Al-Muqaddasi: Geografer Muslim Fenomenal dari Yerusalem

Fiqhislam.com - Hierosolomite, begitulah peradaban Barat kerap menyebut Al- Muqaddasi geografer Muslim terkemuka pada abad ke-10 M ini. Ilmuwan asal Al-Quds (Yerusalem) ini merupakan salah seorang penulis tentang masyarakat Islam terhebat di dunia. Sejarah mengabadikannya sebagai geografer andal yang telah melahirkan sebuah karya geografi monumental.
Buah karya sang geografer yang paling populer adalah kitab Ahsan at-Taqasim fi Ma’arifat Al-Aqalim. Dalam kitab itu, Al- Muqaddasi mengupas secara lugas dan jelas seluk-beluk pengetahuan tentang pembagian wilayah. Kitab yang ditulisnya pada 985 M itu sungguh sangat mengagum - kan. Tak ada satu pun kajian geografi modern yang terlewatkan oleh Al-Muqad - dasi, cetus ilmuwan Barat, JH Kramers. Tak salah pula jika sejarawan asal Prancis mendaulat Al-Muqaddasi sebagai ‘pencipta ilmu geografi yang total’.
Sejarah juga mencatat Al-Muqaddasi sebagai geografer perintis yang mampu melukiskan secara detail tempat-tempat yang pernah disinggahinya. Ia tak cuma menggambarkan kondisi geografis sebuah wilayah, namun mencapai berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Dalam karyanya yang amat monumental Ahsan at-Taqasim fi Ma’rifat al- Aqalim Al-Muqaddasi pun memberikan gambaran tentang jumlah penduduk, adat istiadat, aktivitas perdagangan, mata uang, kelompok sosial, monumen-monumen arkeologi, alat ukur atau timbangan, hingga pada kondisi politik sebuah masyarakat. Itulah yang membuat peradaban Barat berdecak kagum atas kecerdasan seorang Al-Muqaddasi.
Buah pikir yang ditulisnya pada akhir abad ke-10 M itu masih tetap menjadi perbincangan menarik di kalang geografer Barat abad ke-19 M. Adikaryanya dibawa ke Eropa oleh orientalis berkebangsaan Jerman, Aloys Sprenger. Ahsan al-Taqasim fi Ma’rifat al-Aqalim dinilai sejarawan dan geografer Barat sebagai sebuah karya yang sungguh sangat menakjubkan. Tak tanggung-tanggung, kehebatan karya Al-Muqaddasi telah diklaim sebagai yang terhebat sepanjang zamantak ada yang mampu menandinginya. Ia telah memberi begitu banyak insiprasi bagi para geografer modern. Metode-metode yang dikembangkannya hingga kini masih tetap digunakan. Salah satunya mengenai pemakaian peta yang terbukti sangat berguna dalam kehidupan modern.
Pendekatan ilmiah yang digunakan Al- Muqaddasi dalam menulis karya geografi sangat berbeda dengan ilmuwan sebelumnya. Bagi dia, geografi tak hanya terkung - kung dalam batasan letak geografis. Secara memukau, ia mampu menyuguhkan penjelasan mengenai dasar-dasar dan fungsi masyarakat Islam dari sebuah wilayah yang pernah dikunjunginya. Kemampuan sebuah komunitas untuk mengatasi berbagai hambatan alam juga menjadi hal yang menarik perhatiannya. Secara tak terduga, penjelasan tentang masalah ini telah memberi inspirasi bagi masyarakat lain yang membacanya. Dengan membaca tulisannya yang detail dan terperinci, masyarakat lain akan terlecut semangatnya untuk melahirkan sebuah penemuan.
