Fiqhislam.com - Keberhasilan program pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 dinilai sangat tergantung pada stabilitas keamanan dan politik bangsa ini.
“Ada faktor-faktor terutama stabilitas keamanan termasuk politik, ekonomi, sosial, dan teknologi atau PEST yang akan menentukan berhasil tidaknya pemulihan ekonomi akibat pandemi,” kata Sekjen Asosiasi Roll Forming Indonesia (ARFI), Nicolas Kesuma, Rabu (9/12/2020).
Nico menjelaskan, faktor ini yang sangat krusial untuk dijaga bersama oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Insiden-insiden yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban, khususnya yang terjadi di ibu kota, yang bisa berdampak pada proses pemulihan ekonomi di tahun 2021 harus bisa dihindari.
Hal ini dinilai sangat penting guna membangun optimisme para pengusaha yang sangat mengharapkan adanya rebound pada 2021.
“Khususnya stabilitas politik sangat krusial dalam pertumbuhan ekonomi. Di samping kita tetap optimistis dalam bidang usaha, stabilitas negara pun wajib kita dukung penuh khususnya termasuk aparat TNI POLRI yang menjaga stabilitas NKRI dari ancaman pihak manapun. Ketika politik ini tidak stabil, ekonomi juga pasti akan tidak stabil. Efeknya kepada kehidupan sosial. Baru kemudian kita lihat faktor teknologi jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang negatif,” kata Nicolas.
Selama pandemi COVID-19, sektor roll forming, produsen logam dan baja, termasuk salah satu industri yang terdampak signifikan dimana pasokan dan permintaan dalam negeri saat pandemi terganggu akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Proyek-proyek infrastruktur sebagian besar terhenti bahkan banyak yang berhenti beroperasi.
Dia pun mengakui, tantangan pada 2020 sangat berat. Bahkan menurutnya, dampak perekonomian di tahun ini lebih berat dari dampak krisis ekonomi tahun 1998.
“Tantangan di tahun 2020 ini sangat berat. Bahkan beberapa pengusaha mengatakan bahwa 2020 ini efek pandemi lebih parah dari 1998 saat krisis ekonomi,” kata Nicolas seperti dilansir Antara.
Sejak pertengahan tahun, pemerintah memang sudah berupaya melakukan pemulihan ekonomi nasional. Semua sektor industri yang mampu membangkitkan perekonomian didorong untuk kembali berproduksi. Berbagai bantuan stimulan digelontorkan untuk menggerakkannya dengan harapan ekonomi bangsa bisa stabil kembali.
“Pemerintahan Presiden Joko Widodo membentuk Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional (Satgas PEN) yang dipimpin Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto. Tim khusus ini bertugas untuk memulihkan perekonomian bangsa. Jadi semua sektor industri itu dibangkitkan kembali untuk mendorong roda perekonomian,” kata Nicolas.
Para pelaku usaha sendiri tidak tinggal diam. Berbagai inovasi dilakukan untuk dapat meningkatkan utilitas produksi mereka.
Secara umum, Nicolas menjelaskan, ARFI selaku asosiasi manufaktur logam dan baja mendukung penuh upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas NKRI agar tetap aman dan kondusif karena hal inilah yang akan membantu mendongkrak perekonomian bangsa. [yy/okezone]
Artikel Terkait:
PHK Imbas Covid-19
-
Tiap Jam, 400 Karyawan Kena PHK Imbas Covid-19
Fiqhislam.com - Industri perhotelan termasuk yang paling parah terimbas pandemi Covid-19. Setiap jam di Amerika, 400 orang di-PHK dari industri perhotelan. Sejumlah hotel berhenti beroperasi, dan sejumlah lagi akan segera tutup.
Akhir tahun adalah musim panen bagi bisnis penginapan. Namun pandemi virus corona malah memaksa semakin banyak hotel mem-PHK karyawan, bahkan menutup bisnis.
Sejak Maret, Arsyad Mahyudin termasuk 85% karyawan yang dirumahkan oleh St Regis Washington, DC, hotel mewah bersejarah, yang mulai beroperasi sejak 1926.
Dia berharap akhir tahun ini hotel-hotel di Washington DC, bisa kembali beroperasi karena, “Inagurasi untuk presiden kan orang-orang pada datang. Hotel-hotel bikin uang. Bisnis booming. Hotel bisa bikin duit untuk menutupi expenses bisnis mereka," katanya seperti dilansir VOA Indonesia, Jakarta, Rabu (9/12/2020).
Harapan Arsyad mungkin tidak akan tercapai. Hasil survei baru-baru ini terhadap 1.200 anggota American hotel and Lodging Association (AHLA) atau Asosiasi Hotel dan Penginapan Amerika menunjukkan 71% hotel tidak akan bertahan sampai enam bulan ke depan. Bahkan, dalam situsnya dikatakan, banyak hotel mungkin tidak bisa menginjak tahun 2021 kalau pemerintah tidak membantu.
