pustaka.png
basmalah2.png


17 Rabiul-Awwal 1445  |  Senin 02 Oktober 2023

Benarkah Ishaq bin Rahawaih Meletakkan Tangan Diatas Dada Saat Shalat?

Benarkah Ishaq bin Rahawaih Meletakkan Tangan Diatas Dada Saat Shalat?

Fiqhislam.com - Sufyan at-Tsauri (w. 161 H) Tidak Meletakkan Tangan Diatas Dada

Sufyan at-Tsauri (w. 161 H) adalah termasuk salah satu rawi yang meriwayatkan hadits diatas dada. Tetapi malah Ibnu al-Mundzir (w. 319 H) menyebutkan:

عن أبي هريرة، قال: «من السنة أن يضع الرجل يده اليمنى على اليسرى تحت السرة في الصلاة» وبه قال سفيان الثوري، وإسحاق

Dari Abu Hurairah mengatakan: Termasuk sunnah adalah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dibawah pusar saat shalat. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan as-Tsauri dan Ishaq (Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Mundzir w. 319 H, al-Ausath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, h. 3/ 94).

Kekurang Tepatan Tafsir al-Albani (w. 1420 H) Terhadap Perbuatan Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H)

Bisa dikatakan tokoh kontemporer yang cukup dianut dalam kaitan meletakkan tangan diatas dada adalah Muhammad Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H). Hal itu bisa dilacak dalam kitabnya Sifat Shalat Nabi dan kitab Irwa’ al-Ghalil.

Bahkan dalam kitab Irwa’ al-Ghalil, beliau berani memastikan bahwa yang “shahih” dari Nabi adalah meletakkan tangan diatas dada.

Pernyataan beliau adalah:

والذى صح عنه صلى الله عليه وآله وسلم فى موضع وضع اليدين إنما هو الصدر, وفى ذلك أحاديث كثيرة أوردتها فى تخريج صفة الصلاة

Yang shahih dari Nabi adalah meletakkan tangan diatas dada. Hal ini didasari dari hadits-hadits yang banyak yang telah saya sampaikan dalam kitab takhrij sifat shalat Nabi. (al-Albani w. 1420 H, Irwa’ al-Ghalil, h. 2/ 70)

Kita dapati al-Albani (w. 1420 H) dengan cukup yakin menyatakan bahwa inilah sifat shalatnya Nabi. Darimanakah keyakinan itu dibangun?

Menurut al-Albani (w. 1420 H), salah satu ulama yang paling mengamalkan sunnah Nabi ini adalah Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H). Al-Albani (w. 1420 H) berargumentasi dan berujar:

وأسعد الناس بهذه السنة الصحيحة الإمام إسحاق بن راهويه, فقد ذكر المروزى فى " المسائل " (ص 222) : " كان إسحاق يوترُ بنا ... ويرفع يديه فى القنوت ويقنت قبل الركوع، ويضع يديه على ثدييه، أو تحت الثديين "

“Orang yang paling bahagia mengamalkan sunnah yang “shahih” ini adalah Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H). Al-Maruzi dalam kitabnya al-Masail menyebutkan: Ishaq suatu ketika pernah shalat witir bersama kami. Lalu beliau mengengkat tangannya ketika qunut, beliau qunut sebelum ruku’. Beliau meletakkan kedua tangannya diatas kedua susunya, atau dibawah susunya..”(al-Albani w. 1420 H, Irwa’ al-Ghalil, h. 2/ 70)

Disini al-Albani (w. 1420 H) cukup provokatif dengan mengatakan bahwa "sunnah yang shahih" terkait meletakkan tangan diatas dada ini telah dilakukan oleh Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H).

Apakah benar seperti itu?

