Fiqhislam.com - Ledakan keras mengguncang Nagorno-Karabakh, Sabtu (10/10/2020) malam, sehari setelah menyapakati gencatan senjata di Moskow, Rusia.
Dilaporkan AFP, terdengar tujuh kali ledakan keras di kota utama Karabakh, Stepanakert sekitar pukul 23.30 waktu setempat.
Suara ledakan itu disertai dengan bunyi sirine peringatan bagi warga untuk pindah ke ruang bawah tanah atau mencari perlindungan ke tempat aman lainnya.
Belum diketahui apakah ada korban dalam ledakan ini.
Armenia dan Azerbaijan menyepakati gencatan senjata setelah melalui negosiasi selama 11 jam di Moskow pada Jumat malam. Namun kedua pihak saling menuduh melanggar kesepakatan setelah gencatan senjata berlaku keesokan harinya.
Pada Sabtu sore terjadi pertempuran, meski demikian banyak warga Stepanakert yang keluar rumah meskipun ada penembakan dan serangan rudal.
Nagorno-Karabakh merupakan wilayah Azerbaijan yang diduduki separatis Armenia yang memisahkan diri setelah perang pada 1990-an. Perang tersebut menewaskan sekitar 30.000 orang.
Ada harapan pertempuran terbaru ini berakhir setelah berlangsung 13 hari, ditandai dengan kesepakatan gencatan senjata pada Jumat. Namun tampaknya usia gencatan senjata tak berlangsung lama. [yy/iNews]
Artikel Terkait:
Kesempatan Terakhir
Presiden Azerbaijan Aliyev: Kami Beri Kesempatan Terakhir bagi Armenia untuk Berdamai
Fiqhislam.com - Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev memberi satu kali kesempatan lagi bagi Armenia untuk menyelesaikan konflik di Nagorno-Karabakh dengan damai.
Pernyataan itu disampaikan Aliyev saat menteri luar negeri Azerbaijan bertemu dengan menlu Armenia di Moskow untuk membahas kesepakatan damai.
"Kami memberi Armenia kesempatan untuk menyelesaikan konflik secara damai. Ini adalah kesempatan terakhir mereka," kata Aliyev, dalam pidato yang disiarkan di televisi, Jumat (9/10/2020).
"Kami akan merebut tanah kami dalam kondisi apa pun. Ini adalah kesempatan bersejarah mereka," ujarnya.
Menlu Azerbaijan dan Armenia bertemu di Moskow, Rusia, pada Jumat malam untuk membicarakan gencatan senjata.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, kedua pihak sepakat untuk bertemu di Moskow guna bernegosiasi untuk mengakhiri pertempuran di Nagorno-Karabakh.
Kesepakatan untuk bertemu itu dicapai setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan kedua pihak untuk memluai pembicaraan. Dia menegaskan pertempuran di Nagorno-Karabakh harus dihentikan karena alasan kemanusiaan.
Pertempuran antara pasukan Azerbaijan dengan separatis Armenia sudah berlangsung 13 hari. Sejauh ini setidaknya 400 orang tewas dari pihak militer separatis Armenia, sementara Azerbaijan tidak memberikan data. Selain itu puluhan warga sipil tewas dari kedua pihak juga tewas. [yy/iNews]
Milik Azerbaijan
Resolusi PBB Sebut Nagorno-Karabakh Milik Azerbaijan
Fiqhislam.com - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan bersikeras Nagorno-Karabakh yang kini menjadi medan pertempuran separatis Armenia dengan pasukan Azerbaijan merupakan milik negaranya.
Padahal Nagorno-Karabakh jelas berada di wilayah Azerbaijan serta diakui oleh hukum internasional, termasuk di dalamnya resolusi PBB.
Dia juga membela invasi negaranya di Nagorno-Karabakh dan sekitarnya selama puluhan tahun.
Dalam wawancara dengan Jonah Fisher dari BBC, Pashinyan mengatakan Karabakh merupakan tanah Armenia serta 80 persen populasi wilayah itu ditinggali etnis Armenia.
Pernyataan itu jelas bertolak belakang dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev yang menyebut Armenia harus memenuhi hukum internasional dengan menarik diri dari wilayah yang diduduki. Setelah itu etnis Armenia diperbolehkan menikmati semua hak dan keistimewaan sebagaimana perwakilan bangsa lain yang tinggal di Azerbaijan.
Pashinyan bersikeras pendudukannya terhadap Karabakh sudah tepat. Padahal empat resolusi Dewan Keamanan PBB yakni Nomor 822, 853, 874, dan 884, dua resolusi Sidang Umum PBB, serta keputusan organisasi internasional, termasuk Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE), menuntut penarikan segera seluruh pasukan Armenia tanpa syarat.
"Sebagian besar wilayah Azerbaijan masih diduduki oleh pasukan Armenia, dan pasukan separatis masih menguasai wilayah Nagorno-Karabakh," demikian isi resolusi PACE 1416 yang diadopsi pada 25 Januari 2005.
Pashinyan pun mengomentari bahwa hukum internasional tak menyebutkan soal pendudukan Armenia.
"Tidak ada hukum internasional seperti yang Anda kutip. Semua orang mengutip resolusi Majelis Umum PBB tetapi sayangnya sangat sedikit orang yang telah membacanya. Tidak ada apa pun di dalamnya yang mengatakan bahwa Armenia telah menduduki apa pun. Ini bukan kasusnya," kata Pashinyan.
Menanggapi hal itu, Fisher menegaskan resolusi mengatakan Karabakh Atas (Nagorno-Karabakh) merupakan milik Azerbaijan.
"Wilayah itu seharusnya milik Azerbaijan. Ada dalam resolusinya, itu milik Azerbaijan. Mari kita perjelas," kata Fisher.
Namun Pashinyan mengubah arah pembicaraan dengan menyebut warga Armenia di Karabakh menghadapi eksistensial. Menurut dia, jika militer Azerbaijan menang dalam pertempuran terbaru, ini berarti terjadi genosida terhadap etnis Armenia.
Pertempuran terbaru terjadi sejak 27 September atau sudah berlangsung 13 hari. Sedikitnya 400 orang tewas dari pihak miiliter Armenia serta warga sipil kedua pihak. Azerbaijan tak merilis jumlah pasukannya yang tewas.
Data resmi Azerbaijan mengungkap, sekitar 20 persen wilayah Azerbaijan berada di bawah pendudukan Armenia selama sekitar 30 tahun.
Lebih dari 1 juta warga Azerbaijan mengungsi di dalam negeri, sementara 20.000 lainnya menjadi martir pasukan Armenia, serta 50.000 lainnya terluka.
Setidaknya 4.000 warga Azerbaijan dilaporkan hilang dalam konflik tersebut dan lebih dari 2.000 lainnya ditangkap dan disandera oleh pasukan Armenia. [yy/iNews]