pustaka.png
basmalah2.png


15 Dzulqa'dah 1444  |  Minggu 04 Juni 2023

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 173: Hikmah Keharaman Babi

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 173: Hikmah Keharaman Babi

Fiqhislam.com - Berikut ini adalah teks, terjemahan, kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 173:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Innamā harrama ‘alaikumul-maitata wad-dama wa laḫmal-khinzīri wa mā uhilla bihī lighairillāh, fa manidlthurra ghaira bāghiw wa lā ‘ādin fa lā itsma ‘alaīh, innallāha ghafūrur rahīm.

Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 173

Pada ayat 173 surat Al-Baqarah di atas Allah mengharamkan orang untuk memakan bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah. Namun ada pengecualian limpa dan hati yang merupakan bagian dari darah. Demikian juga bangkai ikan dan belalang. Keempatnya dihukumi halal untuk dikonsumsi. Sebagaimana Imam As-Suyuthi dalam tafsirnya meriwayatkan sebagai berikut:

أخرج أحمد وابن ماجه والدراقطني والحاكم وابن مردويه عن ابن عمر قال: قال رسول الله صم: أحلت لنا ميتتان ودمان: السمك والجراد والكبد والطحال

“Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daraqutni, Al-Hakim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah: ikan, belalang, hati dan limpa.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Addurul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, [Beirut, Darul Fikr: 1433 H/2011 M], juz I, halaman 407).

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan makna lafal “Innamā harrama ‘alaikumul-maita”, yaitu Allah mengharamkan umat Islam untuk memakan bangkai dan mengambil kemanfaatan darinya. Maksud dari bangkai di sini ialah hewan yang mati tanpa disembelih dengan sembelihan syar’i, dengan mengecualikan dua bangkai yang diperbolehkan oleh syariat yaitu bangkai ikan dan belalang. Seperti halnya limpa yang dikecualikan dari (golongan) darah.

Adapun lafal “Wad-dama wa laḫmal-khinzīri ”, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa Allah juga mengharamkan darah dan seluruh bagian babi (bukan hanya daging saja). Disebutkannya lafal “al-lahm” yang memiliki makna daging dikarenakan biasanya yang menjadi objek untuk dimakan adalah daging.

Pada lafal selanjutnya “wa mā uhilla bihī lighairillāh”, maksudnya ialah hewan-hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah. Dalam penafsiran pada lafal ini, Syekh Nawawi juga memberi peringatan kepada orang-orang yang menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah dengan berkata:

Ulama berkata, jika seorang muslim menyembelih dengan tujuan mendekatkan diri kepada selain Allah, maka ia murtad dan sembelihannya ialah sembelihan orang murtad.”

Hal tersebut didasarkan sebab dulu orang-orang kafir menyembelih dengan melantangkan suaranya dengan menyebut berhala sesembahan mereka.

Terkait makna orang yang terpaksa tanpa berlebihan dan melewati batas yang mendapatkan rukhsah dari Allah pada lafal “fa manidlthurra ghaira bāghiw wa lā ‘ādin fa lā itsma ‘alaīh”, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa maksud dari orang yang terpaksa tersebut digambarkan dengan orang yang terkena kelaparan berat (sekiranya mengancam nyawa) dan tidak menemukan makanan lain yang halal. Ia dapat memakan makanan haram hanya sekedar untuk menyambung nyawanya saja. Atau digambarkan dengan orang yang dipaksa (dengan taruhan nyawanya) untuk memakannya.

Kebolehan tersebut disyaratkan dengan tidak adanya unsur “Al-Baghyu” dan “At-Ta'addi”, yang dijelaskan oleh Syekh Nawawi, yaitu bukan untuk mencari keenakan atau kelezatan dan melewati batas dengan melebihi dari hanya sekedar menyambung nyawa”. Orang-orang yang berada dalam keadaan demikian tidak mendapatkan dosa dengan apa yang mereka lakukan sebab Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Karenanya Allah mengakhiri ayat ini dengan lafal “innallāha ghafūrur rahīm”, dengan makna bahwa Allah mengampuni orang-orang yang memakan makanan yang haram dalam keadaan terpaksa dan Ia Maha Pengasih karena memperbolehkan hal tersebut untuk sekadar kebutuhan. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimt Tanzil, juz I, halaman 39).

