Fiqhislam.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit APBN hingga November 2020 tercatat mencapai Rp883,7 triliun atau 85% dari patokan dalam APBN 2020 senilai Rp1.039,2 triliun. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan realisasi defisit anggaran itu setara dengan 5,6% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Dibandingkan dengan yang ada di dalam perpres, itu berarti keseimbangan primer yang Rp582,7 triliun. Itu 85% yang ada di APBN. Angka keseimbangan primer yang menurun menunjukkan kenaikan defisit yang sangat besar dibandingkan tahun lalu. Ini yang mengambarkan bagaimana Covid-19 mempengaruhi ekonomi dan keuangan negara,” ujar Sri Mulyani dalam video virtual, Senin (21/12/2020).
Adapun, realisasi defisit APBN ini berdasarkan realisasi penerimaan perpajakan hingga November 2020 tercatat senilai Rp1.108,8 triliun atau 78,9% dari target Rp1.404,5 triliun.
Performa itu mencatatkan kontraksi 15,5% dibandingkan realisasi hingga akhir November 2019 senilai Rp1.312,4 triliun.
Selain itu, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 30 November 2020 tercatat senilai Rp183,5 triliun atau 89,2% dari target Rp205,7 triliun. Realisasi ini mencatatkan pertumbuhan 4,1% dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun lalu yang senilai Rp176,2 triliun.
Lalu, realisasi pendapatan negara tercatat senilai Rp1.423 triliun atau terkontraksi 15,1% dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu Rp1.676,7 triliun. Realisasi pendapatan negara itu setara dengan 83,7% dari target senilai Rp1.699,9 triliun.
Di sisi lain, belanja negara hingga akhir November 2020 tercatat senilai Rp2.306,7 triliun atau 84,2% dari pagu Rp2.739,2 triliun. Realisasi belanja negara itu tumbuh 12,7% dibandingkan penyerapan hingga akhir November tahun lalu yang senilai Rp2.046,6 triliun. [yy/sindonews]
Artikel Terkait:
Pendapatan Negara Turun Tajam
-
Sri Mulyani: Pendapatan Negara Turun Tajam, Rp 1.423 T hingga November 2020
Fiqhislam.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Negara atau APBN Rp 1.423 triliun hingga November 2020.
"Kalau dibandingkan dengan Undang-undang APBN yang tadinya ditargetkan Rp 2.233 triliun, ini penurunan yang tajam," kata dia dalam konferensi pers APBN Kita secara Virtual, Senin, 21 November 2020.
Nilai pendapatan hingga November ini, kata dia, juga menjadi suatu tantangan hingga akhir tahun. Sebab, Peraturan Presiden Nomor 72 menargetkan pendapatan Rp 1.699 triliun.
Dibandingkan November 2019, pendapatan negara hingga saat ini juga turun 15,1 persen. November tahun lalu pendapatan negara Rp 1.676 triliun.
"Meskipun yang kita kumpulkan sekarang adalah 83,7 persen, ini lebih tinggi kalau dibandingkan dengan porsi penerimaan tahun lalu yang 77,4 persen," ujarnya.
Dia merinci berdasarkan komponen penerimaan. Dari Penerimaan Pajak, kata dia, sampai November sebesar Rp 925,34 triliun. Dibandingkan dengan Perpres yang menargetkan Rp 1198,8 triliun, angkanya hingga November masih 77,2 persen.
Pada November 2019 pemerintah telah mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.136 triliun. Dengan begitu penerimaan hingga November 2020 turun 18,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Di sisi kepabeanan dan cukai target APBN awal Rp 223 triliun dan direvisi di dalam Perpres 72 menjadi Rp 205 triliun. Hingga, kata dia, November 2020, penerimaan Bea dan Cukai sudah mencapai Rp 183,5 triliun. Sedangkan November tahun lalu pemerintah mengumpulkan Rp 176,2 triliun.
"Pertumbuhan positif terutama didukung oleh cukai hasil tembakau," kata dia.
Sedangkan, kata dia, Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP juga mengalami perubahan yang luar biasa bergejolak. Dalam Undang-undang APBN, PNBP ditargetkan Rp 367 triliun. Lalu direvisi dalam Perpres 72 sebesar Rp 294 triliun dan sekarang sudah mengumpulkan Rp 304,9 triliun.
Sri Mulyani mengatakan dibandingkan tahun lalu, PNBP pada November telah terkumpul Rp 362,7 triliun. Dengan begitu angka November tahun ini terkontraksi 15 ,9 persen.
"Ini lah dampak dari Covid terhadap penerimaan negara terutama di bidang pajak dan PNBP, baik dari sisi komoditas maupun kegiatan ekonomi masyarakat yang memang mengalami pelemahan drastis," ujar dia. [yy/hendarto hanggi/tempo]