Dalam bukunya yang monumental, Al- Muqaddasi misalnya menggambarkan secara detail tentang pengelolaan air dan teknologi hidrolik. Teknologi itu sudah digunakan masyarakat Mesir di abad ke-10 M untuk mengelola air dan menjamin berjalannya sistem pertanian. Selain itu, masalah fiskal, keuangan, mata uang, serta fluktuasi yang terjadi di dalamnya juga menjadi perhatian Al-Muqaddasi. Ia menceritakan, semua provinsi di wilayah Irak hingga perbatasan Damaskus sudah menggunakan mata uang dinar dan dirham. Masyarakat Muslim di wilayah itu juga mengenal istilah rub yang bernilai seperempat dinar dan qirat bernilai sete - ngah dirham.
Terdapat pula khurnaba yang bernilai seperempat, seperdelapan, dan seperenam belas bagian. Pergantian dari satu mata uang ke mata uang lainnya juga menjadi perhatian lainnya, Pendapatan masyarakat di sebuah wilayah juga menarik perhatiannya. Suatu waktu, Al-Muqaddasi mengunjungi Pro - vin si Yaman. Ia mencatat wilayah Hadra - maut memiliki pendapatan sebesar seratus ribu dinar. Al-Yaman serta Al-Bayrayn masing-masing memiliki pendapatan enam ratus ribu dinar dan lima ratus ribu dinar. Lalu, bagaimana jejak hidup sang geo - grafer? Ada yang menyebut nama lengkap sang ilmuwan adalah Muhammad ibnu Ah - mad Shams al-Din Al-Muqaddasi.
Namun, ada pula yang menulis nama lengkapnya Abu Abdullah Mohammed bin Ahmad bin al-Bana Al-Bashari Al-Maqdisi. Nama populernya Al-Muqaddasi diambil dari kota kelahirannya, yakni Al-Quds. Ia terlahir di kota suci ketiga bagi umat Islam itu pada 945 M. Kakeknya bernama Al-Bana, seorang arsitek terkemuka yang bekerja pada Ibnu Tulun. Menurut Al- Muqaddasi, sang ayah dipercaya sebagai arsitek pelabuhan laut Acre. Sang geografer andal ini mendapat berkah untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas setelah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pada usia 20 tahun.
Sepulang dari Makkah, ia memilih jalan hidupnya untuk mengembangkan studi geografi. Demi mewujudkan impiannya itu, Al-Muqaddasi pun melanglang buana ke berbagai negara dan tempat. Ekspedisi yang dilakukannya itu telah mengantarkannya untuk menyinggahi seluruh negara-negara Islam. Pada 985 M, hasil perjalanannya ke berbagai negara Islam itu dituliskannya secara sistematis. Penggambarannya tentang Palestina, khususnya Yerusalem, tanah kelahirannya, merupakan salah satu yang terbaik dalam karyanya, puji Guy Le Strange (1890 M) mengomentari buah karya Al-Muqaddasi dalam bukunya berjudul, Palestine Under The Muslim. Konon, sang ilmuwan tak cuma menggunakan potensi dirinya saat menulis adikarya. Ia senantiasa memohon pertolongan dan bantuan dari Sang Khalik.
Ada satu hal yang patut ditiru dari sang ilmuwan dalam menjaga ketajaman ingatannya. Al-Muqaddasi tak pernah lalai untuk selalu berinteraksi dengan Allah SWT. Meski begitu, ilmuwan Muslim ini pun tak pernah lepas dari dugaan sebagai seorang agen pemerintahan Dinasti Fatimiyah Mesir. Terlepas dari dugaan itu, Al-Muqaddasi tetaplah seorang geografer Muslim yang mendapat pengakuan dari peradaban Islam dan Barat.
Kota dalam Pandangan Al-Muqaddasi
Apa beda sebuah kota besar dengan kota kecil? Bila pertanyaan itu diajukan kepada Al- Muqaddasi maka jawabannya, lihatlah masjid dan mimbarnya. Geografer Muslim kenamaan ini memang mampu membedakan sebuah kota besar ( city) dengan kota kecil ( town) dengan melihat bangunan masjid dan mimbarnya.