Syekh Muhammad Ali As-Shabuni dalam tafsirnya menjelaskan hikmah diharamkannya bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah.

Pertama, hikmah diharamkannya bangkai dikarenakan memiliki banyak bahaya di dalamnya. Dikarenakan bangkai adakalanya mati karena penyakit yang merusak badannya sehingga ia mati atau ia mati karena sebab tertentu (tertabrak, jatuh semisal). Hewan yang mati karena penyakit maka dagingnya buruk dan terkotori dengan banyaknya penyakit. Dikhawatirkan hal tersebut dapat menyebabkan orang yang memakannya juga akan terkena penyakit. Sedangkan hewan yang mati kaget karena sebab tertentu memungkinkan adanya sesuatu yang berbahaya pada tubuhnya.

Kedua, hikmah diharamkannya darah dikarenakan darah merupakan sesuatu yang kotor dan berbahaya (untuk dikonsumsi). Ilmu medis menetapkan bahwa darah berbahaya sebagaimana bangkai karena terdapat banyak materi berbahaya di dalamnya (seperti mikroba jahat).

Ketiga, hikmah diharamkannya daging babi karena asupan babi diperoleh dari kotoran dan najis. Juga dikarenakan ilmu kedokteran telah mengungkapkan bahwa daging babi mengandung zat-zat yang sulit untuk terurai.

Keempat, adapun hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah diharamkan bukan karena terdapat penyakit di dalamnya. Melainkan karena memalingkan kepada selain Allah. Daging hewan tersebut diharamkan karena 'illat ruhiyah untuk keselamatan hati dan sucinya ruh dari kotoran. Islam sangat menjaga agar umatnya selalu menghadapkan dirinya untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya. (Muhammad Ali As-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam minal Qur’an, [Beirut, Muassasah Manahilul Irfan: 1400 H/ 1980 M], juz I, halaman 166). [yy/NU-Online]

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab
Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 173: Hikmah Keharaman Babi

Fiqhislam.com - Berikut ini adalah teks, terjemahan, kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 173:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Innamā harrama ‘alaikumul-maitata wad-dama wa laḫmal-khinzīri wa mā uhilla bihī lighairillāh, fa manidlthurra ghaira bāghiw wa lā ‘ādin fa lā itsma ‘alaīh, innallāha ghafūrur rahīm.

Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 173

Pada ayat 173 surat Al-Baqarah di atas Allah mengharamkan orang untuk memakan bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah. Namun ada pengecualian limpa dan hati yang merupakan bagian dari darah. Demikian juga bangkai ikan dan belalang. Keempatnya dihukumi halal untuk dikonsumsi. Sebagaimana Imam As-Suyuthi dalam tafsirnya meriwayatkan sebagai berikut:

أخرج أحمد وابن ماجه والدراقطني والحاكم وابن مردويه عن ابن عمر قال: قال رسول الله صم: أحلت لنا ميتتان ودمان: السمك والجراد والكبد والطحال

“Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daraqutni, Al-Hakim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah: ikan, belalang, hati dan limpa.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Addurul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, [Beirut, Darul Fikr: 1433 H/2011 M], juz I, halaman 407).

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan makna lafal “Innamā harrama ‘alaikumul-maita”, yaitu Allah mengharamkan umat Islam untuk memakan bangkai dan mengambil kemanfaatan darinya. Maksud dari bangkai di sini ialah hewan yang mati tanpa disembelih dengan sembelihan syar’i, dengan mengecualikan dua bangkai yang diperbolehkan oleh syariat yaitu bangkai ikan dan belalang. Seperti halnya limpa yang dikecualikan dari (golongan) darah.

