Jadi UKM kreatif? Cool!
Fiqhislam.com - UKM kreatif? Cool! Kenapa cool? Untuk menjadi pengusaha kelapa sawit, Anda butuh lahan ribuan hektare. Untuk menjadi konglomerat automotif, Anda butuh pabrik raksasa lengkap dengan assembly line yang super canggih.
Untuk menjadi UKM kreatif, Anda cuma butuh dua hal: laptop dan colokan (yes, plus Wi-Fi) di gerai Starbucks. Ya, karena pabrik UKM kreatif ada di otak: “Your brain is your factory!!!” Istilah UKM kreatif, saya gunakan mengacu pada istilah industri kreatif (creative industry) yang begitu ngetren lima tahun terakhir.
Banyak definisi yang diberikan pakar mengenai industri kreatif, tapi saya menyukai definisi yang satu ini: “creative industry is industry which have their origin in individual creativity, skill and talent. It concerned with the generation or exploitation of knowledge and information”.
Jadi, modal utama UKM kreatif adalah ide yang diolah di dalam otak kita. Alat produksi utama dari sebuah UKM kreatif adalah ide/pengetahuan dan proses utamanya adalah menciptakan dan mengolah ide/pengetahuan tersebut menjadi produk dan layanan bernilai tinggi bagi konsumen. Jika seorang arsitek, Anda menciptakan dan mengolah ide mengenai konsep rumah atau gedung. Jika seorang desainer kaus, Anda menciptakan dan mengolah ide mengenai konsep desain kaus.
Jika seorang pengembang game online, Anda menciptakan dan mengolah konsep games yang exciting bagi para gamers. Sektor industri berbasis ide ini mencakup 15-an bidang, yang kini sedang hot di banyak negara. Bidang-bidang tersebut antara lain periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, desain, fashion, penerbitan, film/video, TV/radio, musik, fotografi, perangkat lunak, dan layanan komputer.
Liliput
Kenapa saya sebut UKM kreatif? Ya, karena banyak dari industri berbasis ide/pengetahuan itu berskala liliput alias usaha kecil-menengah, bahkan dikelola perorangan dengan kantor di rumah atau garasi. Bidang-bidang seperti penerbitan, seni, blogging, konten dan aplikasi komputer, desain, kerajinan, semuanya bisa dijalankan dalam skala kecil dengan nilai tambah yang luar biasa.
Saat merintis Apple (yup, kini perusahaan terbesar sejagat berdasarkan nilai pasar) Steve Jobs dulu memulainya juga dari UKM kreatif liliput. Saya punya teman sewaktu menjadi aktivis mahasiswa dulu di Yogyakarta namanya Yodia Antariksa. Entrepreneur hebat pemilik blog strategimanajemen.net ini setiap hari ngantor di rumah. Aktivitas rutinnya adalah membaca dan menulis untuk di-posting ke blog. Melalui blognya, Yodia mampu membentuk komunitas solid yang menjadi tulang punggung bisnisnya.
Permintaan training dan consulting dari klien banyak diperoleh melalui komunitas online yang dia bangun ini. Tak hanya Yodia, saya juga punya banyak kenalan teman-teman mahasiswa di Depok yang sudah coba-coba merintis usaha di bisnis online. Bidangnya macam-macam mulai dari membangun website, layanan social media marketing, social media analitics, atau search engine optimation (SEO). Yang menarik, layanan berbasis ide/pengetahuan dari teman-teman mahasiswa ini telah memiliki demand yang sangat tinggi dan mereka sudah memiliki klien-klien perusahaan besar baik nasional maupun multinasional.
Bisnis yang dikembangkan Yodia dan teman-teman mahasiswa tersebut adalah tipikal UKM kreatif yang kini begitu marak berkembang di negeri ini. Tentu saja, UKM kreatif tak hanya terbatas di ranah bisnis online. Dagadu di Yogya atau Joger di Bali yang berkreasi untuk mengolah konsep disain kaos melalui kata-kata nakal adalah contoh UKM kreatif. Perajin keramik dan gerabah di Kasongan Yogyakarta yang terus berkreasi menciptakan desain-desain keramik yang artistik adalah juga contoh UKM kreatif.