Semakin megah bangunannya serta indah mimbar sebuah masjid di sebuah wilayah, menunjukkan posisi daerah itu. Masjid dan mimbar, menurut Al-Muqaddasi, merupakan simbol otoritas Islam. Sebagai geografer yang brilian, ia sangat tertarik dengan kondisi masyarakat Islam perkotaan, evolusinya, keberagaman, hingga kompleksitasnya. Sebuah pencapaian yang belum terpikirkan geografer sebelumnya.
Ia pun mampu menetapkan sebuah daerah layak menjadi ibu kota. Menurut Al-Muqaddasi, jika diibaratkan ibu kota adalah jenderal sedangkan kota-kota kecil adalah pasukannya. Dalam kajian geografi yang dilakukannya, Al-Muqaddasi pun mencoba menyelidiki struktur pertahanan sebuah kota.
Jika datang ke sebuah kota, Al- Muqaddasi akan menyelidiki tembok yang mengelilingi kota itu. Berapa tingginya, seberapa ketebalannya, jarak antartembok, kubu pertahanan, akses di dalam dan di luar, lokasinya menurut topografi umum, hubungannya dengan tempat peristirahatan, serta lainnya menjadi perhatian sang geografer.
Dengan kajian seperti itu, ia mampu menilai kekuatan pertahanan sebuah kota. Hal lainnya yang mengundang perhatian Al-Muqaddasi dari sebuah kota adalah geliat perekonomiannya. Maju tidaknya sebuah kota dapat dilihat Al-Muqaddasi dari perdagangan, pertukaran, serta perekonomian secara keseluruhan yang terjadi di kota itu.
Al-Muqaddasi pun melakukan studi pasar. Bagaimana pasang-surut sebuah pasar. Ia pun sampai-sampai menggali informasi tentang besaran biaya yang dikeluarkan setiap orang untuk kesehatan di sebuah kota. Selain itu, dia juga mengorek data untuk mengetahui sumber pendapatan, baik harian maupun bulananan, serta bagaiamana pendapatan itu disalurkan.
Untuk mendapat informasi yang akurat dari sebuah kota, Al-Muqaddasi pun akan mencari informasi bagaimana kehidupan di sebuah tempat berlangsung. Faktor-faktor yang digalinya adalah sikap masyarakat, kebersihan, serta moralitasnya. Penelitian ini dilakukannya di setiap kota yang dikunjunginya. Selain itu, Al-Muqaddasi pun selalu mencoba untuk menghubungkan antara topografi dengan perkembangan perkotaan. Pada abad ke-10 M, ia sudah mampu meneropong masa depan Arab Saudi. Menurut dia, lautan yang terdapat di sekitar jazirah itu akan menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengunjunginya.
‘’Membuka batas antara laut akan mampu meningkatkan perdagangan,’‘ ungkap sang geografer. Ia juga mampu memprediksi masa depan pertumbuhan perekonomian suatu daerah dari kajian geografi yang detail dan mendalam. Selain itu, Al- Muqaddasi juga melakukan penelitian mengenai dampak iklim dan tempat terhadap bentuk fisik penduduknya.
Tempat yang dingin seperti Khwarizmidan Ferghana membuat penduduknya menebalkan jenggot serta badannya lebih gemuk. Hal lain yang juga dikajinya adalah cara berpakaian, makanan, serta dialek bahasa dari setiap kota yang dikunjunginya. Al-Muqaddasi memang pantas disebut geografer yang jenius. Perdaban modern telah berutang budi terhadap dedikasi dan terobosan serta penemuan metode penelitian yang telah ditemukan sang ilmuwan asal Yerusalem itu. [yy/republika]

Fiqhislam.com - Hierosolomite, begitulah peradaban Barat kerap menyebut Al- Muqaddasi geografer Muslim terkemuka pada abad ke-10 M ini. Ilmuwan asal Al-Quds (Yerusalem) ini merupakan salah seorang penulis tentang masyarakat Islam terhebat di dunia. Sejarah mengabadikannya sebagai geografer andal yang telah melahirkan sebuah karya geografi monumental.
