Fiqhislam.com - Korban tewas aksi penyerangan di kampus negeri Afghanistan bertambah menjadi 22 orang. Sejumlah korban luka mengaku diselimuti trauma mendalam pascainsiden.
Beberapa orang bersenjata masuk ke Kabul University lalu menembaki mahasiswa yang mereka temui pada Senin (2/11/2020) kemarin. Mereka juga memicu ledakan di dalam kampus yang menimbulkan kepanikan.
Otoritas berwenang setempat melaporkan jumlah korban tewas terbaru sebanyak 22 orang, termasuk beberapa mahasiswa dan seorang profesor. Puluhan mahasiswa dan staf kampus dilaporkan mengalami luka-luka.
Selasa (3/11/2020) siang waktu setempat, warga kota Kabul dan kelompok mahasiswa menggelar aksi damai mengenang para korban tewas dalam aksi kekerasan bersenjata terbaru. Mereka membentangkan banner bertuliskan "Berhenti Membunuhi Kami".
Fraidoon Ahmadi (23) mengatakan dirinya hampir menjadi korban tewas saat insiden berdarah itu terjadi di dalam kampusnya. Sampai saat ini, Fraidoon mengaku masih diliputi trauma.
Kami sangat-sangat takut dan kami pikir saat itu akan menjadi hari terakhir hidup kami. Semuanya berteriak, berdora dan menangis mengharapkan pertolongan," ujarnya dikutip dari AFP.
Penyerangan bersenjata di Kabul University menambah panjang aksi kekerasan di lingkungan pendidikan Afghanistan dalam 15 hari terakhir. Sebelumnya, ledakan di Pusat Pendidikan Kabul pada 25 Oktober lalu yang menyebabkan 24 orang meninggal dunia, kebanyakan adalah para pelajar.
"Ini merupakan serangan kedua di institusi pendidikan di kota Kabul dalam 10 hari terakhir. Anak-anak dan pemuda Afghanistan harusnya mendapat rasa aman pergi ke sekolah," kata perwakilan NATO di Afghanistan, Stefano Pontecorvo.
Militer Afghanistan belum bisa memastikan identitas pelaku. Sementara itu, milisi Taliban menyangkal keterlibatan pejuang mereka dalam serangan itu.
Kekerasan melanda Afghanistan di saat pemerintah dan negosiator Taliban bertemu di Qatar menggelar pembicaraan damai yang memungkinkan Amerika Serikat membawa pulang pasukannya dan mengakhiri perang berkepanjangan. [yy/iNews]
Artikel Terkait:
Eksekusi Puluhan Perempuan dan Anak-Anak
Pria Bersenjata Eksekusi Puluhan Perempuan dan Anak-Anak Secara Brutal di Ethiopia
Fiqhislam.com - Pria bersenjata di Ethiopia barat menangkap dan mengeksekusi puluhan perempuan dan anak-anak dalam serangan 'brutal'. Pejabat setempat meyakini pelaku merupakan anggota kelompok bersenjata di wilayah itu.
Menurut Amnesty International, serangan brutal tersebut terjadi di Desa Gawa Qanqa di Distrik Guliso, Zona Wellega Barat, Minggu (1/11/2020). Insiden terjadi sehari berselang setelah pasukan pemerintah meninggal distrik tersebut.
Jumlah pasti korban tewas belum diketahui. Amnesty International--berdasarkan penuturan korban selamat--mengatakan setidaknya 54 anggota etnis Amhara tewas. Pria bersenjata mengeksekusi warga desa baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak.
Pelaku serangan brutal
Sebelumnya, Komisi Hak Asasi Ethiopia (EHRC) mengatakan dalam sebuah pernyataan, jumlah korban tewas resmi mencapai 32 orang tetapi jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.
EHRC mengatakan "para korban diseret dari rumah mereka dan dibwa ke sekilah, dimana mereka dibunuh dalam pembantaian yang melibatkan hingga 60 penyerang bersenjata dan tidak bersenjata".
Belum ada kelompok bersenjata yang mengklaim bertanggung jawab atas insiden berdarah terbaru, tetapi pemerintah daerah Oromia mengatakan para penyerang itu merupakan anggota Tentara Pembebasan Oromo (OLA)--sebuah kelompok bersenjata yang disalahkan atas penculikan dan serangan bom di Ethiopia barat dan selatan, demikian dikutip dari Aljazeera, Selasa (3/11/2020). [yy/iNews]
Al-Qaeda di Mali
Serangan Udara Prancis Tewaskan 50 Militan Terkait Al-Qaeda di Mali
Fiqhislam.com - Pemerintah Prancis mengatakan bahwa pasukannya telah membunuh lebih dari 50 militan di Mali. Para militan terkait Al-Qaeda ini tewas dalam serangan udara Prancis di Mali tengah.
Dilansir AFP, Selasa (3/11/2020) serangan udara itu terjadi pada hari Jumat (30/10) di daerah dekat perbatasan Burkina Faso dan Niger, di mana pasukan pemerintah Mali sedang berjuang mengalahkan pemberontakan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prancis Florence Parly usai bertemu dengan anggota pemerintah transisi Mali.
"Pada 30 Oktober di Mali, pasukan Barkhane melakukan operasi yang melumpuhkan lebih dari 50 militan dan menyita senjata dan material," kata Parly.
Dia menambahkan, sekitar 30 sepeda motor rusak. Parly, yang sebelumnya bertemu dengan Presiden Niger Mahamadou Issoufou dan Menhan Niger Issoufou Katambe, mengatakan operasi itu diluncurkan setelah pesawat tak berawak mendeteksi iring-iringan motor dalam jumlah besar di daerah "tiga perbatasan".
Ketika para militan bergerak di bawah pohon untuk mencoba melarikan diri dari pengawasan, pasukan Prancis mengirimkan dua jet tempur Mirage dan sebuah pesawat tak berawak untuk meluncurkan rudal, yang mengarah pada "netralisasi" para pemberontak, kata Parly.
Juru bicara militer Kolonel Frederic Barbry mengatakan bahwa "empat teroris telah ditangkap".
Bahan peledak dan rompi bunuh diri telah ditemukan, katanya kepada seorang wartawan dalam panggilan konferensi, seraya mengatakan bahwa kelompok itu "akan menyerang posisi (tentara) di wilayah tersebut".
Barbry juga mengatakan bahwa operasi lain, kali ini menargetkan ISIS di Sahara Raya, juga sedang berlangsung, dengan total 3.000 tentara.
Dia mengatakan hasil operasi, yang diluncurkan sekitar sebulan lalu, akan diumumkan dalam beberapa hari mendatang. [yy/news.detik]