Fiqhislam.com - Sufyan Tsauri merupakan mazhab fikih. Setelah pindah ke Basrah Irak di akhir hidupnya, pemahaman fikih sang imam menjadi lebih dekat kepada orang-orang Umayyah dan Imam al-Auza'i. Dia menghabiskan sisa hidupnya dalam persembunyian setelah berselisih dengan Khalifah Muhammad bin Mansur al- Mahdi dari Daulah Abbasiyah.
Setelah wafat, mazhabnya dilanjutkan oleh murid-muridnya. Yang terkenal adalah Yahya al-Qattan. Dialah yang menyebarluaskan berbagai pemikiran Sufyan tentang fikih dan hadis. Mazhab Sauri yang tak lama bertahan tetap dikenang dalam sejarah keilmuan Islam. Be berapa aliran fikih dan teologi merujuk pemahaman tersebut.
Meski Sufyan sudah tiada, nasihatnya selalu dikenang hingga saat ini. "Waspadalah terhadap para penguasa, mendekat dan bergaul dengan mereka. Jangan tertipu dengan slogan bahwa Anda dapat mengusir ketidakadilan, semua ini adalah tipu daya iblis yang hanya dijadikan tangga untuk pencitraan." Pemahaman keagamaan Sufyan tidak jauh berbeda dengan ulama ahlusunah pada umumnya.
Tentang jihad, misalkan, ketika Muslim telah mampu melaksanakan kewajibannya maka dibolehkan berjihad. Kata tersebut bukan diartikan berperang menggunakan senjata saja. Segala daya dan upaya kebaikan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh adalah bagian dari jihad.
Sufyan dikenal sebagai salah seorang ahli zuhud bersama Amir bin abdul al- Qays, Abu Muslim al-Khawlani, Uways al-Qarani, Rabi bin Khutaym, Aswad bin Yazid, Masruq bin al-ajda, dan Hasan al- Basri. Mereka dikenal sebagai ahlusshuffah yang mengabdikan hidupnya untuk berzikir.
Ibnu Qayyim Jawzi pernah menceritakan perkataan Sufyan tentang Abu Hashim az-Zahid dalam bukunya yang berjudul as-Safwa. Dia belajar dari Abu Hashim as-Sufi tentang kemunafikan sederhana dalam diri sendiri.
Menurut Sufyan, orang yang terbaik adalah mereka yang sufi dan memahami syariah. "Allah telah mengambil keterasing an atas dunia agar pencarinya hanya hidup bersama dengan Dia dan bukan dengan dunia dan agar orang-orang yang taat datang kepada-Nya de ngan cara menghindari dunia. Orang-orang dengan pengetahuan tentang Allah (ahlul ma`rifah billah) adalah orang asing di dunia dan merindukan akhirat," jelas dia.
Pada saat kematiannya, mazhab Sauri dibawa murid-muridnya, termasuk Yah ya al-Qattan dan muridnya yang terakhir Ali bin Ja'd. Kaderisasi mazhab ini tidak bertahan, tapi pemikiran yuridisnya dan terutama penanggalan hadis sangat dihargai dalam Islam dan telah memengaruhi semua mazhab besar. [yy/republika]
Mengenal Teladan Sufyan Tsauri
-
Mengenal Teladan Sufyan Tsauri
Fiqhislam.com - Sufyan Tsauri merupakan seorang alim. Sejarah mencatat dia sebagai penghafal Alquran dan ahli hukum. Banyak hadis diriwayatkan nya, sehingga menjadi rujukan umat Islam dalam menjalani kehidupan.
Dia lahir di Kufah, Irak, 96 Hijriyah atau 716 Masehi. Dalam keluarga taat agama, dia dibesarkan oleh ayahnya Sa'id bin Masruq. Dari kecil, dia sudah di ajarkan bersikap mulia. Harus jujur dalam berkata. Amanah dalam menjalankan tugas. Kemudian, menyampaikan pesan orang tua apa adanya kepada masyarakat. Sikap tersebut membuatnya di percaya umat Islam, sehingga dia dikenal sebagai ahli hadis di Kufah.
Ibunya merupakan Muslimah yang zuhud dan selalu mensyukuri kehidupan. Ibu yang merupakan guru pertama di dunia ini selalu mengarahkannya untuk menuntut ilmu. Ketekunan dia melaksanakan perintah sang ibu membuatnya mampu menghafal Alquran dan hadis. Didikan yang sama juga diterima saudara Sufyan, yaitu Umar bin Sa'id dan Ummu Ammar. Keduanya juga menjadi ahli hadis yang banyak meriwayatkan sabda Rasulullah.
Seperti anak pada umumnya, Sufyan selalu mengidolakan ayah. Melalui Said, dia dan dua orang saudaranya mempelajari sabda-sabda Rasulullah dalam berbagai hal. Mereka mempelajari sanad dan syarat meriwayatkan hadis. Kemudian, mendalami konten hadis yang terkait dengan sejarah, syariat, dan banyak lagi.
Selain itu, Sufyan juga banyak belajar kepada ulama di Kufah, Bashrah, dan Hijaz. Ulama besar yang pernah men jadi gurunya, antara lain, Syu'bah, Yahya bin Sa'id Qaththan, Imam Malik, al-Auza'i, Ibnu Mubarak, dan Sufyan bin Uyai nah. Fikih, hadis, sejarah, dan banyak lagi tertanam di hati Sufyan serta menjadi bekal hidup.
Pengetahuan itu membentuk sikap dan pemikirannya. Ketika perang saudara (Shiffin pada 657 M) terjadi, Sufyan memihak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib. Peperangan itu bermula dari desakan Muawiyah bin Abi Sofyan untuk menghukum pembunuh Khalifah Usman bin Affan. Desakan itu selalu menjadi alasan Muawiyah untuk mengonso lidasikan massa, sehingga melawan kekhalifahan Sayidina Ali.
Perang ini memecah pandangan tentang kepemimpinan, aliran teologi Syiah mengimani Ali sebagai imam pertama mereka. Sedangkan, mazhab Sunni tetap berpendirian Sayidina Ali sebagai khalifah keempat. Kedudukan Ali sebagai khalifah setelah Usman tidak diubah dalam sejarah. Sementara itu, Muawiyah mendirikan kerajaan sendiri, Daulah Bani Umayyah.
Dalam konflik tersebut, Sufyan memihak kepada Sayidina Ali. Dia mengecam kepemimpinan Muawiyah karena mereka seharusnya menaati Khalifah Ali. Tapi, setelah peperangan usai, Sufyan lebih memilih tidak memihak siapa pun. Sikap itu ditunjukkannya saat tinggal di Basrah pada 748 M.
Meski sudah menyatakan tidak memihak siapa pun, pihak Muawiyah tetap mendekati Sufyan. Pendiri Umay yah itu menawarkan posisi penasihat khalifah. Tawaran itu ditolak, meskipun berkalikali datang. Dia juga menolak berbagai tawaran jabatan tinggi. [yy/republika]