Pertama, tidak tepat jika pernyataan al-Maruzi al-Hanbali (w. 251 H) dipakai sebagai dalil bahwa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) meletakkan tangan diatas dada ketika shalat. Karena al-Maruzi (w. 251 H) dalam hal ini, sedang membicarakan tentang mengangkat tangan ketika doa qunut di bulan Ramadhan. Lebih jelasnya kita baca secara lengkap pernyataan al-Maruzi (w. 251 H) dalam kitab al-Masail:

وكان إسحاق يرى قضاء الوتر بعد الصبح ما لم يصل الفجر، ويرفع يديه في القنوت الشهر كله، ويقنت قبل الركوع، ويضع يديه على ثدييه أو تحت الثديين

Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) berpendapat bahwa seorang boleh qadha’ shalat witir setelah masuknya waktu shubuh, asalkan belum shalat shubuh. Doa qunut itu dengan mengangkat kedua tangan sebulan penuh (Bulan Ramadhan), beliau qunut sebelum ruku’. Beliau meletakkan tangannya diatas kedua susu atau dibawahnya. (Ishaq bin Manshur al-Maruzi al-Kausaj w. 251 H, Masa’il al-Imam Ahmad wa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), h. 9/ 4851)

Jadi maksud meletakkan tangan diatas kedua susu yang dilakukan oleh Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) adalah mengangkat tangan setinggi kedua susu/ dada saat doa qunut. Maka istidlal al-Albani (w. 1420 H) dengan apa yang dilakukan oleh Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) adalah kurang tepat dan cenderung dipaksa-paksakan.

Kedua, masih dalam kitab yang sama, bahkan al-Maruzi (w. 251 H) malah menyatakan bahwa pendapat Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) tidak seperti yang dinyatakan oleh al-Albani (w. 1420 H). al-Maruzi (w. 251 H) menuliskan:

قال إسحاق: كما قال تحت السرة أقوى في الحديث وأقرب إلى التواضع

Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) berkata: (meletakkan tangan saat shalat) dibawah pusar itu lebih kuat secara hadits dan lebih dekat kepada tawadhu’. (Ishaq bin Manshur al-Maruzi al-Kausaj w. 251 H, Masa’il al-Imam Ahmad wa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), h. 2/ 552)

Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) malah berpendapat bahwa meletakkan tangan dibawah pusar itu yang lebih kuat secara dalil hadits, bukan seperti yang dinyatakan oleh al-Albani (w. 1420 H). Hal ini senada dan cocok dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu al-Mundzir an-Naisaburi (w. 319 H). (Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Mundzir w. 319 H, al-Ausath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, h. 3/ 94).

Maka, pernyataan bahwa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) telah mengamalkan "sunnah shahihah"; meletakkan tangan di dada saat shalat ini kuranglah tepat.

Ta’ashub antara Fiqih Madzhabi dan Fiqih non-Madzhabi

Ada hal lain yang kita bisa simpulkan disini. Dalam belajar fiqih madzhabi, kita dituntut untuk menghormati pendapat madzhab lain, jika memang perbedaan pendapat itu disertai dalil. Perbedaan antar madzhab tidak menjadikan perpecahan diantara mereka. Dan mereka tidak ta’ashub terhadap pendapat pribadinya.

Justru sebaliknya, fiqih non-madzhabi mencoba menghilangkan perbedaan-perbedaan pandangan itu. Lantas mengajak pandangan lain untuk meyakini kebenaran pendapatnya sendiri. Bukankah itu namanya ainu at-ta’asshub; sejatinya ta’ashub. Disini kita bisa lihat, sebenarnya siapakah yang lebih ta’ashub?

Kesimpulan:

Beberapa hal yang kita bisa simpulkan adalah:

- Bersedekap dalam shalat hukumnya sunnah, tetapi dalil yang ada, yang lebih shahih adalah dalil bersedekap. Hal ini adalah pendapat dari jumhur ulama

- Adapun terkait dimana tangan diletakkan ketika sedekap, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan dibawah pusar, diatas pusar dibawah dada dan ada yang di dada.

- Jika memang meyakini bahwa salah satu tempat bersedekap itu lebih shahih secara dalil, silahkan dilakukan. wallahu a’lam. [yy/rumahfiqih]

Oleh Hanif Luthfi, Lc., MA