Buah karya sang geografer yang paling populer adalah kitab Ahsan at-Taqasim fi Ma’arifat Al-Aqalim. Dalam kitab itu, Al- Muqaddasi mengupas secara lugas dan jelas seluk-beluk pengetahuan tentang pembagian wilayah. Kitab yang ditulisnya pada 985 M itu sungguh sangat mengagum - kan. Tak ada satu pun kajian geografi modern yang terlewatkan oleh Al-Muqad - dasi, cetus ilmuwan Barat, JH Kramers. Tak salah pula jika sejarawan asal Prancis mendaulat Al-Muqaddasi sebagai ‘pencipta ilmu geografi yang total’.
Sejarah juga mencatat Al-Muqaddasi sebagai geografer perintis yang mampu melukiskan secara detail tempat-tempat yang pernah disinggahinya. Ia tak cuma menggambarkan kondisi geografis sebuah wilayah, namun mencapai berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Dalam karyanya yang amat monumental Ahsan at-Taqasim fi Ma’rifat al- Aqalim Al-Muqaddasi pun memberikan gambaran tentang jumlah penduduk, adat istiadat, aktivitas perdagangan, mata uang, kelompok sosial, monumen-monumen arkeologi, alat ukur atau timbangan, hingga pada kondisi politik sebuah masyarakat. Itulah yang membuat peradaban Barat berdecak kagum atas kecerdasan seorang Al-Muqaddasi.
Buah pikir yang ditulisnya pada akhir abad ke-10 M itu masih tetap menjadi perbincangan menarik di kalang geografer Barat abad ke-19 M. Adikaryanya dibawa ke Eropa oleh orientalis berkebangsaan Jerman, Aloys Sprenger. Ahsan al-Taqasim fi Ma’rifat al-Aqalim dinilai sejarawan dan geografer Barat sebagai sebuah karya yang sungguh sangat menakjubkan. Tak tanggung-tanggung, kehebatan karya Al-Muqaddasi telah diklaim sebagai yang terhebat sepanjang zamantak ada yang mampu menandinginya. Ia telah memberi begitu banyak insiprasi bagi para geografer modern. Metode-metode yang dikembangkannya hingga kini masih tetap digunakan. Salah satunya mengenai pemakaian peta yang terbukti sangat berguna dalam kehidupan modern.
Pendekatan ilmiah yang digunakan Al- Muqaddasi dalam menulis karya geografi sangat berbeda dengan ilmuwan sebelumnya. Bagi dia, geografi tak hanya terkung - kung dalam batasan letak geografis. Secara memukau, ia mampu menyuguhkan penjelasan mengenai dasar-dasar dan fungsi masyarakat Islam dari sebuah wilayah yang pernah dikunjunginya. Kemampuan sebuah komunitas untuk mengatasi berbagai hambatan alam juga menjadi hal yang menarik perhatiannya. Secara tak terduga, penjelasan tentang masalah ini telah memberi inspirasi bagi masyarakat lain yang membacanya. Dengan membaca tulisannya yang detail dan terperinci, masyarakat lain akan terlecut semangatnya untuk melahirkan sebuah penemuan.
Dalam bukunya yang monumental, Al- Muqaddasi misalnya menggambarkan secara detail tentang pengelolaan air dan teknologi hidrolik. Teknologi itu sudah digunakan masyarakat Mesir di abad ke-10 M untuk mengelola air dan menjamin berjalannya sistem pertanian. Selain itu, masalah fiskal, keuangan, mata uang, serta fluktuasi yang terjadi di dalamnya juga menjadi perhatian Al-Muqaddasi. Ia menceritakan, semua provinsi di wilayah Irak hingga perbatasan Damaskus sudah menggunakan mata uang dinar dan dirham. Masyarakat Muslim di wilayah itu juga mengenal istilah rub yang bernilai seperempat dinar dan qirat bernilai sete - ngah dirham.
