Fiqhislam.com - Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengeluarkan pernyataan tegas, dia menegaskan pasukannya tidak akan menghentikan peperangan sampai separatis Armenia menyusun rencana penarikan diri dari wilayah sengketa Nagorno-Karabakh.
Pertempuran pasukan Azerbaijan dengan separatis Armenia di Nagorno-Karabakh telah berlangsung selama delapan hari sejak pekan kemarin. Laporan menyebut setidaknya lebih dari 300 orang tewas termasuk warga sipil.
Zona perang dari yang awalnya di Nagorno-Karabakh lalu meluas ke kota-kota penting dua negara menjadi penyebab utama banyaknya warga sipil yang jadi korban.
Sejumlah negara Uni Eropa, Amerika Serikat dan Rusia telah meminta separtis Armenia dan Azerbaijan menahan serangan dan mulai menggelar pembicaraan damai. Namun, komunitas internasional tak cukup meredam perang dua negara pecahan Uni Soviet itu.
Dalam pidatonya di jaringan televisi nasional, Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev mengatakan tentara Azeri akan terus berjuang sampai akhir untuk merebut kembali wilayah yang diambil oleh separatis Armenia pada 1990.
"Azerbaijan memiliki satu kondisi, dan itu adalah membebaskan teritori kami," kata Aliyev dikutip dari Reuters, Senin (5/10/2020).
"Nagorno-Karabakh adalah teritori Azerbaijan. Kami harus mengembalikannya."
Aliyev menegaskan keputusan menyerang separatis Armenia yang mendiami Nagorno-Karabakh karena kegagalan komunitas internasional menekan resolusi PBB atau mendesak Armenia mengembalikan teritori Azerbaijan di wilayah sengketa.
Tentara Azerbaijan, kata Aliyev, akan berhenti melancarkan serangan dengan syarat separatis Armenia segera menyusun rencana penarikan pasukan keluar dari Nagorno-Karabakh.
"Kondisi kami saat ini: membiarkan mereka menarik tentara dan konfrontasi akan dihentikan, tetapi ini bukan cuma ucapan, tetapi juga dalam tindakan," lanjutnya.
Sementara itu, pejabat Kementerian Pertahanan Armenia, Artsrun Hovhannisyam, menanggapi pernyataan Aliyev dengan santai. Dia mengatakan sampai sekarang Armenia belum terpikir untuk menurunkan intensitas serangan.
"Saya tidak berpikir bahwa ada risiko untuk Yerevan (ibu kota Armenia), bagaimanapun juga kami sedang berperang," ujarnya.
Pertempuran separtis Armenia dengan tentara Azerbaijan pertama kali meletus pada 1990, setelah itu kedua negara terus berkonflik menyebabkan sekitar 30.000 orang yang tersebar di luar wilayah Nagorno-Karabakh.
Perang yang kembali pecah memicu kekhawatiran internasional mengenai stabilitas di Kaukasus Selatan, lokasi jaringan pipa membawa minyak dan gas Azerbaijan ke pasa dunia. [yy/iNews]
Artikel Terkait:
Perang Rudal
Perang Rudal Semakin Liar dalam Konflik Armenia vs Azerbaijan
Fiqhislam.com - Aksi saling tembak rudal antara kelompok separatis pro-Armenia di Nagorno-Karabakh melawan pasukan Azerbaijan semakin liar. Kota-kota di Azerbaijan juga digempur sejumlah rudal dari wilayah Armenia.
Pemimpin wilayah Nagorno-Karabakh, Arayik Harutyunyan, memperingatkan warga di kota-kota besar Azerbaijan pada hari Minggu untuk pergi guna menghindari kerugian yang tak terhindarkan setelah dia mengatakan Azerbaijan menargetkan warga sipil di kota utama kawasan Stepanakert beberapa hari terakhir.
"Objek beberapa mil di kota-kota besar Azerbaijan adalah target Tentara Pertahanan Artsakh. (Saya) menyerukan kepada penduduk Azerbaijan untuk meninggalkan kota-kota ini untuk menghindari kerugian yang tak terhindarkan," tulis dia di Twitter. Artsakh adalah nama lain Nagorno-Karabakh setelah memerdekakan diri dari Azerbaijan tahun 1990-an.
Tapi Harutyunyan kemudian memperbarui tweet-nya bahwa penembakan rudal dari pasukannya telah berhenti. "Saat ini penembakan dihentikan atas perintah saya untuk menghindari kerugian di antara warga sipil. Gagalnya kepemimpinan militer-politik Azerbaijan untuk menarik pelajaran yang sesuai, tanggapan kami yang sepadan akan terus berlanjut. Azerbaijan masih bisa menghentikan agresinya," lanjut dia, seperti dikutip CNN, Senin (5/10/2020).
Ketegangan berkepanjangan antara Armenia dan Azerbaijan telah berkobar baru-baru ini di wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan, dengan kedua belah pihak saling menuduh menyerang warga sipil di tengah laporan korban jiwa yang terus meningkat.
Dihuni dan dikendalikan oleh etnis Armenia, Nagorno-Karabakh berada di dalam wilayah Azerbaijan. Klaim kemerdekaannya didukung oleh Armenia, yang dihubungkan oleh dua jalan raya. Nagorno-Karabakh juga menggunakan kendali atas beberapa wilayah yang berdekatan yang secara internasional diakui sebagai milik Azerbaijan.
Armenia dan Azerbaijan telah lama berselisih tentang wilayah pegunungan tersebut, dan berperang memperebutkannya yang berakhir pada tahun 1994. Meskipun konflik tersebut diakhiri dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia, pertempuran militer antara kedua belah pihak tidak jarang terjadi.
Azerbaijan pada hari Minggu mengatakan kota Ganja yang padat penduduknya dan beberapa distrik dekat Nagorno-Karabakh diserang oleh tembakan rudal dari Armenia.
"Serangan Rudal tanpa pandang bulu diluncurkan terhadap kota-kota Azerbaijan, Ganja, Füzuli, Tartar dan Jabrayil dari wilayah Armenia. Ganja adalah kota terbesar kedua di Azerbaijan. Berpenduduk lebih dari 500.000 jiwa," kata Hikmet Hajiyev, seorang pembantu kebijakan luar negeri terkemuka untuk Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, di Twitter.
Hajiyev juga men-tweet video kerusakan bangunan dan mobil dengan asap membumbung di langit serta orang-orang berkumpul di jalan-jalan. "Rekaman ini adalah hasil dari serangan rudal besar-besaran Armenia terhadap daerah pemukiman padat di kota Ganja. Azerbaijan mempertahankan haknya untuk mengambil tindakan yang memadai terhadap target militer yang sah untuk membela warga sipil dan memaksa Armenia untuk perdamaian," lanjut Hajiyev.
Kementerian Pertahanan Armenia membantah menyerang kota-kota di Azerbaijan dengan rudal. "Kementerian Pertahanan Republik Armenia secara resmi menyatakan bahwa tidak ada tembakan apa pun yang dibuka dari wilayah Armenia ke arah Azerbaijan," kata Shushan Stepanyan, juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia di Twitter pada hari Minggu. [yy/sindonews]