hati, agar jangan sampai “menukar sesuatu yang baik dengan yang buruk”.
Menetapkan niat adalah bagian dari sebuah amal ibadah. Jika ia telah menetapkan niat dan azamnya untuk berangkat ke Tanah Suci, sementara Allah tidaklah memberikan kesempatan kepadanya, maka sungguh ia dianggap telah menyelesaikan ibadah tersebut.
Seperti halnya orang yang meninggal dunia sebelum sempat menunaikan ibadah haji. Segala sesuatunya sudah ia persiapkan, namun ajal keburu datang hingga ia tak sempat menunaikan haji. Insya Allah, pahala haji telah ia dapatkan dan ia sudah dipandang sebagai seorang hujjaj di sisi Allah SWT. Demikianlah keagungan sebuah niat yang dikenal dengan azam tersebut.