Kisah Maulana Hasanuddin Sebarkan Islam di Tanah Banten
Fiqhislam.com - Dalam Babad Banten diceritakan bahwa Kesultanan Banten didirikan oleh Maulana Hasanuddin, yang hingga kini merupakan salah satu tokoh penting dalam riwayat kehidupan masyarakat Banten. Maulana Hasanuddin dan ayahnya Syarif Hidayatullah datang dari Pakungwati (Cirebon) untuk mengislamkan masyarakat di daerah Banten.
“Mereka datang di Banten Girang, kemudian menuju Selatan, ke gunung Pulasari, tempat bersemayamnya 800 Ajar yang dikepalai oleh Pucuk Umum. Di atas gunung Pulasari ini Hasanuddin melakukan ‘tapa’ dan menerima pelajaran tentang agama Islam dari Syarif Hidayatullah,” kata Abdu, juru kunci situs Banten Girang.
Setelah dipandang cukup, Hasanuddin pergi ke seluruh anak negeri. Ia pernah tinggal di Gunung Pulasari, Gunung Karang dan Gunung Lor, bahkan sampai ke pulau Panaitan di Ujung Kulon.
Dalam menyebarkan ajaran islam kepada penduduk Pribumi, Hasanuddin mempergunakan cara-cara yang dikenal oleh masyarakat setempat, yakni menyambung ayam dan mengadu kesaktian.
Baca Juga:
Dengan cara seperti itu Hasanuddin berhasil mengalahkan Pu 800 Ajar (pendeta) dan dua orang Punggawa Kerajaan Pajajaran, Mas Jong dan Agus Jo, bersedia Memeluk agama Islam dan menjadi pengikut Hasanuddin.
Dengan takluknya Pucuk Umum dan para pengikutnya, Hasanuddin memindahkan Pusat Pemerintahan Banten dari pedalaman yakni Banten Girang (3 km dari kota serang) ke daerah Pesisir, yang kemudian di kenal dengan nama Surosowan.
“Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan 8 Oktober 1526,” kata Abdu.
Kejayaan kesultanan Banten tetap terus bertahan setelah Maulana Hasanuddin Banten wafat (1570 M). Para pengganti beliau yakni, Maulana Yusuf (1570-1580), Maulana Muhammad (1580-1596), Sultan Abu Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651) dan sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672), terus berusaha memperluas kekuasaan kesultanan Banten. Sehingga wilayah kesultanan Banten meliputi juga daerah Jayakarta, Kerawang, Bogor.
Berdasarkan hasil ekskavasi dan penelitian terhadap Situs Banten Girang oleh Pusat Penelitian Arkeologi nasional dengan EFEO, jumlah pecahan keramik Cina serta sisa-sisa reruntuhan, Banten Girang merupakan bekas kota yang diperkirakan mulai berdiri pada abad ke-10 dan mencapai puncaknya abad ke 13-14 Masehi.
Menurut sejarawan, Guillot, Banten Girang mengalami bencana yang disebabkan oleh penaklukkan Pakuan (Kerajaan Padjadjaran).
Kemungkinan besar, kurangnya dokumentasi mengenai Banten, dikarenakan posisi Banten sebagai pelabuhan yang penting dan strategis di Nusantara, baru berlangsung setelah masuknya Dinasti Islam di permulaan abad ke 16.
Diuraikannya, banten pada masa itu sudah merupakan kawasan pemukiman yang penting yang ditandai dengan telah dikelilingi oleh benteng pertahanan dan didukung oleh berbagai pengrajin mulai dari pembuat kain, keramik, pengrajin besi, tembaga, perhiasan emas dan manik manik kaca.
Mata uang logam (koin) sudah digunakan sebagai alat pembayaran, dan hubungan internasional sudah terjalin dengan China, Semenanjung Indochina, dan beberapa kawasan di India. [yy/okezone]
Artikel Terkait: