Fiqhislam.com - Pemerintah memprediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia berlangsung pada lima hingga enam pekan mendatang atau sekitar pertengahan hingga akhir Ramadhan 1441 H.
Artinya, pada masa-masa tersebut jumlah penderita Covid-19 diperkirakan akan mencapai angka tertinggi sejak kasus konfirmasi positif pertama kali diumumkan pada awal Maret lalu.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah melalui Kementerian BUMN telah menambah ketersediaan alat tes Covid-19 dengan metode PCR. Kementerian BUMN telah mendatangkan 18 unit alat PCR. Alat ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas pemeriksaan menjadi 9.000 tes per hari.
"Ketersediaan reagen perlu kita upayakan maksimal karena masa puncak di Indonesia diprediksi akan terjadi 5-6 minggu yang akan datang," kata Doni selepas mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (13/4).
Hingga saat ini, jumlah laboratorium di Indonesia yang memiliki kemampuan melakukan tes PCR sebanyak 29 unit. Angka itu akan ditambah menjadi 52 unit dalam waktu dekat. Kementerian Riset dan Teknologi juga telah menggandeng Lembaga Biologi Molekular Eijkman untuk menambah kapasitas tes per harinya.
"Kemudian juga beberapa swasta yang nantinya akan berpartisipasi dalam PCR test yang bekerja sama juga dengan Kementerian Kesehatan, kemudian juga dengan BUMN," kata Doni.
Selain pemeriksaan dengan metode PCR yang akurat, pemerintah juga sedang memasifkan pelaksanaan tes cepat atau rapid test. Kendati tidak seakurat tes PCR, rapid test dianggap dapat memetakan penyebaran Covid-19 di daerah.
"Upaya ini sangat penting untuk bisa mengetahui masyarakat yang telah positif setelah dilakukan pemeriksaan sehingga bisa dilakukan langkah-langkah untuk isolasi mandiri, termasuk juga untuk dirujuk ke rumah sakit tertentu," kata Doni.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk memperluas dan meningkatkan kapasitas tes PCR. Perluasan kemampuan tes PCR itu diharapkan dapat mengurangi beban laboratorium di zona merah sebagai pusat penyebaran Covid-19.
"Tes PCR sampai hari ini juga sudah menjangkau 26.500 tes. Ini juga lompatan yang baik, tapi saya ingin setiap hari paling tidak kita bisa mengetes lebih dari 10 ribu," ujar Jokowi.
Adanya tambahan 18 unit alat tes PCR ditargetkan mampu meningkatkan kemampuan tes Covid-19 di Indonesia. Bila satu unit alat tes PCR mampu melakukan 500 pemeriksaan per hari, 18 unit diharapkan mampu melakukan 9.000 tes per harinya.
"Ini sangat baik," kata Presiden Jokowi. [yy/republika]
Artikel Terkait:
Arus Balik Lebaran Berpotensi Jadi Gelombang Dua Covid-19
Arus Balik Lebaran Berpotensi Jadi Gelombang Dua Covid-19
Fiqhislam.com - Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Chotib Hasan memperkirakan arus balik dapat berpotensi menciptakan gelombang kedua penularan Covid-19 di DKI Jakarta, jika tidak ada intervensi.
"Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap potensi terjadinya gelombang kedua penularan Covid-19 di DKI Jakarta karena arus balik," kata Chotib Hasan dalam konferensi video, Jakarta, Selasa (14/4).
Chotib menuturkan arus balik memberikan dampak potensi keterpaparan Covid-19 yang lebih besar lagi karena adanya pendatang baru yang dibawa serta oleh pemudik.
"Hal yang patut diwaspadai adalah fenomena arus balik pasca Lebaran yang biasanya jumlahnya lebih besar daripada pemudik," ujarnya.
Jika tanpa intervensi akan ada 1.059 orang dalam pemantauan (ODP) dari mereka yang balik ke Jakarta. Sementara jika ada intervensi, maka tambahan ODP menjadi lebih sedikit yakni sekitar 205 ODP pada arus balik ke Jakarta.
Pada saat pascalebaran, pemerintah daerah tujuan mudik diharapkan dapat menahan agar pemudik tidak balik, di antaranya dengan pembiayaan jaring pengaman sosial agar pemudik tetap tinggal di daerah kelahirannya dan dengan penguatan modal sosial di tingkat desa, RT/RW dalam mengatasi persoalan ekonomi masyarakat.
Intervensi itu juga dapat berupa pelarangan orang melakukan mudik di daerah asal mudik dan penutupan lokasi di daerah tujuan mudik.
Menurut Chotib, pemikiran bahwa melakukan mudik dengan motivasi menghindari Covid-19 karena menganggap pedesaan tempat yang aman dari Covid-19, adalah sesat.
Namun, di tengah pandemi Covid-19, potensi keterpaparan (Covid-19) sangat tinggi baik di titik keberangkatan selama perjalanan maupun di daerah tujuan mudik. Potensi keterpaparan Covid-19 juga tinggi jika ada mobilitas penduduk tinggi.
Covid-19 dapat ditularkan baik orang tanpa gejala maupun dengan gejala sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan, dan langkah pencegahan penularan harus tetap dilakukan seperti menjaga jarak aman sosial.
"Sosialisasi diam di rumah tetap terus digalakkan sambil juga menggalakkan tidak menerima kunjungan," ujarnya. [yy/republika]Artikel Terkait: