Fiqhislam.com - Pendukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerbu Kansas Statehouse dan Georgia Capitol pada Rabu (6/1) setelah menerobos gedung Capitol di Washington, DC.
Para pengunjuk rasa bergerak di lantai pertama gedung, seperti dilaporkan oleh FOX4 News yang mengutip saksi mata. Polisi Capitol segera bergerak mengamankan gedung dan pengunjuk rasa melakukan aksi protes dengan damai.
Menurut wartawan Washington Post Amy Gardner, secara terpisah, anggota milisi yang diduga berkumpul di luar gedung Capitol Georgia dan Sekretaris Negara Brad Raffensperger bersama dengan staf senior telah dievakuasi. Protes serupa terjadi di New Mexico, di mana polisi dilaporkan mengevakuasi staf dari gedung Statehouse sebagai tindakan pencegahan tak lama setelah ratusan pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung.
Video di media sosial menunjukkan bahwa pasukan keamanan juga turun tangan untuk membubarkan pendukung dan pengunjuk rasa Trump di dekat gedung Capitol di Salem, Oregon.
Sementara itu, di Denver, Colorado, Wali Kota Michael Hancock memerintahkan penutupan gedung-gedung kota.
"Dengan kegiatan di seluruh negeri dan sekitar 700 orang di pusat kota yang telah berkumpul di Capitol, karena kewaspadaan yang melimpah, saya telah menginstruksikan badan-badan kota untuk menutup gedung-gedung kota lebih awal," kata Hancock di Twitter.
Senat AS menutup debat Electoral College setelah ratusan demonstran yang marah menyerbu gedung Capitol Washington, D.C., memaksa polisi untuk menutupnya. Seorang wanita yang ditembak di bagian dada selama kerusuhan itu kemudian meninggal dunia.
Penduduk Washington, DC menerima panggilan telepon darurat pada Rabu untuk memperingatkan mereka bahwa Wali Kota Muriel Bowser telah memberlakukan jam malam di seluruh kota mulai pukul 6 sore selama 12 jam. [yy/republika]
Pence Membangkang
-
Wapres Pence Membangkang pada Trump, Tolak Ubah Hasil Pilpres AS
Fiqhislam.com - Wakil Presiden Mike Pence pada hari Rabu secara terbuka memutuskan hubungan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump , bos yang dia layani dengan patuh selama empat tahun. Dia mengatakan dirinya tidak dapat tunduk pada tuntutannya untuk mengubah hasil pemilihan presiden (pilpres) Amerika.
Pence meresmikan pandangannya dalam sebuah surat kepada anggota parlemen, yang menyatakan dia tidak memiliki kewenangan sepihak untuk memutuskan pilpres dan tidak dapat mengubah hasil pemilihan.
"Merupakan penilaian saya bahwa sumpah saya untuk mendukung dan mempertahankan Konstitusi membatasi saya untuk mengklaim otoritas sepihak untuk menentukan suara elektoral mana yang harus dihitung dan mana yang tidak," tulis Pence dalam suratnya, seperti dikutip CNN, Kamis (7/1/2021).
Itu adalah kata-kata terakhir dari Pence sebelum dia memimpin rapat gabungan Kongres untuk menghitung suara Electoral College. Dia telah menyampaikan pandangan serupa kepada Presiden Trump dalam pertemuan sehari sebelumnya, sebagaimana diungkap sumber yang mengetahui percakapan itu kepada CNN.
Tapi, Trump yang termakan konspirasi dan nasihat hukum yang tidak masuk akal, tidak mendengarkan. Dia sekarang siap untuk melampiaskan amarahnya pada wakilnya tersebut.
"Saya berharap Mike akan melakukan hal yang benar," kata Trump pada pertemuan umum di Ellipse pada Rabu siang. "Jika Mike Pence melakukan hal yang benar, kami memenangkan pemilihan."