Terdapat pula khurnaba yang bernilai seperempat, seperdelapan, dan seperenam belas bagian. Pergantian dari satu mata uang ke mata uang lainnya juga menjadi perhatian lainnya, Pendapatan masyarakat di sebuah wilayah juga menarik perhatiannya. Suatu waktu, Al-Muqaddasi mengunjungi Pro - vin si Yaman. Ia mencatat wilayah Hadra - maut memiliki pendapatan sebesar seratus ribu dinar. Al-Yaman serta Al-Bayrayn masing-masing memiliki pendapatan enam ratus ribu dinar dan lima ratus ribu dinar. Lalu, bagaimana jejak hidup sang geo - grafer? Ada yang menyebut nama lengkap sang ilmuwan adalah Muhammad ibnu Ah - mad Shams al-Din Al-Muqaddasi.
Namun, ada pula yang menulis nama lengkapnya Abu Abdullah Mohammed bin Ahmad bin al-Bana Al-Bashari Al-Maqdisi. Nama populernya Al-Muqaddasi diambil dari kota kelahirannya, yakni Al-Quds. Ia terlahir di kota suci ketiga bagi umat Islam itu pada 945 M. Kakeknya bernama Al-Bana, seorang arsitek terkemuka yang bekerja pada Ibnu Tulun. Menurut Al- Muqaddasi, sang ayah dipercaya sebagai arsitek pelabuhan laut Acre. Sang geografer andal ini mendapat berkah untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas setelah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pada usia 20 tahun.
Sepulang dari Makkah, ia memilih jalan hidupnya untuk mengembangkan studi geografi. Demi mewujudkan impiannya itu, Al-Muqaddasi pun melanglang buana ke berbagai negara dan tempat. Ekspedisi yang dilakukannya itu telah mengantarkannya untuk menyinggahi seluruh negara-negara Islam. Pada 985 M, hasil perjalanannya ke berbagai negara Islam itu dituliskannya secara sistematis. Penggambarannya tentang Palestina, khususnya Yerusalem, tanah kelahirannya, merupakan salah satu yang terbaik dalam karyanya, puji Guy Le Strange (1890 M) mengomentari buah karya Al-Muqaddasi dalam bukunya berjudul, Palestine Under The Muslim. Konon, sang ilmuwan tak cuma menggunakan potensi dirinya saat menulis adikarya. Ia senantiasa memohon pertolongan dan bantuan dari Sang Khalik.
Ada satu hal yang patut ditiru dari sang ilmuwan dalam menjaga ketajaman ingatannya. Al-Muqaddasi tak pernah lalai untuk selalu berinteraksi dengan Allah SWT. Meski begitu, ilmuwan Muslim ini pun tak pernah lepas dari dugaan sebagai seorang agen pemerintahan Dinasti Fatimiyah Mesir. Terlepas dari dugaan itu, Al-Muqaddasi tetaplah seorang geografer Muslim yang mendapat pengakuan dari peradaban Islam dan Barat.
Kota dalam Pandangan Al-Muqaddasi
Apa beda sebuah kota besar dengan kota kecil? Bila pertanyaan itu diajukan kepada Al- Muqaddasi maka jawabannya, lihatlah masjid dan mimbarnya. Geografer Muslim kenamaan ini memang mampu membedakan sebuah kota besar ( city) dengan kota kecil ( town) dengan melihat bangunan masjid dan mimbarnya.
Semakin megah bangunannya serta indah mimbar sebuah masjid di sebuah wilayah, menunjukkan posisi daerah itu. Masjid dan mimbar, menurut Al-Muqaddasi, merupakan simbol otoritas Islam. Sebagai geografer yang brilian, ia sangat tertarik dengan kondisi masyarakat Islam perkotaan, evolusinya, keberagaman, hingga kompleksitasnya. Sebuah pencapaian yang belum terpikirkan geografer sebelumnya.