Adapun lafal “Wad-dama wa laḫmal-khinzīri ”, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa Allah juga mengharamkan darah dan seluruh bagian babi (bukan hanya daging saja). Disebutkannya lafal “al-lahm” yang memiliki makna daging dikarenakan biasanya yang menjadi objek untuk dimakan adalah daging.

Pada lafal selanjutnya “wa mā uhilla bihī lighairillāh”, maksudnya ialah hewan-hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah. Dalam penafsiran pada lafal ini, Syekh Nawawi juga memberi peringatan kepada orang-orang yang menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah dengan berkata:

Ulama berkata, jika seorang muslim menyembelih dengan tujuan mendekatkan diri kepada selain Allah, maka ia murtad dan sembelihannya ialah sembelihan orang murtad.”

Hal tersebut didasarkan sebab dulu orang-orang kafir menyembelih dengan melantangkan suaranya dengan menyebut berhala sesembahan mereka.

Terkait makna orang yang terpaksa tanpa berlebihan dan melewati batas yang mendapatkan rukhsah dari Allah pada lafal “fa manidlthurra ghaira bāghiw wa lā ‘ādin fa lā itsma ‘alaīh”, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa maksud dari orang yang terpaksa tersebut digambarkan dengan orang yang terkena kelaparan berat (sekiranya mengancam nyawa) dan tidak menemukan makanan lain yang halal. Ia dapat memakan makanan haram hanya sekedar untuk menyambung nyawanya saja. Atau digambarkan dengan orang yang dipaksa (dengan taruhan nyawanya) untuk memakannya.

Kebolehan tersebut disyaratkan dengan tidak adanya unsur “Al-Baghyu” dan “At-Ta'addi”, yang dijelaskan oleh Syekh Nawawi, yaitu bukan untuk mencari keenakan atau kelezatan dan melewati batas dengan melebihi dari hanya sekedar menyambung nyawa”. Orang-orang yang berada dalam keadaan demikian tidak mendapatkan dosa dengan apa yang mereka lakukan sebab Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Karenanya Allah mengakhiri ayat ini dengan lafal “innallāha ghafūrur rahīm”, dengan makna bahwa Allah mengampuni orang-orang yang memakan makanan yang haram dalam keadaan terpaksa dan Ia Maha Pengasih karena memperbolehkan hal tersebut untuk sekadar kebutuhan. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimt Tanzil, juz I, halaman 39).

Syekh Muhammad Ali As-Shabuni dalam tafsirnya menjelaskan hikmah diharamkannya bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah.

Pertama, hikmah diharamkannya bangkai dikarenakan memiliki banyak bahaya di dalamnya. Dikarenakan bangkai adakalanya mati karena penyakit yang merusak badannya sehingga ia mati atau ia mati karena sebab tertentu (tertabrak, jatuh semisal). Hewan yang mati karena penyakit maka dagingnya buruk dan terkotori dengan banyaknya penyakit. Dikhawatirkan hal tersebut dapat menyebabkan orang yang memakannya juga akan terkena penyakit. Sedangkan hewan yang mati kaget karena sebab tertentu memungkinkan adanya sesuatu yang berbahaya pada tubuhnya.

Kedua, hikmah diharamkannya darah dikarenakan darah merupakan sesuatu yang kotor dan berbahaya (untuk dikonsumsi). Ilmu medis menetapkan bahwa darah berbahaya sebagaimana bangkai karena terdapat banyak materi berbahaya di dalamnya (seperti mikroba jahat).

Ketiga, hikmah diharamkannya daging babi karena asupan babi diperoleh dari kotoran dan najis. Juga dikarenakan ilmu kedokteran telah mengungkapkan bahwa daging babi mengandung zat-zat yang sulit untuk terurai.

