pustaka.png
basmalah2.png.orig


8 Dzulqa'dah 1444  |  Minggu 28 Mei 2023

Fatwa MUI Mengenai Haji

Fatwa MUI Mengenai Haji

Fatwa MUI Mengenai Menunda Daftar Haji Padahal Mampu


Fiqhislam.com - Menunaikan ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi Muslim yang mampu. Namun, bagaimana jika seorang Muslim mampu tetapi memilih menundanya?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu pada Musyawarah Nasional (Munas) X pada 25 hingga 26 November 2020. Dalam fatwa itu terdapat beberapa ketentuan hukum.

Pertama, ibadah haji merupakan kewajiban ‘ala al-tarakhi bagi orang Muslim yang sudah istitha’ah. Namun demikian, disunnahkan baginya untuk menyegerakan ibadah haji.

Kedua, kewajiban haji bagi orang yang mampu (istitha’ah) menjadi wajib ‘ala al-faur jika sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir berkurang atau habisnya biaya pelaksanaan haji atau qadla’ atas haji yang batal.

"Ketiga mendaftar haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya wajib," ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis malam (26/11).

Kemudian, menunda-nunda pendaftaran haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya haram. Orang yang sudah istitha’ah, tetapi tidak melaksanakan haji sampai wafat wajib dibadalhajikan.

Ketentuan keenam, orang yang sudah istitha’ah dan telah mendaftar haji, tetapi wafat sebelum melaksanakan haji, sudah mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan. [yy/ihram]

 

Fatwa MUI Mengenai Haji

Fatwa MUI Mengenai Menunda Daftar Haji Padahal Mampu


Fiqhislam.com - Menunaikan ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi Muslim yang mampu. Namun, bagaimana jika seorang Muslim mampu tetapi memilih menundanya?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu pada Musyawarah Nasional (Munas) X pada 25 hingga 26 November 2020. Dalam fatwa itu terdapat beberapa ketentuan hukum.

Pertama, ibadah haji merupakan kewajiban ‘ala al-tarakhi bagi orang Muslim yang sudah istitha’ah. Namun demikian, disunnahkan baginya untuk menyegerakan ibadah haji.

Kedua, kewajiban haji bagi orang yang mampu (istitha’ah) menjadi wajib ‘ala al-faur jika sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir berkurang atau habisnya biaya pelaksanaan haji atau qadla’ atas haji yang batal.

"Ketiga mendaftar haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya wajib," ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis malam (26/11).

Kemudian, menunda-nunda pendaftaran haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya haram. Orang yang sudah istitha’ah, tetapi tidak melaksanakan haji sampai wafat wajib dibadalhajikan.

Ketentuan keenam, orang yang sudah istitha’ah dan telah mendaftar haji, tetapi wafat sebelum melaksanakan haji, sudah mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan. [yy/ihram]

 

Haji dengan Utang

Fatwa MUI tentang Membayar Setoran Awal Haji dengan Utang


Fiqhislam.com - Dalam Musyawarah Nasional (Munas) X yang digelar sejak 25 hingga 26 November 2020, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan lima fatwa.

Salah satu fatwa tentang pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan. Fatwa ini memiliki tiga ketentuan hukum.

"Pertama, pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat bukan utang ribawi dan orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utang antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis malam (26/11).

Kedua, pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan hukumnya boleh dengan beberapa syarat. Syarat tersebut, yakni menggunakan akad syariah, tidak dilakukan di lembaga keuangan konvensional, dan nasabah mampu melunasi dengan dibuktikan kepemilikan aset yang cukup.

"Pembayaran setoran awal haji dengan dana utang dan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ketentuan satu dan dua adalah haram," katanya. [yy/ihram]

 

Pendaftaran Haji Usia Dini

MUI Keluarkan Fatwa Tentang Pendaftaran Haji Usia Dini


Fiqhislam.com - Hasil Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke X mengeluarkan lima fatwa. Salah satunya tentang pendaftaran haji pada saat usia dini.

Hasil fatwa tersebut dibacakan oleh juru bicara sidang fatwa Asrorun Niam Sholeh pada sidang pleno Kamis (26/11) malam dengan dua ketentuan hukum. "Ketentuan kesatu, pendaftaran haji pada usia dini untuk mendapatkan porsi haji hukumnya boleh (mubah) dengan beberapa syarat," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

Pertama, uang yang digunakan untuk mendaftar haji diperoleh dengan cara yang halal. Kedua, tidak mengganggu biaya-biaya lain yang wajib dipenuhi. Ketiga, lanjut dia, tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Tidak menghambat pelaksanaan haji bagi mukallaf yang sudah memiliki kewajiban ‘ala al-faur dan sudah mendaftar. "Hukum pendaftaran haji pada usia dini yang tidak memenuhi syarat yang disebut pada angka satu adalah haram," katanya. [yy/republika]

 

Memakai Masker

Fatwa MUI Mengenai Memakai Masker Saat Ihram


Fiqhislam.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan lima fatwa pada Musyawarah Nasional (Munas) X yang digelar sejak 25 hingga 26 November 2020.

"Pertama, fatwa tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis malam (26/11).

Dalam fatwa tersebut terdapat empat ketentuan hukum. Memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umroh hukumnya haram karena termasuk pelanggaran terhadap larangan ihram (mahdzurat al-ihram).

Sedangkan memakai masker bagi laki-laki yang berihram haji atau umroh hukumnya boleh (mubah). Ketentuan kedua, dalam keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah), memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umroh hukumnya boleh (mubah).

"Dalam hal seorang perempuan yang memakai masker pada kondisi sebagaimana pada ketentuan kedua, terdapat perbedaan pendapat, yakni wajib membayar fidyah dan tidak wajib membayar fidyah," ujar dia yang juga sekaligus juru bicara Komisi Bidang Fatwa pada sidang pleno tersebut.

Selanjutnya, ketentuan keempat, keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah) sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua, antara lain adanya penularan penyakit yang berbahaya, cuaca ekstrem atau buruk, dan ancaman kesehatan yang apabila tidak memakai masker dapat memperburuk kondisi kesehatan. [yy/ihram]