Fiqhislam.com - Vaksin COVID-19 produksi Sinovac tak bisa diberikan kepada semua orang. Ada orang dengan kondisi tertentu yang belum aman untuk diberi vaksin. Sesuai SK Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes No 02.02/4/1/2021 tentang petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan COVID-19, sedikitnya ada 14 kondisi tubuh yang tidak bisa diberi vaksin COVID-19 produksi Sinovac.
Mereka adalah orang yang pernah terkonfirmasi positif COVID-19 , ibu hamil dan menyusui, menjalani tetapi jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah, penyakit jantung, autoimun (lulus, sjogre, vasculitis, penyakit ginjal, da reumatik autoimun.
Selain itu orang dengan penyakit saluran pencernaan kronis, penyakit hipertiroid, penyakit kanker, kelainan darah, defisiensi imun, penerima transfusi, gejala ISPA (Batuk, pilek, sesak napas) 7 hari sebelum vaksinasi, diabetes melitus , HIV, dan penyakit paru (asma, tuberkolosis) juga tak boleh divaksin Sinovac.
Dijelaskan oleh dr. Muhammad Fajri Adda’i, sebetulnya bukan kelompok diatas tidak dibolehkan menerima vaksin, akan tetapi kondisinya masih menunggu data lebih lanjut. Mengingat sejauh ini vaksin Sinovac penelitiannya dilakukan pada populasi sehat dengan rentang usia 18-59 tahun yang tidak terkena COVID-19 sebelumnya.
“Jika diberikan di luar kelompok itu, peneliti belum tahu bagaimana efek vaksin ke organ dan efek imunitas yang ditimbulkan. Terlebih untuk orang autoimun, apakah keadaannya jadi tambah berat atau malah bagus kita belum tahu,” beber dokter umum relawan COVID-19 ini. Apalagi bagi penderita HIV dengan CD4 di bawah 200, “Itu masih tanda tanya (apakah vaksin Sinovac bekerja efektif),” imbuh dr. Fajri lagi. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV.
Sementara itu dr. Fajri juga menyinggung soal anjuran untuk melakukan vaksin flu dan pneumonia sebelum divaksin corona. “Organisasi dunia seperti CDC menyarankan untuk suntik flu dan pneumonia dulu. Kenapa? Karena banyak terjadi dua infeksi sekaligus, jadi (bisa) ada infeksi COVID-19 dan pneumonia juga. Ketika terjadi dua kuman atau virus ini, maka penyakitnya akan lebih berat dan ini sudah terbukti. Jadi kalau sudah divaksin (kalaupun kena) sakitnya jadi lebih ringan, itu sudah evidence based,” papar dr. Fajri.
Ia menyambung, di negara empat musim vaksin flu diwajibkan dan bisa mengurangi angka kematian. “Jadi jika ada kesempatan, silakan vaksin flu atau pneumonia juga,” katanya. Bagi yang menderita demam 7 hari terakhir, menderita ISPA, diare, atau pernah kontak dengan penderita COVID-19 dalam waktu dekat, disarankan untuk menunda vaksin lebih dulu sampai sudah pulih. [yy/sindonews]
Artikel Terkait:
Kekebalan Tubuh
-
Wamenkes: Kekebalan Tubuh Terbentuk 2 Sampai 6 Minggu Usai Divaksin Kedua
Fiqhislam.com - Pemerintah Indonesia telah resmi memulai program pemberian vaksin covid-19. Langkah ini dilakukan untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok guna menghentikan persebaran virus corona di Tanah Air.
Namun, orang-orang yang menerima vaksin covid-19 tidak langsung mengalami kekebalan tubuh. Kekebalan tubuh akan terbentuk 2 sampai 6 minggu usai penyuntikan kedua vaksin covid-19. Ya, setiap peserta vaksinasi akan dua kali disuntik vaksin covid-19.
Maka itu, masyarakat yang sudah divaksinasi harus tetap menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah berupa 3M yakni mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak.
"Penyuntikan ini tentu saja karena dilakukan secara bertahap, maka tidak akan mungkin mempunyai kekebalan sesaat. Yang paling penting adalah kekebalan akan tercipta 2 atau sampai 6 minggu pasca-penyuntikan kedua," ungkap Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono usai disuntik vaksin covid-19 bersama tenaga kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) beberapa waktu lalu.
"Karena itu walau sudah disuntik, maka masyarakat dan tokoh publik tersebut serta tenaga medis tetap harus melaksanakan protokol kesehatan menjaga jarak, mencuci tangan, kemudian memakai masker, serta menjauhi kerumunan," jelasnya.
Ia melanjutkan, vaksinasi covid-19 sendiri akan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, pemerintah telah mengalokasikan vaksin covid-19 sebanyak 1,4 juta dosis di seluruh Indonesia.
"Kita dalam tahap pertama mengalokasikan 1,4 juta dosis untuk seluruh Indonesia, tetapi itu dilakukan secara bertahap. Hari ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia karena dokter yang menyuntik dan vaksinator yang menyuntik sudah dilatih merupakan dokter yang ahli di bidangnya," ucapnya.
Sementara Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Dokter Reisa Broto Asmoro mengingatkan masyarakat bahwa vaksin covid-19 bukan obat. Pasalnya sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk menangani virus corona.
Vaksin covid-19, tambah dr Reisa, merupakan pencegahan untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru.
"Namun diingat ya, vaksin ini sebenarnya bukan obat. Vaksin itu pencegahan. Jadi dia mendorong kekebalan spesifik atau khusus pada penyakit covid-19 ini karena sampai sekarang kita tahu belum ditemukan obat khusus untuk melawan covid-19," terang dr Reisa.