Keempat, adapun hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah diharamkan bukan karena terdapat penyakit di dalamnya. Melainkan karena memalingkan kepada selain Allah. Daging hewan tersebut diharamkan karena 'illat ruhiyah untuk keselamatan hati dan sucinya ruh dari kotoran. Islam sangat menjaga agar umatnya selalu menghadapkan dirinya untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya. (Muhammad Ali As-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam minal Qur’an, [Beirut, Muassasah Manahilul Irfan: 1400 H/ 1980 M], juz I, halaman 166). [yy/NU-Online]

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab
Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.

5 Alasan Mengapa Babi Haram Dikonsumsi Menurut Islam

Fakta bahwa konsumsi daging babi dilarang dalam Islam sudah diketahui secara jelas dan disepakati para ulama.

Dilansir di aboutislam.net, mengenai alasan di balik larangan babi, Presiden Islamic Research Foundation Mumbai, Zakir Naik, menjelaskan beberapa alasannya sebagai berikut:

Pertama, Allah SWT jelas mengharamkan Babi untuk dikonsumsi. Poin-poin berikut menjelaskan berbagai aspek larangan babi.

Alquran melarang konsumsi daging babi di tidak kurang dari empat ayat yang berbeda. Larangan babi disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 173, Al Maidah ayat 3, Al Anam ayat 145, dan An Nahl ayat 115. Sebagai contoh dalam surat Al Maidah ayat 3 disebutkan:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Mahapengampun, Mahapenyayang.”

Kedua, agama lain pun mengharamkan babi. Zakir Naik menjelaskan bahwa di Alkitab pun disebutkan mengenai larangan mengkonsumsi daging babi.

Ketiga, konsumsi daging babi menyebabkan berbagai penyakit. Non-Muslim dan ateis lainnya akan setuju hanya jika diyakinkan melalui akal, logika, dan sains. Makan daging babi dapat menyebabkan tidak kurang dari tujuh puluh jenis penyakit yang berbeda.

Seseorang bisa terkena berbagai macam cacing, seperti cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, dan lain sebagainya. Salah satu yang paling berbahaya adalah Taenia Solium, yang dalam istilah awam disebut cacing pita.

Mereka akan bertahan di usus dan sangat panjang. Ovumnya, yaitu telur, memasuki aliran darah dan dapat mencapai hampir semua organ tubuh.

Jika masuk ke otak, cacing ini bisa menyebabkan kehilangan memori. Jika masuk ke jantung, bisa menyebabkan serangan jantung.

Dan jika masuk ke mata, bisa menyebabkan kebutaan. Jika memasuki hati, dapat menyebabkan kerusakan hati. Dapat merusak hampir semua organ tubuh.

Cacing lain yang berbahaya adalah Taenia Trichuriasis. Kesalahpahaman umum tentang daging babi adalah jika dimasak dengan baik, telur ini akan mati.

Dalam sebuah proyek penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, ditemukan bahwa dari 24 orang yang menderita Taenia tichurasis, 22 orang telah memasak daging babi dengan sangat baik. Ini menunjukkan bahwa sel telur yang ada dalam daging babi tidak mati di bawah suhu memasak normal.

Keempat, kandungan lemak yang lebih banyak. Daging babi memiliki kandungan untuk massa otot sangat sedikit dibandingkan kandungan lemak yang berlebih. Lemak ini akan disimpan di pembuluh dan dapat menyebabkan hipertensi dan serangan jantung.

Kelima, babi adalah salah satu hewan paling kotor di bumi. Ia hidup dan berkembang biak di atas kotoran. Di desa-desa mereka tidak memiliki toilet modern dan penduduk desa buang air besar di udara terbuka. Sangat sering kotoran dibersihkan oleh babi.

Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa di negara maju seperti Australia, babi dibiakkan dalam kondisi yang sangat bersih dan higienis. Bahkan dalam kondisi higienis seperti ini, babi-babi itu dipelihara bersama dalam kandang.

Tidak peduli seberapa keras Anda mencoba untuk menjaga mereka tetap bersih, mereka pada dasarnya kotor. Mereka makan dan menikmati kotoran mereka sendiri dan juga kotoran kawanan mereka. [yy/ratna ajeng/republika]