Fiqhislam.com - Aksi Vanuatu yang mengusik Indonesia soal kondisi hak asasi manusia (HAM) warga Papua Barat dalam Sidang Majelis Umum PBB tak berhenti dalam pertengkaran diplomatik. Negara Samudra Pasifik itu mengeluh setelah akun media sosialnya diserang para troll yang mereka sebut sebagai "serangan terkoordinasi" dari Indonesia.
Pada Sidang Majelis Umum PBB hari Sabtu pekan lalu, Perdana Menteri Vanuatu Bob Laughman meminta Indonesia untuk menangani dugaan pelanggaran HAM di Papua Barat.
Diplomat junior Indonesia Silvany Austin Pasaribu untuk menjawab tegas; “Anda bukan representasi rakyat Papua jadi berhentilah berfantasi tentang menjadi satu."
Silvany dari Perwakilan Tetap Indonesia untuk PBB menuduh Vanuatu memiliki obsesi tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia mengatur dirinya sendiri.
Setelah pertengkaran diplomatik tersebut, pemerintah Vanuatu mengeluh serangan troll online yang mereka sebut "bot nasionalis Indonesia". Menurut pemerintah negara Samudra Pasifik tersebut akun Instagram untuk Kantor Pariwisata Vanuatu, @vanuatuislands, dibanjiri pesan-pesan bernada kebencian, termasuk ujaran rasis.
Tak tahan dengan serbuan troll online tersebut, akun Instagram Kantor Pariwisata Vanuatu mematikan fitur komentar di semua fotonya.
Meski begitu, banyak orang Indonesia yang mengecam komentar rasis di sisi mana pun dari masalah Papua Barat.
Manajer Komunikasi Kantor Pariwisata Vanuatu Nick Howlett mengatakan kepada penyiar ABC.net.au, Rabu (30/9/2020), bahwa dia yakin komentar itu adalah bagian dari "aktivitas (media sosial) tidak autentik yang terkoordinasi", yang mengacu pada penggunaan bot. Bot ini, kata dia, telah menargetkan akun media sosial Vanuatu dengan komentar kebencian setiap kali politisi negara tersebut mengangkat masalah HAM di Papua di masa lalu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah tidak mendukung klaim Vanuatu soal teori penggunaan bot.
“Bisakah kita membungkam media sosial? Mengomentari (etika di media sosial) tergantung pada kedewasaan seseorang. Tapi saya yakin mayoritas masyarakat kita antirasis karena kita bangsa yang majemuk," katanya. [yy/sindonews]
Artikel Terkait:
Papua Barat Bagian Indonesia
Diplomat Silvany: Papua Barat Bagian Indonesia Sudah Final, Vanuatu Bodoh
Fiqhislam.com - Indonesia mengecam keras Vanuatu atas apa yang digambarkannya sebagai "obsesi berlebihan dan tidak sehat" negara Melanesia itu tentang Papua Barat.
Komentar itu muncul dalam hak jawab Indonesia untuk membalas pernyataan Perdana Menteri (PM) Vanuatu Bob Loughman dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ulah Vanuatu yang ikut campur urusan dalam negeri Indonesia ini seperti menjadi memo tahunan dalam Sidang Majelis Umum PBB. Negara Melanesia itu mengangkat kekhawatiran tentang kurangnya tindakan pihak berwenang Indonesia dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap orang-orang Papua Barat. Sebagai respons, diplomat Indonesia mengecam Vanuatu karena mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Seperti para pemimpin dunia lainnya yang berbicara dalam Sidang Umum PBB, Bob Loughman mengirim pidatonya dalam sebuah video yang direkam sebelumnya, memperingatkan bahwa komunitas internasional telah mengambil pendekatan selektif untuk menangani pelanggaran HAM.
“Masyarakat adat Papua Barat terus mengalami pelanggaran HAM,” ujarnya dalam sambutannya.
“Tahun lalu para pemimpin dari Forum Kepulauan Pasifik dengan hormat meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan Kantor Komisioner HAM PBB mengunjungi provinsi Papua Barat. Sampai saat ini hanya ada sedikit kemajuan dalam hal ini," katanya.
"Oleh karena itu, saya meminta pemerintah Indonesia untuk mengindahkan seruan sebelumnya dari para pemimpin Pasifik," katanya lagi.
Seorang diplomat muda dari perwakilan tetap Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu, menggunakan hak jawab negaranya, dengan menuduh Vanuatu gagal untuk menghormati prinsip piagam PBB tentang tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
"Jadi sampai Anda melakukannya, simpanlah khotbah itu untuk diri Anda sendiri," kata Silvany.
"Sangat memalukan bahwa negara satu ini terus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia mengatur dirinya sendiri. Anda bukanlah representasi rakyat Papua (Barat), dan berhentilah berfantasi menjadi satu."
Silvany mencontohkan, tidak seperti Indonesia, Vanuatu belum meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Diplomat muda ini menegaskan bahwa status Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia sudah final. Dia mengutip seruan Presiden Joko Widodo untuk pendekatan yang saling menguntungkan untuk tantangan global.
"Tetapi negara bodoh ini (Vanuatu) memilih yang sebaliknya. Pada saat krisis kesehatan darurat dan kesulitan ekonomi yang besar, negara ini lebih memilih untuk menanamkan permusuhan dan membuat perpecahan dengan menyamarkan advokasi mereka untuk separatisme dengan bunga-bunga perhatian HAM," kata Silvany, yang menambahkan bahwa Indonesia berkomitmen terhadap HAM, seperti dikutip RNZ, Senin (28/9/2020). [yy/sindonews]