9 Ramadhan 1444  |  Jumat 31 Maret 2023

basmalah.png

Kapan Rasulullah Mulai Belajar Bisnis

Kapan Rasulullah Mulai Belajar Bisnis

Fiqhislam.com - Sang uswatun khasanah, Rasulullah SAW, juga merupakan seorang pedagang ulung. Hidup di tengah keluarga pedagang membuatnya terlibat dalam perdagangan sejak usia belia. Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfurry dalam Sirah Nabawiyyah menyebutkan, saat itu usia nabi baru bekisar 12 tahun.

Dia turut serta dalam perjalanan dagang pamannya, Abu Thalib. Inilah perjalanan dagang pertama Muhammad. Pada perjalanan inilah terjadi sebuah pertemuan nabi dengan rahib Nasrani yang mengenalinya sebagai bakal utusan Allah yang terakhir.

Bisnis dagang Rasulullah secara mandiri baru dimulai ketika dia mencapai usia remaja. Rasulullah berdagang bersama As-Saib bin Abus-Saib yang merupakan rekanan terbaik, tidak pernah saling curang dan saling berselisih. Al Mubarakfury menyebutkan, dalam berdagang, nabi dikenal dengan setinggi-tingginya nilai amanah, nilai kejujuran, dan sikap menjaga kehormatan diri. Inilah karakternya di segenap sisi kehidupannya, hingga diberi gelar al-Amin.



Usaha perdagangan Rasulullah pun tidak main-main. Dia telah terlibat dalam perdagangan internasional sejak remaja. Di usia 17 tahun, Muhammad telah memimpin sebuah ekspedisi perdagangan ke luar negeri. Afzalur Rahman dalam buku Muhammad A Trader menyebutkan, reputasi Rasulullah dalam dunia bisnis demikian bagus, sehingga dia dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah, dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Afzalur Rahman juga mencatat, dalam ekspedisi perdagangannya Muhammad telah mengarungi 17 negara ketika itu, sebuah aktivitas perdagangan yang luar biasa.

Kesuksesan bisnis Rasulullah pun makin cemerleng ketika  dia bertemu Ummul Mukminin Khadijah. Sebelum mempersunting Khadijah, Rasulullah merupakan rekan bisnis Khadijah. Buku Khadijah: The True Love Story of Muhammad mengkisahkan, suatu hari Khadijah mendengar kabar tentang pemuda yang sangat terpercaya di kalangan Arab, dialah Rasulullah Muhammad. Tertarik menjadikan pemuda itu karyawannya, Khadijah pun memanggilnya. Muhammad pun menerima tawaran Khadijah dengan senang hati.

Khadijah pun mengirim Rasulullah sebagai pemimpin kafilah dagang ke negeri Syam. Seorang budak kepercayaan Khadijah bernama Maysarah pun ikut serta dalam kafilah tersebut. Menurut Maysarah, selama ia mengikuti kafilah dagang nabi, ia melihat dua malaikat membawa awan di atas kepala nabi untuk melindunginya dari terik matahari. Di tangan Rasulullah, hasil perdagangan mengalami peningkatan. Bisnis Khadijah di negeri Syam pun semakin besar, laba yang dihasilkan meningkat tajam. Keputusan Khadijah memilih Muhammad sebagai tangan kanan bisnisnya menjadi keputusan tepat. Ia pun terus bermitra dengan Rasulullah dalam menjalankan bisnis tersebut.

Profesi sebagai pedagang ditekuni Rasulullah sampai dia diangkat menjadi nabi dan rasul di usia yang ke- 40. Muhammad Sulaiman PhD dan Aizuddinur Zakaria dalam Jejak Bisnis Rasul mencatat pengalaman kerja Rasulullah sebagai berikut. Usia delapan sampai 12 tahun menggembala domba, usia 12 tahun ikut berdagang ke negeri Syam dengan rombongan pamannya, Abu Thalib. Usia 25 tahun, menjadi pengelola perdagangan Siti Khadijah yang berangkat ke negeri Syam. Usia 40-63 menjadi rasul. [yy/republika]

 

Kapan Rasulullah Mulai Belajar Bisnis

Fiqhislam.com - Sang uswatun khasanah, Rasulullah SAW, juga merupakan seorang pedagang ulung. Hidup di tengah keluarga pedagang membuatnya terlibat dalam perdagangan sejak usia belia. Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfurry dalam Sirah Nabawiyyah menyebutkan, saat itu usia nabi baru bekisar 12 tahun.