"Sekali lagi, perlindungan utama kita adalah disiplin 3M yakni memakai masker dengan baik dan benar, menjaga jarak atau menjauhi kerumunan, serta mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun," paparnya. [yy/okezone]
Tak Boleh Donor Darah
-
Penerima Vaksin Tak Boleh Donor Darah Selama 3 Bulan
Fiqhislam.com - Palang Merah Indonesia (PMI) Tangerang mengimbau kepada setiap masyarakat untuk tidak melakukan donor darah selama tiga bulan, bila sudah mendapatkan vaksinasi Sinovac COVID-19.
Hal itu dikarenakan darah yang ada ditubuh penerima vaksin, telah bercampur dengan vaksin Sinovac.
Kepala Biro Humas PMI Tangerang Ade Kurniawan mengatakan, warga yang sudah menerima vaksin tidak diperbolehkan untuk mendonorkan darahnya, karena darah yang sudah tercampur dan dalam proses pencairan vaksin di dalam tubuh, dibutuhkan waktu yang cukup lama.
"Jadi orang yang sudah divaksin tidak bileh donor darah, kalau mau donor, harus tunggu tiga bulan," kata Ade pada Minggu, 18 Januari 2021.
Alhasil untuk mengantisipasi kekurangan darah di PMI Tangerang, pihaknya pun melakukan imbauan dan edukasi kepada masyarakat atau pendonor.
"Jadi kami terus memberi informasi kepada masyarakat agar mau donor darah dengan menyebarkan flyer dan selalu update di Instagram kami, kami juga akan memperbarui syarat pendonor darah," ujarnya.
Lanjutnya, saat ini kebutuhan darah di PMI Tangerang sangat tinggi. Dan di satu sisi, calon pendonor darah yang ada sangat sedikit.
"Hampir 90 persen ya penurunan pendonor. Edukasi dibutuhkan kepada pendonor darah dan masyarakat bahwa donor darah aman," kata dia. [yy/vivaNews]
Vaksin Covid-19 Diberikan 2 Kali
-
Vaksin Covid-19 Diberikan 2 Kali, Bagaimana Bila Terlewat 1?
Fiqhislam.com - Vaksin Covid-19 diberikan dua kali dengan jeda sekitar dua minggu atau tergantung jenis vaksin. Kementerian Kesehatan telah menegaskan jarak pemberian pertama vaksin Covid-19 ke suntikan kedua untuk vaksin Sinovac 14 hari.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PP Peralmuni) Iris Rengganis mengatakan suntikan vaksin Covid-19 buatan Sinovac harus dilakukan dua kali agar dapat memastikan vaksin tersebut efektif dalam membentuk antibodi. Dia menyatakan vaksin Covid-19 ini bersifat mematikan virus sehingga tidak dapat berkembang biak. Namun, bukan berarti jika sudah disuntik sekali maka tidak akan tertular virus corona.
Pada jeda antara vaksin pertama dan kedua, penerima vaksin harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan karena antibodi belum secara penuh terbentuk.
“Jangan sampai berpikir orang sudah sekali vaksin lalu sudah aman, tidak menerapkan 3M lagi. Belum vaksin kedua, dia sudah tertular,” kata Iris.
Banyak yang bertanya bagaimana jika terlewat vaksinasi Covid-19 kedua, apakah akan menimbulkan masalah bagi tubuh?
Profesor imunologi Universitas Surrey, Deborah Dunn-Walters, mengatakan uji coba praklinis terhadap penerima vaksin akan menunjukkan satu kali suntikan tidak cukup untuk membangun kekebalan.
"Jadi, masyarakat memilih keduanya," kata Dunn-Walters, dikutip dari BBC.
Demikian pula selama uji coba fase ketiga untuk sejumlah vaksin telah terdeteksi ada lebih banyak antibodi dan sel T dalam darah setelah dua dosis daripada setelah satu dosis.
Kepala eksekutif Pfizer, Albert Bourla, pada Desember 2020 menegaskan akan menjadi kesalahan besar jika masyarakat yang ikut vaksinasi Covid-19 melewatkan dosis kedua karena suntikan ini dapat menggandakan jumlah perlindungan. Pfizer dan BioNTech sendiri menegaskan agar masyarakat berhati-hati.
"Tidak ada data yang menunjukkan perlindungan setelah dosis pertama bertahan setelah 21 hari," ungkap dua produsen vaksin tersebut.
Selain itu, terdapat kemungkinan perlindungan yang tampaknya dimiliki orang akan tiba-tiba turun setelah vaksin. Ini tidak mengherankan karena hal tersebut didasari cara kerja sistem kekebalan penerima vaksin.
Memperkirakan secara andal berapa lama perlindungan dari satu dosis dapat bertahan semakin diperumit oleh fakta bahwa semua vaksin Covid-19 yang saat ini disetujui menggunakan teknologi baru.
Vaksin Oxford-AstraZeneca dan Sputnik-V sama-sama melibatkan versi modifikasi dari adenovirus, kelompok yang diduga dapat memecah menjadi berbagai jenis sel dan menyebabkan berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan. Menurut BBC, vaksin versi Oxford dan AstraZeneca menggunakan adenovirus dari simpanse, sementara versi Rusia menyertakan campuran dua tipe manusia.
Virus tersebut telah diubah untuk vaksin sehingga aman dan tidak dapat membuat lebih banyak salinan virusnya ketika berada di dalam sel. Virus tersebut mampu mengajari tubuh untuk mengenali virus corona dengan menyandikan instruksi untuk membuat paku-paku protein, seperti yang ditemukan di permukaan virus corona.
Meskipun telah digunakan dalam vaksin kanker dan terapi gen selama bertahun-tahun, adenovirus hanya pernah digunakan sekali sebelumnya untuk mencegah infeksi virus, yakni pada vaksin Ebola, setelah disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat pada Desember 2019. [yy/tempo]