Ia pun mampu menetapkan sebuah daerah layak menjadi ibu kota. Menurut Al-Muqaddasi, jika diibaratkan ibu kota adalah jenderal sedangkan kota-kota kecil adalah pasukannya. Dalam kajian geografi yang dilakukannya, Al-Muqaddasi pun mencoba menyelidiki struktur pertahanan sebuah kota.
Jika datang ke sebuah kota, Al- Muqaddasi akan menyelidiki tembok yang mengelilingi kota itu. Berapa tingginya, seberapa ketebalannya, jarak antartembok, kubu pertahanan, akses di dalam dan di luar, lokasinya menurut topografi umum, hubungannya dengan tempat peristirahatan, serta lainnya menjadi perhatian sang geografer.
Dengan kajian seperti itu, ia mampu menilai kekuatan pertahanan sebuah kota. Hal lainnya yang mengundang perhatian Al-Muqaddasi dari sebuah kota adalah geliat perekonomiannya. Maju tidaknya sebuah kota dapat dilihat Al-Muqaddasi dari perdagangan, pertukaran, serta perekonomian secara keseluruhan yang terjadi di kota itu.
Al-Muqaddasi pun melakukan studi pasar. Bagaimana pasang-surut sebuah pasar. Ia pun sampai-sampai menggali informasi tentang besaran biaya yang dikeluarkan setiap orang untuk kesehatan di sebuah kota. Selain itu, dia juga mengorek data untuk mengetahui sumber pendapatan, baik harian maupun bulananan, serta bagaiamana pendapatan itu disalurkan.
Untuk mendapat informasi yang akurat dari sebuah kota, Al-Muqaddasi pun akan mencari informasi bagaimana kehidupan di sebuah tempat berlangsung. Faktor-faktor yang digalinya adalah sikap masyarakat, kebersihan, serta moralitasnya. Penelitian ini dilakukannya di setiap kota yang dikunjunginya. Selain itu, Al-Muqaddasi pun selalu mencoba untuk menghubungkan antara topografi dengan perkembangan perkotaan. Pada abad ke-10 M, ia sudah mampu meneropong masa depan Arab Saudi. Menurut dia, lautan yang terdapat di sekitar jazirah itu akan menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengunjunginya.
‘’Membuka batas antara laut akan mampu meningkatkan perdagangan,’‘ ungkap sang geografer. Ia juga mampu memprediksi masa depan pertumbuhan perekonomian suatu daerah dari kajian geografi yang detail dan mendalam. Selain itu, Al- Muqaddasi juga melakukan penelitian mengenai dampak iklim dan tempat terhadap bentuk fisik penduduknya.
Tempat yang dingin seperti Khwarizmidan Ferghana membuat penduduknya menebalkan jenggot serta badannya lebih gemuk. Hal lain yang juga dikajinya adalah cara berpakaian, makanan, serta dialek bahasa dari setiap kota yang dikunjunginya. Al-Muqaddasi memang pantas disebut geografer yang jenius. Perdaban modern telah berutang budi terhadap dedikasi dan terobosan serta penemuan metode penelitian yang telah ditemukan sang ilmuwan asal Yerusalem itu. [yy/republika]
Al-Muqaddasi, 'Penggambar' Dunia
Fiqhislam.com - Gambaran detil mengenai sebuah negeri atau wilayah begitu penting bagi manusia saat peralatan komunikasi belum secanggih sekarang. Dan, Al-Muqaddasi, cendekiawan Muslim pada awal abad ini, menjadi tokoh yang banyak disebut dalam penyebaran informasi mengenai banyak negara ini. Dialah pionir dalam melukiskan dan memberikan gambaran secara mendetail mengenai tempat yang pernah ia kunjungi. Tak hanya terkait keadaan geografis.