Dia turut serta dalam perjalanan dagang pamannya, Abu Thalib. Inilah perjalanan dagang pertama Muhammad. Pada perjalanan inilah terjadi sebuah pertemuan nabi dengan rahib Nasrani yang mengenalinya sebagai bakal utusan Allah yang terakhir.

Bisnis dagang Rasulullah secara mandiri baru dimulai ketika dia mencapai usia remaja. Rasulullah berdagang bersama As-Saib bin Abus-Saib yang merupakan rekanan terbaik, tidak pernah saling curang dan saling berselisih. Al Mubarakfury menyebutkan, dalam berdagang, nabi dikenal dengan setinggi-tingginya nilai amanah, nilai kejujuran, dan sikap menjaga kehormatan diri. Inilah karakternya di segenap sisi kehidupannya, hingga diberi gelar al-Amin.



Usaha perdagangan Rasulullah pun tidak main-main. Dia telah terlibat dalam perdagangan internasional sejak remaja. Di usia 17 tahun, Muhammad telah memimpin sebuah ekspedisi perdagangan ke luar negeri. Afzalur Rahman dalam buku Muhammad A Trader menyebutkan, reputasi Rasulullah dalam dunia bisnis demikian bagus, sehingga dia dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah, dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Afzalur Rahman juga mencatat, dalam ekspedisi perdagangannya Muhammad telah mengarungi 17 negara ketika itu, sebuah aktivitas perdagangan yang luar biasa.

Kesuksesan bisnis Rasulullah pun makin cemerleng ketika  dia bertemu Ummul Mukminin Khadijah. Sebelum mempersunting Khadijah, Rasulullah merupakan rekan bisnis Khadijah. Buku Khadijah: The True Love Story of Muhammad mengkisahkan, suatu hari Khadijah mendengar kabar tentang pemuda yang sangat terpercaya di kalangan Arab, dialah Rasulullah Muhammad. Tertarik menjadikan pemuda itu karyawannya, Khadijah pun memanggilnya. Muhammad pun menerima tawaran Khadijah dengan senang hati.

Khadijah pun mengirim Rasulullah sebagai pemimpin kafilah dagang ke negeri Syam. Seorang budak kepercayaan Khadijah bernama Maysarah pun ikut serta dalam kafilah tersebut. Menurut Maysarah, selama ia mengikuti kafilah dagang nabi, ia melihat dua malaikat membawa awan di atas kepala nabi untuk melindunginya dari terik matahari. Di tangan Rasulullah, hasil perdagangan mengalami peningkatan. Bisnis Khadijah di negeri Syam pun semakin besar, laba yang dihasilkan meningkat tajam. Keputusan Khadijah memilih Muhammad sebagai tangan kanan bisnisnya menjadi keputusan tepat. Ia pun terus bermitra dengan Rasulullah dalam menjalankan bisnis tersebut.

Profesi sebagai pedagang ditekuni Rasulullah sampai dia diangkat menjadi nabi dan rasul di usia yang ke- 40. Muhammad Sulaiman PhD dan Aizuddinur Zakaria dalam Jejak Bisnis Rasul mencatat pengalaman kerja Rasulullah sebagai berikut. Usia delapan sampai 12 tahun menggembala domba, usia 12 tahun ikut berdagang ke negeri Syam dengan rombongan pamannya, Abu Thalib. Usia 25 tahun, menjadi pengelola perdagangan Siti Khadijah yang berangkat ke negeri Syam. Usia 40-63 menjadi rasul. [yy/republika]

 

Ekonomi Dagang Bangsa Arab Pra-Islam

Ekonomi Dagang Bangsa Arab Pra-Islam


Fiqhislam.com - Islam lahir di tanah Arab, di mana masyarakatnya sangat dekat dengan dunia bisnis atau perdagangan. Sebelum Islam datang, bangsa Arab biasa menopang hidup dengan jual beli. Pasalnya, mereka tak memiliki sumber daya alam yang dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sebagian besar tanah Arab merupakan kawasan tandus nan gersang. Mereka tak dapat mengelola pertanian, kecuali di beberapa kawasan kecil yang lahannya subur. Kendati dipenuhi padang pasir, lokasinya sangat strategis di tengah-tengah belahan dunia.

