Last updated: September 20, 2020, 12:13 GMT | 19:13 WIB | Worldometers
Fiqhislam.com - Pemerintah merilis ada penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 3.989 orang dalam 24 jam terakhir, setelah pada Sabtu (19/9) kemarin rekor kasus harian tercatat di angka 4.168 kasus baru. Dari grafik kasus harian yang ditampilkan Satgas Penanganan Covid-19, terlihat bahwa tren penambahan kasus positif terus menanjak. Terhitung sejak 7 September 2020, kasus harian tak pernah dilaporkan di bawah 3.000 orang.
Sementara dari penambahan kasus hari ini, DKI Jakarta menyumbangkan angka terbanyak yakni 1.138 kasus baru sejak Sabtu (19/9) sampai Ahad (20/9). Jawa Barat menyusul di posisi kedua dengan 427 kasus baru. Kemudian ada Jawa Timur dengan 336 kasus baru, Jawa Tengah dengan 303 kasus, dan Riau dengan 298 kasus baru.
Dari kelima provinsi dengan penambahan kasus terbanyak hari ini, hanya Jawa Timur yang melaporkan angka kasus sembuh lebih banyak ketimbang kasus barunya. Tercatat ada 412 kasus sembuh di Jawa Timur. Seluruh data yang disampaikan hari ini didapat dari pemeriksaan PCR terhadap 36.753 spesimen dalam satu hari terakhir.
Selain kasus positif, dilaporkan juga penambahan kasus sembuh sebanyak 2.977 orang dalam satu hari terakhir. Sampai hari ini, angka kumulatif pasien Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh sebanyak 177.327 orang.
Tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Indonesia mencapai 71,7 persen, per Jumat (18/9). Angka tersebut menggembarkan bahwa 7 dari 10 pasien konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sembuh dan bisa kembali produktif. Capaian nasional ini sedikit lebih rendah dari tingkat kesembuhan dunia yang berada di level 72,6 persen.
Sementara itu, jumlah pasien yang meninggal dengan konfirmasi positif Covid-19 bertambah 106 orang, sehingga jumlahnya menjadi 9.553 orang. [yy/republika]
Tertinggi di Kementerian
Kasus Covid-19 Tertinggi di Kementerian
Fiqhislam.com - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan mengenai data yang menyebutkan Kemenkes memiliki sebaran kasus SARS-CoV2 (Covid-19) tertinggi dibandingkan kementerian lainnya. Menurut Yuri, hal itu lantaran pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai Kemenkes memiliki risiko penularan yang tinggi.
Ia mengatakan banyak pegawainya tertular virus corona saat berada di luar kantor saat melakukan pekerjaan dengan risiko tinggi. "Jadi, semua pegawai telah bekerja dan berupaya. Hanya memang risiko dan bebannya yang luar biasa," ujar Yuri saat dihubungi Republika, Ahad (20/9).
Menurut Yuri, pegawai yang terpapar Covd-19 merupakan mereka yang bertugas di bagian kantor kesehatan pelabuhan (KKP), Wisma Atlet Pademangan, dan rumah sakit (RS) Darurat Wisma Atlet. Mereka melakukan melakukan tes swab ribuan orang setiap hari.
Bahkan, ia menyebutkan, petugas di laboratorium memang tidak bertemu langsung dengan pasien Covid-19, tetapi mereka justru yang memeriksa virusnya. Karena itu, ia menolak label klaster pada Kemenkes.
"Klaster itu bisa dilacak kalau terjadi di kantor, lha wong mereka tidak ada di Kemenkes. Mereka tertular virus di banyak tempat," kata dia.
Menurut Yuri, Kemenkes aktif memeriksa pegawainya setiap dua pekan usai bertugas dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jika hasilnya positif, dia menambahkan, maka pegawai yang sakit diminta beristirahat dan terus dipantau oleh layanan kesehatan Kemenkes.