"Jika tidak, itu akan menjadi hari yang menyedihkan bagi negara kita," imbuh Trump.
Bahkan setelah Pence merilis pernyataannya, Trump mengatakan dia berharap wakil presidennya itu akan mengabaikan mereka yang dia sebut "orang-orang bodoh" dan tunduk padanya.
Ini adalah posisi yang menyiksa bagi letnan setia Trump, yang memiliki ambisi politiknya sendiri yang, untuk saat ini, tampaknya bertentangan dengan tanggung jawab konstitusionalnya.
Pence telah terjebak oleh Trump melalui berbagai skandal, termasuk pernyataan samar-samar tentang supremasi kulit putih dan pemakzulannya. Dia telah berusaha untuk membela dan mendukung Trump dengan sekutu asing yang skeptis dan kelompok tradisional Partai Republik. Kesetiaannya telah membuatnya dicemooh tetapi—sampai sekarang—membantunya menghindari kemarahan Trump. [yy/sindonews]
Joe Biden Resmi Menang
-
Kongres AS Terima Hasil Elektoral, Joe Biden Resmi Menang
Fiqhislam.com - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence menyatakan, bahwa Kongres AS telah mengkonfirmasi penghitungan Electoral College, Rabu (6/1) malam waktu setempat. Dengan demikian, Presiden terpilih dari Partai Demokrat Joe Biden secara resmi memenangkan pemilihan presiden 3 November melawan kandidat pejawat Donald Trump. Dia akan dilantik pada 20 Januari 2021.
Penghitungan tiga suara elektoral Vermont menempatkan Biden dan Wakil Presiden terpilih Kamala Harris di atas ambang batas 270 yang diperlukan untuk memenangkan kursi kepresidenan. Senat dan House of Representative menolak keberatan untuk membuang suara elektroal Georgia dan Pennsylvnaia untuk Biden. Partai Republik juga keberatan dengan suara elektoral Arizona, Nevada dan Michigan, tetapi mosi itu gagal sebelum mencapai perdebatan.
"Pengumuman status pemungutan suara oleh Presiden Senat akan dianggap sebagai deklarasi yang memadai dari orang-orang yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat, masing-masing untuk masa jabatan yang dimulai pada hari ke-20 Januari 2021 dan akan dimasukkan bersama dengan daftar suara di jurnal Senat dan House of Representative," ujar Pence menyusul penghitungan semua suara Electoral College negara bagian, dilansir laman CNN, Kamis (7/1).
Sertifikasi itu muncul setelah pendukung Trump menyerbu Capitol AS pada Rabu pagi (7/1). Sesi gabungan Kongres yang biasa dilakukan dengan seremonial biasa terpaksa dihentikan selama beberapa jam ketika simpatisan Trump menerobos menduduki gedung.
Proses pengesahan pun dilanjutkan sekitar pukul 8 malam waktu setempat. Wakil Presiden Mike Pence, mengatur kembali sesi Senat. "Ayo kembali bekerja," kata Pence.
Menyusul penegasan resmi dari kemenangan Electoral College oleh Presiden terpilih Joe Biden, Presiden Trump mengatakan keputusan itu mewakili akhir masa jabatan pertama terbesar dalam sejarah presiden. "Meskipun saya sama sekali tidak setuju dengan hasil pemilu, dan fakta menunjukkan kepada saya, tetapi akan ada transisi yang tertib pada 20 Januari," kata Trump dalam sebuah pernyataan.