Di sanalah pertemuan jalur perdagangan dunia antara Timur Jauh dan Barat. Di darat, jalur perdagangan dari India melalui Asia Tengah kemudian ke Iran, Irak, dan Laut Tengah. Pun jalur laut, melalui teluk Arab dan sekitar jazirah ke Laut Merah. Tak heran jika kemudian perdagangan menjadi andalan perekonomian bangsa Arab.

Dalam surat al-Quraisy Allah melukiskan satu contoh dari kaum Quraisy (leluhur Rasulullah dan petinggi bangsa Arab) yang telah mampu menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumber daya alam di negeri mereka. Allah berfirman, “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Yaitu) kebiasaan melakukan perjalan dagang pada musim dingin dan musim panas.”

Para ahli tafsir, baik klasik, seperti al-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari, maupun kontemporer, seperti, al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Qutb, sepakat perjalanan dagang musim dingin dilakukan ke utara, seperti Syria, Turki, Bulgaria, Yunani, dan sebagian Eropa Timur. Sementara, perjalanan musim panas dilakukan ke selatan, seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama dengan para pedagang Cina dan India yang singgah di pelabuhan internasional Aden.

Philip K Hitti dalam History of the Arabs bahkan menyebut bangsa Arab sebagai pelaku hubungan internasional paling awal. Menurutnya, kawasan semenanjung Arab telah dikenal baik bangsa Yunani dan Romawi karena lokasinya berada di jalur perdagangan mereka menuju India dan Cina. Penduduk Semenanjung Arab merupakan para pedagang perantara di laut-laut selatan, seperti halnya bangsa mediterania.

Karena lokasi yang strategis inilah penguasa dunia, Romawi selalu berkeinginan mengekspansi tanah Arab. Tujuannya, untuk menguasai rute perjalanan dagang yang dimonopoli bangsa Arab. Tapi, mereka tak pernah mampu menguasai orang-orang Arab.

Mukhtar Yahya dalam bukunya Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam menyebutkan, begitu banyak bangsa Arab kuno yang menguasai jalur perdagangan internasional. Di antaranya, Tadmur, Saba', Nabath, Himyar, dan sebagainya.

Sebagai contoh, orang Tadmur di Syam (sekarang Suriah). Mereka terkenal sebagai penguasa perniagaan internasional. Yahya mengatakan, di Kota Tadmur ini bertemu  perdagangan dari Timur ke Barat, yakni dari Eropa menuju Mesopotamia. Pun,  perdagangan dari Selatan ke Utara, yakni pedagang bangsa Timur (Cina, India), menuju Barat (Eropa) melalui Yaman.

“Maka  perdagangan internasional ini kesemuanya bertemu di Tadmur. Dengan perkataan lain, jadilah Kota Tadmur “Mutiara Padang Pasir” itu sebuah kota tempat bertemunya kafilah-kafilah perniagaan yang datang dari empat penjuru dunia yang terkenal di masa itu, pulang pergi,” kata Yahya.

Haramain

Lalu, bagaimana dengan kondisi dua kota suci sebelum Islam datang? Baik Makkah ataupun Madinah, keduanya menjadi kota perdagangan yang makmur. Keduanya merupakan jalur perdagangan rempah-rempah dari selatan ke utara. Bahkan, Hitti menuturkan, jauh sebelum dilintasi “jalur rempah-rempah”, Makkah telah lama menjadi tempat persinggahan perjalanan dagang dari Ma'rib ke Gaza. Masyarakat Makkah yang progresif dan memiliki naluri dagang berhasil mengubah kota tersebut menjadi pusat kemakmuran. Kemakmuran tersebut terjadi, terutama saat Makkah dipimpin Kabilah Quraisy, nenek moyang Rasulullah.

Begitu pula dengan Madinah. Yatsrib, nama kuno Madinah, merupakan kota penghubung jalur perdagangan antara Yaman dan Suriah. Suburnya pohon kurma yang tumbuh di sana membuat kota tersebut makin ternama. [yy/republika]