Entrepreneur 3.000
Akhir tahun lalu saya mengintroduksi fenomena konsumer 3.000, yaitu munculnya konsumen kelas menengah di Indonesia yang terjadi seiring dengan tembusnya GDP/kapita Indonesia ke level USD3.000 per tahun. Kalau saat itu saya mengatakan bahwa kelas menengah merupakan konsumen potensial yang mampu menggeliatkan perekonomian Indonesia, maka sesungguhnya kemunculan kelas menengah juga menjadi kekuatan potensial terbentuknya kalangan wirausahawan industri kreatif.
Kenapa? Karena kelas menengah memiliki potensi sebagai entrepreneur berbasis ide/pengetahuan. Mereka knowledgable, berwawasan, berpendidikan, dan yang menarik mereka adalah generasi yang melek teknologi (technology savvy). Itu semua merupakan elemen penting terbentuknya lapis wirausahawan baru yang saya sebut “entrepreneur 3.000”. Nah, entrepreneur 3.000 inilah yang menjadi sumber dan driver terbentuknya UKM kreatif Indonesia. Entrepreneur kita mestinya tak hanya didominasi oleh mereka-mereka yang bikin bengkel atau warung padang, tapi mulai diwarnai oleh entrepreneur berbasis ide/pengetahuan.
Mereka adalah para mahasiswa, programmer, arsitek, seniman, desainer, musikus, atau konsultan yang memiliki talenta dalam berolah pikir. Kata Richard Florida, mereka adalah “creative class” yang akan menjadi pilar competitiveness bagi negeri ini. UKM kreatif menyentil otak saya karena minggu ini SBY melakukan reshuffle kabinet, dan saya terkejut bukan main, karena industri kreatif masuk dalam sektor yang secara khusus dikelola satu menteri, yaitu Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Mari Elka Pangestu sebagai nakhodanya.
Tentu saja saya berharap kehadiran kementerian baru ini akan melesatkan industri kreatif kita. Saya juga berharap Bu Mari tak hanya sibuk mengurusi industri kreatif yang besar-besar, tapi juga peduli pada yang liliput, peduli pada UKM kreatif kita.
Untuk menjadi UKM kreatif, Anda cuma butuh dua hal: laptop dan colokan (yes, plus Wi-Fi) di gerai Starbucks. Ya, karena pabrik UKM kreatif ada di otak: “Your brain is your factory!!!” Istilah UKM kreatif, saya gunakan mengacu pada istilah industri kreatif (creative industry) yang begitu ngetren lima tahun terakhir.
Banyak definisi yang diberikan pakar mengenai industri kreatif, tapi saya menyukai definisi yang satu ini: “creative industry is industry which have their origin in individual creativity, skill and talent. It concerned with the generation or exploitation of knowledge and information”.
Jadi, modal utama UKM kreatif adalah ide yang diolah di dalam otak kita. Alat produksi utama dari sebuah UKM kreatif adalah ide/pengetahuan dan proses utamanya adalah menciptakan dan mengolah ide/pengetahuan tersebut menjadi produk dan layanan bernilai tinggi bagi konsumen. Jika seorang arsitek, Anda menciptakan dan mengolah ide mengenai konsep rumah atau gedung. Jika seorang desainer kaus, Anda menciptakan dan mengolah ide mengenai konsep desain kaus.
Jika seorang pengembang game online, Anda menciptakan dan mengolah konsep games yang exciting bagi para gamers. Sektor industri berbasis ide ini mencakup 15-an bidang, yang kini sedang hot di banyak negara. Bidang-bidang tersebut antara lain periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, desain, fashion, penerbitan, film/video, TV/radio, musik, fotografi, perangkat lunak, dan layanan komputer.
Liliput
Kenapa saya sebut UKM kreatif? Ya, karena banyak dari industri berbasis ide/pengetahuan itu berskala liliput alias usaha kecil-menengah, bahkan dikelola perorangan dengan kantor di rumah atau garasi. Bidang-bidang seperti penerbitan, seni, blogging, konten dan aplikasi komputer, desain, kerajinan, semuanya bisa dijalankan dalam skala kecil dengan nilai tambah yang luar biasa.