AHLA juga memperingatkan, lebih dari separuh jumlah hotel (38.311 dari 57.180) akan tutup dan ribuan karyawan akan di-PHK, sementara hotel yang bertahan, akan terpaksa mem-PHK lebih banyak karyawan.
Semua jenis hotel terimbas, mulai dari hotel budget sampai hotel bintang lima. Hotel Roosevelt, hotel mewah bersejarah di pusat kota New York, menetapkan 18 Desember 2020 sebagai hari terakhir, setelah lebih dari 96 tahun, beroperasi. Hotel-hotel besar berjaringan: Hilton, Hyatt, dan MGM Resorts melaporkan kerugian yang signifikan pada triwulan ke tiga tahun ini.
Andriano Sumarno adalah direktur keuangan pada hotel di bawah bendera Hyatt. Lebih dari 90% karyawan dirumahkan dan ia tidak tahu kapan dipekerjakan lagi. Andriano dipertahankan tetapi gajinya dikurangi. Hotel, yang baru dibuka pada Januari 2020 itu, tutup pada Maret tetapi beroperasi lagi sejak Agustus walaupun menanggung kerugian.
Untuk beroperasi baik, menurut Andriano yang berkecimpung dalam perhotelan sejak 2003, kapasitas hotel harus terisi 35%. “Akhir-akhir ini kapasitas hotel kami di dalam hitungan belasan. Sampai sekarang. Ya harus legowo lah menerima kerugian,” tukasnya.
Dalam hotel berjaringan memungkinkan terjadi subsidi silang sehingga hotel tidak perlu tutup. Tetapi untuk hotel yang tidak berjaringan, sulit untuk tidak mengambil langkah drastis itu.
Namun, Dicky Sumarsono dari firma konsultasi dan manajemen hotel dan resor Azana, menyarankan agar jangan sampai menutup hotel. “Kalau sampai hotel tutup, haduh, itu nanti algoritmanya mati. Berhenti. (Untuk menaikkannya lagi susah).”
Yang umum dilakukan pemilik hotel dan penginapan, baik di Indonesia maupun di Amerika, adalah menurunkan tarif sewa dan meningkatkan pelayanan. Kiat lain, memacu mesin pertumbuhan, dilakukan manajemen Azana sampai akhirnya kapasitas hotelnya kini di atas 50%.
Kiat sederhana diterapkan artis Nova Eliza. dia memangkas tarif penginapannya sampai lebih dari 50%, cukup untuk biaya pemeliharaan. “Hanya menutup untuk operasional. Daripada kosong,” ujarnya.
Arif Budiyanto dari Tiket.com Bali dan Nusa Tenggara melihat langsung kesulitan pemilik bisnis penginapan dan prihatin karena banyak yang menutup bisnis mereka untuk sementara maupun selamanya akibat pandemi. Tetapi ia optimistis bisnis kembali ramai menjelang akhir tahun. Platform penjualan aneka tiket itu melakukan promosi, misalnya, tiket flexi hotel supaya pembeli bisa menginap di hotel kapan saja dan berlaku satu tahun.
Arif mengatakan, untuk men-trigger orang tetap bisa bepergian atau juga berlibur dengan harga yang memang cukup terjangkau.
Membanting tarif untuk bertahan, tidak bisa dilakukan semua hotel. Andriano menjelaskan, tidak mungkin hotel bintang lima memasang taris hotel bintang dua, misalnya. Selain itu, semasa pandemi, semakin banyak biaya untuk pengelolaan kebersihan kamar dan demi memastikan diterapkannya protokol kesehatan.
Di Indonesia, 2.000 dari lebih 29.000 hotel tutup. Sementara banyak hotel kesulitan, Dicky dari Azana, yang bergerak dalam beragam hotel dari kelas melati sampai berbintang dan resor, malah bahagia karena setiap minggu dia justru siap meluncurkan satu hotel baru.
“Bukan hanya survive. Kita bisa growing dan sekarang kita sudah masuk pada fase berikutnya yaitu actualizing untuk menyambut rebound bisnis hotel di tahun 2021,” katanya.
Bangkit juga menjadi dambaan Arsyad, karyawan bagian banket. Namun, alasan sebenarnya dia sangat ingin segera kembali bekerja, dia khawatir akan PHK permanen mengingat usianya yang sudah lebih dari separuh abad. Kekhawatiran yang sama dirasakan 40% karyawan Hotel St. Regis yang sedang dirumahkan.
“Mudah-mudahan pandemik ini cepat berlalu ya. Dan kita, yang laid off di hotel, bisa kembali kerja normal lagi walaupun dalam situasi normal baru," harapnya. [yy/okezone]