Fiqhislam.com - Demi meningkatkan keuntungan dari produk yang dijualnya, tak jarang kita mendengar praktik nakal yang dilakukan oleh para pedagang. Seperti yang dilakukan para pedagang buah misalnya.
Beredar kabar mereka melapisi apel dagangannya dengan lilin agar buah tetap segar dan tidak gampang busuk.
Sulit membayangkan buah-buahan segar yang seharusnya menjadikan kita sehat sebaliknya membuat tubuh kita menderita. Untuk mengetahui kebenarannya, CNN Indonesia mengonfirmasi berita itu kepada Sekjen Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, Ardiansyah.
Ardiansyah menjelaskan bahwa lilin pelapis buah bertujuan untuk memperlambat proses kerusakan buah. “Seperti apel yang hidup, lama-lama dia akan keriput dan rusak. Penggunaan lilin buah untuk menghindari dan menghambat proses kerusakan buah tersebut,” kata Ardiansyah.
Buah yang sudah dipetik masih dapat dikatakan sebagai benda hidup. Mereka masih melakukan proses metabolisme seperti proses respirasi. Bila proses respirasi ini tidak ditekan, maka dapat menyebabkan umur simpan buah tersebut lebih singkat.
Air yang terdapat pada buah masih akan keluar sehingga tujuan penggunaan lilin buah adalah untuk menutup udara. “Proses respirasi ditutup sehingga buah dapat bertahan lama.”
Sepanjang masih sesuai standar
Namun, konsumen merasa khawatir. Bagaimana tidak, apa yang akan terjadi pada tubuh kita jika di dalamnya mengendap bahan berbahaya seperti lilin? Wajar saja jika kekhawatiran tersebut muncul. Untuk itu, masyarakat perlu diberikan informasi akan hal tersebut.
“Mestinya itu sudah ada aturannya. Tapi itu (lilin buah) fine-fine saja sepanjang jumlah lilin yang digunakan sesuai standar,” kata Ardiansyah mengomentari soal pemakaian lilin buah.
Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin memang harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak memengaruhi bau dan rasa produk yang akan dilapisi. “Dan yang terpenting tidak beracun.” ujar Ardiansyah.
“Bahan pengawet yang berbahaya adalah yang jumlahnya berlebihan, kalau masih dalam rentang normal, tidak berbahaya,” kata Ardinsyah. Sebab, menurut praktisi pangan yang juga dosen itu, pengawet seperti lilin buah sudah melalui serangkaian studi.
Terbuat dari ekstrak protein
“Produk pangan impor masuk ke Indonesia harus masuk ke badan otoritas yang berwenang terlebih dahulu. Food grade atau bahan tambahan harus sesuai digunakan untuk bahan pangan,” katanya menjelaskan.
Jadi bukan sembarang lilin yang dipakai sebagai lilin buah. “Ada lilin khusus yang bahannya bisa dari ekstrak protein seperti jagung untuk melapisi permukaan buah agar tahan lama.”
Ardiansyah mencontohkan, buah yang semestinya hanya bisa bertahan satu hari, tapi kesegarannya dapat bertahan hingga satu minggu, karena terjadinya respirasi pada buah ditekan oleh lilin tersebut.
Memang agak sulit membedakan antara buah segar yang tidak dilapisi lilin dengan buah segar yang dilapisi lilin. “Secara kasat mata agak susah. Tapi bisa dilihat dari mengilat atau tidaknya buah tersebut,” tukasnya.
“Kalau bukan orang yang mengerti teknologi pangan akan sulit, tetapi regulasinya sendiri tidak masalah,” kata Ardiansyah menutup percakapan. [yy/cnnindonesia]
Amankah Lilin Pelapis Buah?
Amankah Lilin Pelapis Buah?
Fiqhislam.com - Keamanan penggunaan lilin sebagai bahan tambahan pangan (BTP) sebagai pelapis makanan atau glazing agent pada buah, sayur, dan makanan lainnya masih menjadi perhatian masyarakat. BTP pelapis merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan untuk melapisi permukaan bahan pangan, sehingga memberikan efek perlindungan, membuat tampilannya mengkilap dan menarik perhatian publik.
"Penggunaan lilin sebagai pelapis telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 12 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pelapis dengan beberapa jenis lilin yang layak sebagi pelapis," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito.
Penny menjelaskan, sejumlah jenis lilin yang aman digunakan sebagai BTP pelapis. Termasuk di dalamnya ialah malam (Beeswax), lilin kandelila (Candelilla wax), lilin karnauba (Carnauba wax), syelak (Shellac), dan lilin mikrokristalin (Microcrystalline wax).
Penny mengungkapkan, penggunaan BTP pelapis semestinya harus dibuktikan dengan sertifikat kuantitatif maupun kualitatif ditambah dengan persetujuan dari kepala BPOM. Untuk mendapatkan persetujuan pemakaian BTP pelapis, pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala BPOM disertai kelengkapan data dengan formulir yang harus diisi pemohon.
"Keputusan dari Kepala BPOM akan diberikan paling lama enam bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap," jelasnya.
Oknum yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif. Penny menjelaskan, bentuk sanksinya dapat berupa peringatan tertulis, larangan mengedarkan untuk sementara waktu, perintah penarikan kembali produk dari peredaran, perintah pemusnahan produk yang tidak sesuai syarat keamanan dan mutu, hingga pencabutan izin edar.
Pada kesempatan yang berbeda, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Ardiansyah mengatakan, selagi tidak berlebihan serta tidak mempengaruhi bau dan rasa produk yang dilapisi lilin masih aman untuk dikonsumsi masyarakat.
"Selama jumlah lilin yang digunakan untuk melapisi masih sesuai standar aturan dan tidak mengubah rasa, bau, dan yang terpenting tidak beracun masih aman untuk masyarakat," ujarnya. [yy/republika]