Saat merintis Apple (yup, kini perusahaan terbesar sejagat berdasarkan nilai pasar) Steve Jobs dulu memulainya juga dari UKM kreatif liliput. Saya punya teman sewaktu menjadi aktivis mahasiswa dulu di Yogyakarta namanya Yodia Antariksa. Entrepreneur hebat pemilik blog strategimanajemen.net ini setiap hari ngantor di rumah. Aktivitas rutinnya adalah membaca dan menulis untuk di-posting ke blog. Melalui blognya, Yodia mampu membentuk komunitas solid yang menjadi tulang punggung bisnisnya.
Permintaan training dan consulting dari klien banyak diperoleh melalui komunitas online yang dia bangun ini. Tak hanya Yodia, saya juga punya banyak kenalan teman-teman mahasiswa di Depok yang sudah coba-coba merintis usaha di bisnis online. Bidangnya macam-macam mulai dari membangun website, layanan social media marketing, social media analitics, atau search engine optimation (SEO). Yang menarik, layanan berbasis ide/pengetahuan dari teman-teman mahasiswa ini telah memiliki demand yang sangat tinggi dan mereka sudah memiliki klien-klien perusahaan besar baik nasional maupun multinasional.
Bisnis yang dikembangkan Yodia dan teman-teman mahasiswa tersebut adalah tipikal UKM kreatif yang kini begitu marak berkembang di negeri ini. Tentu saja, UKM kreatif tak hanya terbatas di ranah bisnis online. Dagadu di Yogya atau Joger di Bali yang berkreasi untuk mengolah konsep disain kaos melalui kata-kata nakal adalah contoh UKM kreatif. Perajin keramik dan gerabah di Kasongan Yogyakarta yang terus berkreasi menciptakan desain-desain keramik yang artistik adalah juga contoh UKM kreatif.
Entrepreneur 3.000
Akhir tahun lalu saya mengintroduksi fenomena konsumer 3.000, yaitu munculnya konsumen kelas menengah di Indonesia yang terjadi seiring dengan tembusnya GDP/kapita Indonesia ke level USD3.000 per tahun. Kalau saat itu saya mengatakan bahwa kelas menengah merupakan konsumen potensial yang mampu menggeliatkan perekonomian Indonesia, maka sesungguhnya kemunculan kelas menengah juga menjadi kekuatan potensial terbentuknya kalangan wirausahawan industri kreatif.
Kenapa? Karena kelas menengah memiliki potensi sebagai entrepreneur berbasis ide/pengetahuan. Mereka knowledgable, berwawasan, berpendidikan, dan yang menarik mereka adalah generasi yang melek teknologi (technology savvy). Itu semua merupakan elemen penting terbentuknya lapis wirausahawan baru yang saya sebut “entrepreneur 3.000”. Nah, entrepreneur 3.000 inilah yang menjadi sumber dan driver terbentuknya UKM kreatif Indonesia. Entrepreneur kita mestinya tak hanya didominasi oleh mereka-mereka yang bikin bengkel atau warung padang, tapi mulai diwarnai oleh entrepreneur berbasis ide/pengetahuan.
Mereka adalah para mahasiswa, programmer, arsitek, seniman, desainer, musikus, atau konsultan yang memiliki talenta dalam berolah pikir. Kata Richard Florida, mereka adalah “creative class” yang akan menjadi pilar competitiveness bagi negeri ini. UKM kreatif menyentil otak saya karena minggu ini SBY melakukan reshuffle kabinet, dan saya terkejut bukan main, karena industri kreatif masuk dalam sektor yang secara khusus dikelola satu menteri, yaitu Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Mari Elka Pangestu sebagai nakhodanya.
Tentu saja saya berharap kehadiran kementerian baru ini akan melesatkan industri kreatif kita. Saya juga berharap Bu Mari tak hanya sibuk mengurusi industri kreatif yang besar-besar, tapi juga peduli pada yang liliput, peduli pada UKM kreatif kita.
Andina Meryani
sindonews.com