Fiqhislam.com - Militer Azerbaijan terlibat baku tembak dengan militer Armenia pada 27 September 2020. Kedua belah pihak pun saling menyalahkan perihal siapa lebih dulu melakukan serangan. Armenia mengklaim telah menembak perlengkapan perang Azerbaijan.
Langkah Azerbaijan
Pemerintah Azerbaijan hanya memberlakukan darurat militer di wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh. Wilayah ini berada di selatan Kaukasia namun pada Juli 2020 lalu Armenia justru berusaha menyerang Tovuz, wilayah utara Azerbaijan yang mana wilayah tersebut bukan wilayah sengketa. Peristiwa itu menewaskan 11 militer, satu di antaranya adalah jenderal. Spontan agresi militer Armenia tersebut menyulut kemarahan warga.
Warga melalukan aksi turun ke jalan di malam hari bahkan dini hari dan menyatakan siap maju dimedan perang sembari membawa bendera Azerbaijan ke pusat kota. Pada peristiwa kali ini pemerintah Azerbaijan melakukan pembatasan media sosial berskala besar demi menghalau provokasi yang dilakukan oleh Armenia. S
Sementara seketika itu juga Armenia memberlakukan darurat militer dan situasi pun semakin memanas. Langkah Azerbaijan memberlakukan darurat militer di lokasi perbatasan tak lain untuk mempertahankan wilayah Nagorno Karabakh yang merupakan teritori Azerbaijan. Aktivitas militer yang berimbas pada dibatasinya aktivitas warga membuat masyarakat sipil mendadak panik. Terlebih saat pemerintah menetapkan jam malam.
Pada tanggal 28 September 2020 untuk sementara pemerintah menghentikan sementara aktivitas media sosial seperti whatsapp, instagram facebook maupun zoom meeting. Sementara platform yang masih dapat diakses adalah google dan skype. Kesulitan komunikasi ini terjadi sejak sekitar pukul 8 pagi. Begini bunyi pembatasan penggunaan media sosial tersebut "Internet across the country has been restricted. You may notice that WhatsApp, Instagram and Facebook are not accessible. The Google and Skype platforms continue to operate as normal".
Sweeping dan Kepanikan Warga
Sejak mendadak diberlakukannya sweeping jam malam membuat warga menjadi panik. Pasalnya begitu tiba-tiba saat kondisi internet lumpuh. Pihak kepolisian Azerbaijan melakukan sweeping berdasarkan mandat presiden melalui kementerian pertahanan dan kementriam terkait. Sweeping dilakukan guna mencegah masyarakat pergi ke wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh, mencegah demonstrasi seperti terjadi pada Juli lalu di mana demonstrasi berlangsung malam hari sesaat setelah Armenia berusaha mencaplok wilayah Tovuz. Sweeping tersebut juga dilakukan untuk mencegah penyusup Armenia masuk dan memprovokasi warga selain juga pencegahan terhadap aksi terorisme.
Kebangkitan Nasionalisme Warga
Saat ini animo masyarakat untuk menjadi pasukan perang cukup tinggi seperti yang diberitakan Mədəniyət TV, pemerintah Azerbaijan merekrut pemuda atau laki-laki cukup umur untuk dilatih dan diturunkan menjadi pasukan perang. Bahkan usia mereka ada yg 50 tahun lebih. Mereka yang belum cukup usia sesuai kriteria militer tetap diikut sertakan untuk menjadi supir, koki, kurir dan sebagainya memyesuaikan kebutuhan perang.
Sementara yang perempuan terutama dokter juga direkrut untuk menjadi tenaga medis. Mereka diangkut dengan menggunakan bus di hampir setiap titik seperti Sumqayit, Ganja, dan kota rayon-rayon lainnya hampir semua wilayah mengirimkan pemudanya. Mereka diabsen satu persatu sebelum menaiki bus. Tentunya mereka yg sehat secara jasmani yg diperbolehkan ikut.
Selain memberikan bantuan pangan dan kebutuhan primer lainnya di wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh, pemerintah juga melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap warga dengan menambah simpul-simpul keamanan di berbagai titik seperti dikerahkannya aparat kepolisian, mengajak warga untuk memasang bendera kebangsaan Azerbaijan di setiap rumah dan toko-toko serta membagikan bendera di jalan-jalan ataupun titik traffic light, menayangkan berita, pidato presiden, lagu-lagu militer yang dapat membakar semangat warga untuk menyerukan bahwa "Karabakh is Azerbaijan". Seperti di Real TV, Dunya TV, Lider TV, ATV, MTV Azerbaijan, Medeniyat TV. Tak hanya bendera Azerbaijan namun juga bendera Turki.