Ia juga menulis mengenai adat istiadat, aktivitas perdagangan, maupun mata uang yang berlaku di sebuah negara. Ahsan al-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim (The Best Divisions for Knowledge of the Regions), merupakan kumpulan tulisannya. Dari hasil perjalanannya ke berbagai negara, karya tulis tersebut diterbitkan pada 985 M. Pada awal paruh abad kesembilan belas orientalis dari Jerman, Aloys Sprenger, membawa manuskrip dari karya Al-Muqaddasi. Rupanya, karya ini telah menyedot perhatian ilmuwan Barat.
Mereka melontarkan pujian atasnya. Bahkan mereka pun menyatakan bahwa Ahsan al-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim mencerminkan kepiawaian dan kecerdasan seorang ahli geografi. Dan kemampuan Muqaddasi itu, diklaim tak tertandingi sepanjang masa. Pandangannya masih terkait dengan aspek-aspek metode geografis pada masa sekarang. Misalnya, mengenai penggunaan peta. Ini terbukti sangat berguna dalam kehidupan modern sekarang. Al-Muqaddasi memang seorang ahli geografi yang mumpuni. Ia mencurahkan tenaga dan masa hidupnya untuk mengembangkan kemampuannya.
Pria kelahiran Al-Quds, Jerussalem pada 946 ini, tak hanya mengandalkan kemampuan diri. Ia tak pernah mengabaikan kekuatan yang menguasai dirinya. Allah Swt. Untuk menjaga ketajaman ingatannya, ia selalu berinteraksi dengan Tuhannya. Tak heran jika mendapatkan gelar sebagai saintis yang sesungguhnya. Ia melancong ke berbagai wilayah untuk melakukan observasi, penelitian, pengumpulan data. Kemudian menuliskannya dalam sebuah karya.
Pada sisi lain, muncul pandangan bahwa ia adalah agen pemerintahan Fatimiyah di Mesir memang tak dapat ditepiskan. Namun apapun alasanya, ia adalah orang yang memiliki kemampuan dan kecerdasan. Untuk melukiskan sebuah wilayah, ia membagi pekerjaanya menjadi dua bagian. Pertama melakukan pengamatan dan mendeskripsikan setiap tempat di wilayah ia amati. Biasanya, ia memfokuskan diri pada pusat kegiatan masyarakat di sebuah wilayah. Objek pengamatan yang tak luput adalah populasi, keberagaman etnik, kelompok sosial, mata pencaharian, sumber daya mineral, peninggalan arkeologi, maupun mata uang yang digunakan.
Pendekatan ini, oleh banyak ilmuwan sangat berbeda dengan para pendahulunya. Karena pendekatan yang dilakukannya mencakup hal yang lebih luas. Ia tak hanya merangkum beragam letak geografis dalam alam pikirannya. Namun ia pun, berkeinginan menyuguhkan penjelasan mengenai dasar-dasar dan fungsi masyarakat Islam dari sebuah wilayah yang ia kunjungi. Misalnya, dalam mengatasi berbagai hambatan alam. Pada akhirnya, mendorong masyarakat melakukan inovasi. Ia menceritakan secara detil mengenai pengelolaan air dan teknologi hidrolik.
Teknologi ini berguna bagi masyarakat Mesir kala itu, untuk mengelola air dan menjamin berjalannya sistem pertanian. Di Biyar, yang terdapat di wilayah Al-Daylam, Mesir, ia mencatat adanya kelangkaan air. Dan mencatat bahwa air tersebut didistribusikan dengan menggunakan water clock. Ini adalah satu-satunya cara untuk mengalirkan air. Ia pun mencatat di Ahwaz, sebuah tempat di Khuzistan, terdapat roda air yang disebut dengan na'ura, yang sangat berguna untuk mengalirkan air ke kanal.
