Fiqhislam.com - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menganggap adanya ketidakadilan dari pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dalam menangani pandemi COVID-19. Pemerintah dianggap lebih condong berpolitik menangani wabah itu.
Ketua Umum DPP HIPPI, Suryani Sidik Motik, menegaskan itu terlihat dari kebijakan pemerintah yang tetap memperbolehkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di tengah pembatasan yang dilakukan terhadap pengusaha dan masyarakat.
"Terus terang kita pengusaha distop tapi pilakda kenapa enggak disetop kan aneh. Kita disuruh sacrifice, duit pilkada kenapa terus jalan," kata Suryani di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Selasa, 15 September 2020.
Dia menilai penerapan protokol kesehatan lebih tidak mungkin dilaksanakan dalam proses pilkada ketimbang diterapkan di sektor-sektor usaha. Menurutnya, itu terbukti dari banyaknya calon kepala daerah yang telah terpapar COVID-19 mulai saat proses pencalonan.
"Mana mungkin pilkada berjarak. Sekarang buktinya hampir 64 calon kan udah kena ngapain buang nyawa sia-sia. Kita disuruh sacrifice yuk sacrifice semua rame-rame," tuturnya.
Dia pun mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo yang terus mengajak semua pihak untuk berbagi beban atau sharing the pain dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. Padahal, dalam proses penanganannya saja selama ini menurtunya lebih dominan politiknya.
"Sharing pain gitu loh ya mbok ya pilkada setop dulu, nanti duitnya tambah banyak lagi kasihan dokternya juga. Karena yang pilkada juga datang ke Jakarta. Ini ada ketidakadilan yang kita lihat. Kenapa ini enggak berani disetop? Ini distop, politiknya lebih dominan emang betul nih," kata Motik. [yy/vivaNews]
Konser di Pilkada
Konser Diizinkan Pada Pilkada, Komisi IX: Calon Bahayakan Orang Bisa Disanksi
Fiqhislam.com - Konser musik diperbolehkan dalam rangkaian proses Pilkada 2020 di masa pandemi virus Corona (COVID-19). Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menilai pelaksanaan konser pilkada yang melanggar protokol kesehatan akan dikenakan sanksi.
"Nanti kan dibatasi. Bagi calon yang dia tidak bisa kontrol punya pasukan kan dia akan dikasih sanksi lah. Kalau berkali-kali ya bila perlu sampai pada sanksi paling basic ya, membahayakan orang lain, bisa sampai diskors," ujar Melkiades di MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Lebih lanjut, Melkiades menilai pelaksanaan konser dalam pilkada harus tetap menerapkan protokol kesehatan. Menurut pimpinan komisi DPR yang membidangi urusan kesehatan ini, peserta konser harus dibatasi.
"Jadi tetap, kalaupun ada juga ikuti protokol, berarti yang ada di lokasi sedikit orang, selebihnya itu berarti ada di tempat lain secara virtual, gitu," ujar Melkiades.
Politikus Golkar ini mengatakan sanksi terhadap protokol kesehatan dapat diberikan kepada tim sukses hingga paslon yang bersangkutan. Namun, Melkiades menjelaskan, pengaturan terkait sanksi diatur oleh KPU dan aparat penegak hukum.
"Artinya, sesuai dengan protokol itu kan diatur berapa orang yang boleh hadir berjarak dan seterusnya kan. Di luar semua peraturan itu dikasih sanksi. Sanksinya bisa individu yang hadir itu, tim suksesnya, bisa juga paslon. Itu nanti urusan KPU dan penindak aparat di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya, Satgas Penanganan COVID-19 menyoroti dibolehkannya konser musik dalam kampanye Pilkada 2020. KPU menyebut tidak dapat mengubah aturan tersebut karena dibuat berlandaskan undang-undang.
"Semua itu bisa di PKPU karena memang ada ketentuan peraturan UU yang mengatur bagaimana proses-proses substansi dilakukan dalam pemilihan, tentu berdasarkan UU pemilihan. Bentuk-betuk kampanye juga sudah diatur di situ, tentu KPU tidak bisa mengubah dan meniadakannya," ujar komisioner KPU I Dewa Raka Sandi pada acara 'Evaluasi Penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 dalam Pemilihan Serentak 2020', Selasa (15/9).
Untuk diketahui, dalam Pasal 63 ayat 1 PKPU 10 Tahun 2020, disebutkan beberapa kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye. Di antaranya rapat umum, kegiatan kebudayaan, hingga konser musik.
Sedangkan pada ayat 2, dituliskan bahwa kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan membatasi jumlah orang sebanyak 100 orang. Serta tetap menerapkan protokol kesehatan.
Berikut ini isi Pasal 63 PKPU 10 Tahun 2020:
Pasal 63
(1) Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. rapat umum;
b. kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik;
c. kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai;
d. perlombaan;
e. kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah;
f. peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau
g. melalui Media Sosial.(2) Kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a sampai dengan huruf f dilakukan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 (seratus) orang, menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan berkoordinasi dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dan/atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) setempat. [yy/news.detik]