Peran Turki, Georgia, Rusia dan Iran
Perang ini memang unik karena melibatkan berbagai negara. Armenia yang penduduknya mayoritas kristen didukung oleh Iran yang mayoritas muslim Syiah. Armenia adalah negara pertama di dunia yang mengakui kristen sebagai agama resmi negaranya. Sedangkan Azerbaijan sebagai negara muslim dengan syiah sebagai mayoritas malah didukung oleh negara-negara non muslim seperti Israel dan Armenia.
Di Azerbaijan sendiri memang terdapat kampung Yahudi yang sudah lama dihuni oleh etnis Yahudi dan berlokasi dekat dengan kota Quba. Dukungan diplomatik yang utama tentu saja dari Turki sebagai sahabat dan saudara dekat satu etnis. Turki disinyalir mengirim pasukan eks kombatan ISIS dengan bayaran sekitar 30 juta rupiah perorang untuk berada digaris depan memperkuat pertahanan tentara Azerbaijan. Meski mereka sendiri tidak tahu mana kawan mana lawan.
Sebagai negara bekas jajahan Uni Sovyet dan masuk dalam wilayah Kaukasia, Georgia memilih untuk bersikap netral dan ingin menjadi mediator. Sementara Rusia dalam posisi dilema mengingat Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan sedang tidak harmonis. Dalam hal ini Rusia pun memilih bersikap netral. PM Armenia tersebut belum membahas meminta bantuan Moscow. Ia masih mengharapkan partisipasi dari Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO), yaitu aliansi militer yang ditandatangani oleh negara-negara Eropa Timur-Asia Tengah eks Uni Sovyet yaitu Rusia, Armenia, Kazakhstan, Kyrgystan, Tajikistan dan Uzbekistan.
Iran nampaknya akan kembali fokus pada persoalan Kaukasia Selatan. Karena selain Turki dan Rusia, pemgaruh Iran sebagai aktor regional sangat kuat. Terlebih kesepakatan nuklir blok barat Join Comprehensive on A Action (JCPOA) mengalami kegagalan. Iran akan bermain sangat hati-hati jika kedepan yang dihadapi adalah Turki dan Rusia. Turki menyatakan akan membela Azerbaijan baik di meja perindungan ataupun di medan perang, hal ini bertentangan dengan Perancis yang mendukung Armenia.
Dalam pidatonya di stasiun TV lokal (Madaniyat TV), Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev telah memerintahkan operasi kontra ofensif berskala besar. Hal itu dilakukan lantaran Armenia melakukan penyerangan bertubi-tubi terhadap Azerbaijan. Situasi ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi semua pihak. Indonesia sendiri sudah menyatakan agar perang segera dihentikan.
Di Balik konflik Nagorno-Karabakh
Perang Azerbaijan dan Armenia sejak 1988-1994 ini nampaknya akan terus menjadi perhatian dunia sejak. Satu sisi secara hukum internasional Nagorno-Karabakh masuk wilayah Azerbaijan, sementara wilayahnya dihuni etnis Armenia. Di sisi lain juga Nagorno-Karabakh ingin memisahkan diri dan merdeka sejak 1990 dan tidak diakui oleh negara manapun. Konflik Kaukasia Selatan akan mereda andai saja Armenia tidak mengganggu stabilitas keamanan di Nagorno-Karabakh apalagi sampai memprovokasi agar merdeka.
Turki dan Rusia menjadi barometer dalam konflik ini mengingat hal ini sudah diprediksi saat keruntuhan Uni Sovyet bahwa koridor pipa di Kaukasia Selatan merupakan jalur pipa sebagai akses pengiriman minyak dan gas ke pasar internasional dari laut Kaspia. Laut Kaspia sendiri sampai hari ini pun masih menjadi konflik. Dengan cadangan 16 % minyak dunia atau sekitar 200 Milyar barel, tentu menatim banyak pihal asing untuk melakukan eksploitasi. [yy/sindonews]
Kholidah Tamami
- Pemerhati Wilayah Kaukasia, Kandidat Ph.D Prodi Hubungan Internasional Baku State University Azerbaijan
Artikel Terkait:
Tentara Bayaran Yunani
Armenia Bawa Tentara Bayaran dari Yunani untuk Berperang
Fiqhislam.com - Armenia akan membawa tentara bayaran dari Yunani untuk berperang di wilayah Azerbaijan. Langkah Armenia ini membuat perang di wilayah itu semakin tak terkendali.