"Saya selalu mengatakan kami akan melanjutkan perjuangan kami untuk memastikan bahwa hanya suara sah yang dihitung. Meskipun ini merupakan akhir dari masa jabatan pertama terbesar dalam sejarah kepresidenan, ini hanyalah awal dari perjuangan kami untuk Make America Great Again," kata Trump. Dia juga mengulangi klaim palsu tentang pemilu yang menghasut massa untuk menyerbu Capitol. [yy/republika]
Dunia Terkejut
-
Dunia Terkejut dan Prihatin Atas Apa yang Terjadi di AS
Fiqhislam.com - Serangan di Capitol AS baru-baru ini menuai kecaman hingga sorotan dari pemimpin-pemimpin internasional di seluruh dunia. Di AS sendiri, anggota parlemennya santer mengecam "percobaan kudeta" terhadap Pemerintah AS. Pernyataan itu diambil setelah pendukung Presiden Donald Trump membobol Kongres AS dan menutup sesi legislatif.
"Massa menyerbu Capitol AS untuk membatalkan pemilihan. Kudeta sedang berlangsung," kata anggota dewan Val Demings dalam kicauannya dikutip TRT world, Kamis (7/1).
Tak hanya Demings, anggota kongres lainnya, Seth Moulton, juga mengecam tindakan tersebut. Menurutnya, hal tersebut adalah bentuk anarkistis dan percobaan kudeta. Hal itu dinilainya sangat buruk karena sama kondisinya dengan Amerika dahulu, saat tidak ada hukum yang pantas.
Sorotan Dunia
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, meminta para pendukung Trump untuk berhenti menginjak-injak demokrasi. Terlebih, setelah mereka menyerang Kongres AS dan menutup sesi legislatif.
Menurutnya, musuh demokrasi akan sangat senang dengan melihat gambar-gambar kondisi Washington DC saat ini. "Trump dan pendukungnya harus menerima keputusan pemilih Amerika dan berhenti menginjak-injak demokrasi," tulisnya.
Hal serupa juga diucapkan oleh Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson. Ia menyerukan agar pihak-pihak tersebut bisa mengakhirinya. Secara khusus, dia juga menyebut jika adegan itu sangat memalukan terjadi di Washington.
Lebih jauh, Kementerian Luar Negeri Turki meminta semua pihak di AS untuk menggunakan moderasi dan akal sehat. Turki saat ini, diketahui memantau perkembangan yang "mengkhawatirkan" di AS. Termasuk upaya untuk menyerbu gedung Capitol. "Kami yakin AS akan mengatasi krisis domestik ini dengan tenang," kata Kementerian.
Lebih jauh, kejadian di Washington itu juga menjadi sorotan Eropa. Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengakui keterkejutannya atas serangan pada demokrasi AS itu. "Untuk menyaksikan pemandangan malam ini di Washington, DC, sungguh mengejutkan," cuit Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
"Di mata dunia, demokrasi Amerika malam ini tampak terkepung," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, dalam tweet terpisah.
Tetangga AS, Kanada, melalui Perdana Menterinya, Justin Trudeau juga mengungkapkan keprihatinannya. Dirinya memang sempat berpikir jika institusi demokrasi AS sangat kuat, meski kejadian itu mencoreng fakta yang ada. "Jelas kami prihatin dan kami mengikuti situasi dari menit ke menit. Dan mudah-mudahan semuanya akan kembali normal segera.’’ kata Trudeau.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan dalam sebuah unggahan di Twitter-nya, ia memang mengikuti berita yang ada dari Capitol Hill di Washington. Namun demikian, ia tetap percaya pada demokrasi yang ada di Amerika. "Presidensi baru @JoeBiden akan mengatasi ketegangan kali ini, menyatukan rakyat Amerika." tulisnya.
Di Prancis, aksi di Capitol Hill juga dikutuk secara keras. Menurut Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, kekerasan terhadap institusi Amerika adalah serangan besar terhadap demokrasi. ‘’Saya mengutuknya. Kemauan dan suara rakyat Amerika harus dihormati." ungkap dia.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyebut protes kekerasan di Washington sebagai pemandangan yang mengejutkan. Seraya mengatakan aksi itu adalah hasil dari pemilihan umum AS yang demokratis. Sehingga, dirinya meminta keputusan itu untuk dihormati. [yy/republika]