Sejarah Hidup Muhammad Saw: Baiat Saqifah Bani Sa'idah
Fiqhislam.com - Usamah bin Zaid yang telah melihat Nabi pagi itu pergi ke masjid, seperti orang-orang Islam yang lain, dia pun menduga bahwa Nabi sudah sembuh. Bersama-sama dengan anggota pasukan yang hendak diberangkatkan ke Syam, ia kembali ke Madinah.
Usamah pergi ke rumah Aisyah dan menancapkan benderanya di depan pintu rumah itu, sambil menantikan keadaan kaum Muslimin.
Sebenarnya, Muslimin sendiri dalam keadaan bingung. Setelah mereka mendengar pidato Abu Bakar dan yakin sudah bahwa Rasulullah SAW sudah wafat, mereka lalu terpencar-pencar.
Golongan Anshar menggabungkan diri kepada Saad bin Ubadah di Saqifah (semacam balairung) Bani Sa'idah; Ali bin Abi Talib, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah menyendiri pula di rumah Fatimah; pihak Muhajirin, termasuk Usaid bin Hudzair dari Bani Abdul-Asyhal menggabungkan diri kepada Abu Bakar.
Sementara Abu Bakar dan Umar dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada orang datang menyampaikan berita kepada mereka, bahwa Anshar telah menggabungkan diri kepada Saad bin Ubadah, dengan menambahkan bahwa, "Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan dengan mereka, segera susullah mereka, sebelum keadaan jadi berbahaya.
Jenazah Rasulullah SAW masih di dalam rumah, belum lagi dimakamkan dan keluarganya juga sudah menutupkan pintu.
"Baiklah," kata Umar menujukan kata-katanya kepada Abu Bakar. "Kita berangkat ke tempat saudara-saudara kita dari Anshar itu, supaya dapat kita lihat keadaan mereka."
Ketika sampai di Saqifah Bani Sa'idah, Abu Bakar dan Umar melihat di tengah-tengah mereka (Anshar) ada seorang laki-laki yang sedang berselubung. "Siapa ini?" tanya Umar.
"Saad bin Ubadah. Dia sedang sakit," jawab mereka.
Setelah pihak Muhajirin duduk, salah seorang dari Anshar berpidato. "Kami adalah Ansharullah dan pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin sekelompok kecil dari kami yang datang ke mari mewakili golongan tuan-tuan. Ternyata mereka itu mau menggabungkan kami dan mengambil hak kami serta mau memaksa kami."
Yang demikian ini memang merupakan jiwa Anshar sejak masa hidup Nabi. Oleh karena itu, begitu Umar mendengar kata-kata tersebut, ia ingin segera menangkisnya. Tetapi oleh Abu Bakar ditahan, sebab sikapnya yang keras sangat menghawatirkan.
"Sabarlah, Umar!" katanya.
Kemudian Abu Bakar berbicara kepada kaum Anshar. "Saudara-saudara, kami dari pihak Muhajirin orang yang pertama menerima Islam, keturunan kami baik-baik, keluarga kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang kepada Rasulullah. Kami sudah Islam sebelum kalian dan di dalam Alquran juga kami didahulukan dari kalian, seperti dalam firman Allah, "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik..." (QS. At-Taubah: 100).
"Jadi, lanjut Abu Bakar, "Kami Muhajirin dan kalian adalah Anshar, saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan perang dan mengeluarkan pajak serta penolong-penolong kami dalam menghadapi musuh. Apa yang telah kalian katakan, bahwa segala kebaikan ada pada kalian, itu sudah pada tempatnya. Kalianlah dari seluruh penghuni bumi ini yang patut dipuji. Dalam hal-ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan Quraisy ini. Jadi, dari pihak kami para amir dan dari pihak tuan-tuan para wazir."
Ketika itu salah seorang dari kalangan Anshar ada yang marah, lalu berkata, "Saudara-saudara Quraisy, dari kami seorang amir dan dari kalian juga seorang amir."
"Dari kami para amir dan dari kalian para wazir," kata Abu Bakar. "Aku menyetujui salah seorang dari yang dua ini untuk kita. Berikanlah baiat kalian kepada yang mana saja yang kalian sukai."
Lalu Abu Bakar mengangkat tangan Umar bin Khathab dan tangan Abu Ubaidah bin Jarrah. Kemudian timbul suara-suara ribut dan gaduh. Hal ini dikhawatirkan akan membawa pertentangan.
Ketika itu Umar lalu berkata dengan suaranya yang lantang, "Abu Bakar, bentangkan tanganmu!"
Abu Bakar membentangkan tangan dan dibaiat. "Wahai Abu Bakar, bukankah Nabi sudah menyuruhmu supaya engkaulah yang memimpin kaum Muslimin shalat? Engkaulah penggantinya (khalifah). Kami akan membaiat orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini," kata Umar.
Kata-kata ini ternyata sangat menyentuh hati Muslimin yang hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi sampai pada hari terakhir orang melihatnya. Dengan demikian, pertentangan di kalangan mereka dapat dihilangkan. Pihak Muhajirin datang memberikan baiat, kemudian pihak Anshar juga memberikan baiatnya.
Ketika keesokan harinya Abu Bakar duduk di atas mimbar, Umar bin Khathab tampil berbicara sebelum Abu Bakar. "Kepada saudara-saudara sekalian, kemarin aku sudah mengucapkan kata-kata yang tidak terdapat dalam Kitabullah, juga bukan suatu pesan yang diberikan Rasulullah kepadaku. Tetapi ketika itu aku berpendapat, bahwa Rasulullah yang akan mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang tinggal bersama-sama kita."
"Tetapi Allah telah meninggalkan Quran buat kita, yang juga menjadi penuntun Rasul-Nya. Kalau kita berpegang pada Kitab itu, Allah menuntun kita, yang juga telah menuntun Rasulullah. Sekarang Allah telah menyatukan persoalan kita di tangan sahabat Rasulullah SAW yang terbaik di antara kita dan salah seorang dari dua orang, ketika keduanya itu berada dalam gua. Maka marilah kita baiat dia."
Ketika itu orang lalu memberikan baiatnya kepada Abu Bakar sebagai baiat umum setelah Baiat Saqifah.
Selesai baiat, kemudian Abu Bakar berdiri. Di hadapan mereka itu ia mengucapkan sebuah pidato yang dapat dipandang sebagai contoh yang sungguh bijaksana dan sangat menentukan.
Abu Bakar RA berkata, "Saudara-saudara, aku sudah dijadikan penguasa atas kamu sekalian, dan aku bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Kalau aku berlaku baik, bantulah aku! Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat di mataku, sesudah haknya nanti kuberikan kepadanya, insya Allah. Dan orang yang kuat, buatku adalah lemah sesudah haknya itu nanti aku ambil, insya Allah."
"Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana pada mereka. Taatilah aku, selama aku taat kepada (perintah) Allah dan Rasul-Nya! Tetapi apabila aku melanggar (perintah) Allah dan Rasulullah, maka gugurlah kesetiaanmu kepadaku. Laksanakanlah shalat, niscaya Allah akan merahmati kalian semua!"