Fiqhislam.com - Sebanyak 46 orang dinyatakan meninggal dunia, 826 luka-luka, dan sekitar 1.500 orang mengungsi karena gempa yang terjadi di Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1). Jumlah tersebut merupakan data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Sabtu (16/1).
"Dampak dari gempa, yaitu di Majene ada sembilan orang meninggal dunia dan di Mamuju ada 37 jiwa meninggal dunia. Sehingga total semua yang meninggal dunia adalah 46," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Kapusdatinkom) BNPB, Raditya Jati dalam
Akibat gempa magnitudo 6,2 ini, Raditya menyebut, berbagai kebutuhan pokok seperti sembako, tenda, selimut hingga Alat Pelindung Diri (APD) menjadi kebutuhan mendesak. BNPB juga telah menyalurkan bantuan senilai Rp 4 miliar untuk korban terdampak.
Menurutnya, gempa menyebabkan beberapa bangunan vital rusak berat, seperti Kantor Gubernur Sulbar, RS Mitra Manakarra, Pelabuhan Mamuju hingga RSUD Kabupaten Mamuju. Bangunan penting juga rusak berat di Kabupaten Majene, seperti Puskesmas Ulumanda hingga Kantor Danramil Malunda.
Gempa yang terjadi pada pagi dini hari 15 Januari statusnya adalah gempa utama atau mainshock. Sehingga gempa yang terjadi pada Kamis, 14 Januari 2021 pukul 13.35 WIB statusnya menjadi gempa pembuka atau foreshock.
"Pusat gempa bumi Majene magnitudo 5,9 Kamis siang kemarin dekat sumber gempa yang memicu tsunami 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 SR kedalaman 13 kilometer yang menyebabkan 64 orang meninggal, 97 orang luka-luka dan 1.2887 rumah rusak. Dermaga pelabuhan pecah, lalu timbul tsunami setinggi 4 meter di Pelattoang dan 1,5 meter di Parasanga dan Palili," kata Raditya dalam rilisnya. [yy/ihram]
Sumber Gempa
-
Sumber Gempa Majene Dekat Episentrum Picu Tsunami 1969
Fiqhislam.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan sejarah gempa yang terjadi di Sulawesi Barat (Sulbar). Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno mengatakan, episenter atau pusat Gempa Majene yang terjadi pada 14-15 Januari 2021 sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami pada 23 Februari 1969.
"Sebelumnya pernah terjadi gempa pada 1969 yang menimbulkan tsunami empat meter," ujar Bambang dalam siaran pers BMKG, Sabtu (16/1).
Ia menyebutkan, saat itu terjadi gempa berkekuatan 6,9 pada kedalaman 13 kilometer (km). Akibatnya, 64 orang meninggal dunia, 97 luka-luka, dan 1.287 rumah serta masjid rusak.
Koordinator Bidang Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menambahkan, gempa yang terjadi di Majene merupakan perulangan gempa pada 1969 karena dibangkitkan oleh sumber yang sama yaitu Sesar Naik Mamuju (Mamuju thrust). Namun, saat itu pusat gempa berada di laut sehingga menimbulkan tsunami.
"Sesar Naik Mamuju ini sangat aktif. Dari sebaran gempa utama dan susulan yang terjadi sejak 14-15 Januari, ada tiga yang bisa kita kenali sumbernya dan memiliki kesamaan dengan gempa masa lalu," kata Daryono.
Berdasarkan data dan historis, telah terjadi tiga gempa dan tsunami merusak di sekitar Majene. Pertama, gempa pada 11 April 1967 dengan magnitudo 6,3 di Polewali Mandar yang menimbulkan tsunami dan menyebabkan 13 orang meninggal.
Kedua, gempa pada 23 Februari 1969 di Majene dengan magnitudo 6,9 yang menyebabkan 64 orang meninggal, 97 luka, dan 1.287 rumah rusak di empat desa. Ketiga, gempa pada 8 Januari 1984 dengan magnitudo 6,7 di Mamuju, tidak ada catatan korban jiwa tetapi banyak rumah yang dilaporkan rusak.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, sejak Oktober 2020, pihaknya telah mengeluarkan informasi potensi bencana bersamaan dengan prakiraan musim hujan. Bahkan sejak awal Januari 2021, sejumlah daerah mengalami bencana banjir dan tanah longsor akibat peningkatan curah hujan.
Begitu pula dengan potensi kegempaan, gempa dengan kekuatan signifikan terjadi disejumlah daerah. Sebelum gempa tektonik dengan magnitudo 6,2 terjadi pada Jumat (15/1) dini hari pukul 01.28 WIB, gempa dengan magnitudo 5,9 telah mengguncang Majene Provinsi Sulawesi Barat pada Kamis (14/1) pukul 13.35 WIB.
Episenter gempa kurang lebih sama terletak 6 km arah timur laut Majene dengan pusat gempa 10 km. "Ini gempa dangkal yang tentunya karena magnitudonya sangat besar, guncangannya juga sangat dirasakan di permukaan," ujar Dwikorita.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar Mamuju. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Guncangan gempa bumi dirasakan di daerah Majene, Mamuju dengan skala intensitas V-VI MMI (getaran dirasakan oleh semua penduduk, dan bersifat merusak), Palu, Mamuju Tengah, Mamuju Utara dan Mamasa III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa getaran seakan akan truk berlalu).
Dari skala intensitas guncangan tersebut dapat diperkirakan, kerusakan terbesar terjadi di wilayah Mamuju."Berdasarkan data kegempaan yang kami rekam dan historis gempa, kami menganalisis masih memungkinkan adanya gempa susulan yang cukup kuat seperti dini hari yang lalu atau bahkan lebih. Karena itu kami mengimbau masyarakat untuk menghindari bangunan dan gedung-gedung tinggi karena dikhawatirkan masih berpotensi gempa susulan," kata Dwikorita. [yy/republika]