Sebaliknya, jika hasilnya negatif maka bisa kembali bekerja. "Jadi, kami memeriksa semua pegawai dan hasilnya saya laporkan ke dinas. Kalau tidak diperiksa ya tidak ada yang ketahuan (terinfeksi Covid-19)," katanya.
Karena itu, ia menegaskan tidak ada perubahan kebijakan Kemenkes untuk menekan kasus penularan. Ia masih melakukan standar pencegahan, yaitu menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Kemudian, pengawasan juga dilakukan pada pegawai yang terinfeksi virus ini. Kini, dia menambahkan, sudah banyak pegawai Kemenkes yang sembuh dari infeksi virus ini.
Kemenkes mencatat pegawai yang masih terinfeksi saat ini kurang dari 10 orang. Sementara itu, data terbaru milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta per Jumat (18/9) mencatat ada 252 kasus kumulatif di Kemenkes.
Berdasarkan data yang dihimpun Republika dari situs resmi Pemprov DKI Jakarta yaitu corona.jakarta.go.id/data-visualisasi, Ahad (20/9) terlihat kasus terbanyak berada di Kemenkes yang dipimpin Terawan Agus Putranto itu. Kemudian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyusul menjadi kantor yang mengalami kasus Covid-19 terbanyak kedua dengan 175 kasus positif Covid-19. [yy/republika]
Scuba dan Buff
IDI: Pakai Scuba dan Buff Sama Seperti tak Pakai Masker
Fiqhislam.com - Anggota Bidang Protokol Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Eka Ginanjar mengatakan, mengenakan masker scuba dan buff sama seperti tidak mengenakan masker yang seharusnya berfungsi melindungi pernapasan dari droplet dan mikrodroplet. Jenis bahan yang berpori besar membuat pemakaiannya tidak efektif melindungi diri dari penularan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19).
"Perlindungan buff dan scuba hanya 5 persen, jadi kasarnya ya sama seperti tidak memakai masker," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (20/9).
Eka mengatakan, masker kain harus memenuhi dua unsur, yakni jenis pori-porinya dan bisa menempel di kulit. Scuba dan buff tidak memenuhi unsur-unsur tersebut sehingga perlindungannya sangat tidak diefektif ketika dikenakan.
Eka menerangkan, bahan scuba fleksibel dan elastis sehingga rongga kainnya membesar ketika ditarik. Sementara Buff, dia melanjutkan, memiliki pori-pori besar, dan terbuat dari jenis kain yang tidak bisa menempel di muka sehingga udara masih memungkinkan keluar masuk lewat celah itu.
Ia mengatakan, memakai masker kain yang baik adalah yang terdiri dari tiga lapisan dan bahan utamanya adalah katun. "Kalau pakai masker kain yang ideal tiga lapis saja perlindungannya bisa 70 sampai 80 persen," katanya.
Ia menyebutkan, lapisan pertama atau terluar adalah katun anti air yang tidak menyerap air untuk menahan cipratan droplet dari luar. Kemudian, lapisan kedua atau bagian tengah adalah katun yang bisa menapis.
Terakhir adalah lapisan ketiga yang terdiri dari katun yang menyerap air karena bisa menyerap cipratan droplet pemakainya. Ia menambahkan, sebenarnya masyarakat bisa membuat sendiri masker ini atau meski hanya dua lapis kemudian dimodifikasi dengan tisu.
"Ini masker ideal ya. Tetapi masyarakat memodifikasinya dengan macam-macam, misalnya memakai kain katun motif batik tetapi hanya satu lapis atau scuba atau buff. Padahal itu tidak efektif," katanya
Sebab, ia menambahkan, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu pertama jenis kain dan kedua bisa menempel di wajah. Tetapi faktanya, dia melanjutkan, seringkali masker kain ini terlihat tembus pandang karena pori-porinya terlalu besar.
Selain memakai masker dengan benar, ia meminta masyarakat juga menerapkan protokol kesehatan lainnya yaitu menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun. "Semua harus dijalankan seiring sejalan karena masker hanya salah satu dari protokol kesehatan 3M," katanya. [yy/republika]