Asisten kepala kebijakan luar negeri dan presiden Azerbaijan, Hikmet Hajiyev menyatakan mereka memperoleh informasi bahwa orang asal Armenia dari beberapa negara Barat akan datang bertemur melawan Azerbaijan sebagai pejuang dan tentara bayaran.
“Kami serukan pada negara-negara itu untuk tetap menjauh dari provokasi semacam itu melawan Azerbaijan dan untuk mengambil langkah-langkah itu. Warga negara itu akan menjadi target jika mereka berpartisipasi dalam operasi militer,” ujar Hajiyev.
Hajiyev juga meminta para jurnalis asing yang bekerja di lokasi pasukan Armenia agar segera pergi karena mereka secara ilegal berada di wilayah itu.
Menurut dia, Armenia sengaja membawa para jurnalis asing ke wilayah yang sedang mengalami konflik intensif. Hajiyev menyatakan pemerintahan Yerevan bertanggung jawab atas keselamatan mereka.
Dia juga menekankan bahwa Armenia melancarkan serangan siber dari luar negeri terhadap Azerbaijan. “Mereka melakukan serangan siber pada ruang informasi Azerbaijan. Masalah ini harus diselesaikan dan otoritas terkait harus mengambil langkah yang diperlukan dalam hal ini,” ujar dia.
Perang di perbatasan terjadi sejak 27 September saat pasukan Armenia menargetkan pemukiman sipil Azerbaijan dan posisi militer, mengakibatkan beberapa korban.
Parlemen Azerbaijan mendeklarasikan status perang di beberapa kota dan wilayah setelah pelanggaran dan serangan oleh Armenia wilayah pendudukan Upper Karabakh yang juga disebut Nagorno-Karabakh.
Pada 28 September, Azerbaijan mendeklarasikan mobilitasi militer dalam konflik itu. [yy/sindonews]
Tentara Suriah Bantu Azerbaijan
Tentara Suriah Bantu Azerbaijan Perang dengan Armenia
Fiqhislam.com - Tuduhan Armenia yang menyebut Azerbaijan mendapat bantuan pejuang dari Turki bukan isapan jempol belaka. Baru-baru ini, seorang pejuang mengaku mendapatkan bayaran tinggi untuk berperang di Nagorno-Karabakh.
Armenia berulang kali menyebut adanya keterlibatan pasukan asing di kubu Azerbaijan dalam perang di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh yang telah berlangsung sejak pekan kemarin.
Sampai saat ini korban jiwa akibat perang tersebut diperkirakan telah mencapai 300 orang termasuk tentara dan warga sipil.
Yerevan mengatakan terdapat lebih dari 4.000 tentara pro-Turki asal Suriah serta mengirimkan sejumlah jet tempur F-16 yang disiagakan di bandara Baku.
Tuduhan yang dilontarkan Armenia muncul setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dalam pidatonya pada Rabu kemarin menyatakan dukungannya pada sekutu lamanya, Azerbaijan. Turki dan Azerbaijan sudah mengeluarkan bantahan terhadap tuduhan tersebut.
AFP baru-baru ini mewawancarai beberapa pejuang oposisi Suriah dari Aleppo dan Idlib yang bersiap untuk berangkat ke Kaukasus, zona konflik Armenia-Azerbaijan.
Abu Ahmad--bukan nama aslinya--mengatakan dirinya diminta berangkat ke Nagorno-Karabakh dengan iming-iming bayaran besar hingga 80 kali yang dia terima di Suriah.
Selama menunggu pemberangkatan, dia bersama pejuang lainnya ditempatkan di sebuah kamp pengungsi di bagian utara Suriah yang dikendalikan oleh pemberontak didukung Turki.
"Saya mendaftar untuk bertempur lebih dari seminggu ke Azerbaijan selama tiga bulan dengan bayaran 2.000 dolar AS (Rp29,7 juta) sebulan," kata pejuang 26 tahun saat dihubungi AFP menggunakan telepon.
Iming-iming bayaran besar serta dorongan untuk memberikan kehidupan lebih baik bagi keluarganya yang terdampak perang Suriah mendorong Abu Ahmad dan ribuan pejuang lainnya rela bertaruh nyawa di medan perang negara lain.
"Kami kehilangan desa dan rumah, kami tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan," lanjutnya.
"Saya menunggu giliran saya untuk pergi ke Azerbaijan untuk mendapatkan uang, kembali ke desa dan memulai bisnis," tambah pria yang sudah lima tahun jadi tentara pemberontak. [yy/iNews]