Masalah fiskal, keuangan, dan mata uang serta fluktuasi yang terjadi juga menjadi perhatian Al-Muqaddasi. Pada saat mengunjungi Maghrib, Baghdad, Irak ia menyatakan bahwa semua provinsi di daerah tersebut hingga yang berbatasan dengan Damaskus menggunakan dinar. Ada pula rub yang bernilai seperempat dinar. Dirham juga digunakan sebagai alat tukar menukar di sana. Setengah dirham dinamai dengan Qirat. Terdapat pula Khurnaba yang bernilai seperempat, seperdelapan, seperenambelas bagian.Pergantian dari satu mata uang ke mata uang lainnya juga menjadi perhatian lainnya.
Ia bahkan mampu menggali berapa besarnya pendapatan di suatu wilayah yang ia kunjungi. Kala ia mengunjungi Provinsi Yaman, ia mencatat bahwa wilayah Hadramaut memiliki pendapatan sebesar seratus ribu dinar. Al-Yaman serta Al-Bayrayn masing-masing memiliki pendapatan enam ratus riby dinar dan lima ratus ribu dinar. Ia bahkan memberikan gambaran secara detail baik nama, luas wilayah dan perbandingan dengan wilayah lainnya. Dalam karyanya, ia pun menyuguhkan sejarah mengenai tempat yang ia kunjungi.
Kondisi masyarakat Islam urban, evolusinya, keberagaman, dan kompleksitasnya merupakan daya tarik bagi Al-Muqaddasi untuk menuliskannya. Hal ini memberikan gambaran yang begitu nyata bagi para pembaca karyanya. Tak heran jika kemudian A Miquel, sejarawan dari Prancis, merangkum karya Muqaddasi tersebut. Menurutnya Al-Muqaddasi dapat membedakan antara kota kecil dan besar melalui keberadaan masjid besar dan mimbarnya.
Terkait dengan hal ini, Miquel menyatakan bahwa Al-Muqaddasi mempelajari keadaan setiap kota yang ia lalui, misalnya keadaan masyarakat maupun jarak di antara kota tersebut, akeses keluar masuk, lokasinya berdasarkan topografi. Juga mengenai pasar, pasang surutnya, dan perdagangan di kota tersebut dengan kota lainnya. Berapa besar pendapatan dan bagaimana pula pendapatan tersebut didistrbusikan.
Dengan pertimbangan hubungan antara topografi dan ekspansi urban atau masyarakat kota, ia mencatat bahwa di tempat seperti Arab Saudi, laut yang ada di sana menjadi daya tarik bagi kedatangan banyak orang ke sana. Membuka batas antara laut hingga menimbulkan perdagangan. Al-Muqaddasi mencatat pula, kata A Miquel, bahwa Nabi Muhammad pada masa sebelumnya telah membuka pasar yang menghubungkan antara Adan dan Mina.
Al-Muqaddasi telah memberikan sumbangsih bagi dunia Islam. Kemampuannya, juga telah diakui oleh para ilmuwan dunia. Bahwa ia telah memantik perkembangan geografi di dunia barat. Selama 20 tahun ia habiskan waktunya untuk melancong dan menuliskannya dalam sebuah karya. Ia menghembuskan nafas terakhir di kota kelahirannya, beberapa tahun setelah Ahsan Al-Taqasim fi Ma'rifat Al-Qalim diterbitkan. [yy/republika]
8 Hal yang Perlu Diketahui Soal al-Muqaddasi, Sang Geografer
Fiqhislam.com - Peradaban Islam di masa kejayaan melahirkan banyak cendikiawan dalam berbagai bidang ilmu. Salah satunya bidang geografi.
Tercatat sejumlah nama yang memberikan sumbangsih luar biasa dalam pengembangan ilmu geografi modern. Salah satunya adalah ilmuwan kelahiran Yerusalem, Al-Muqadasi atau Hierosolomite julukan Barat yang disematkan padanya.
Lalu, bagaimana jejak hidup sang geografer?
Ada yang menyebut nama lengkap sang ilmuwan adalah Muhammad ibnu Ahmad Shams al-Din Al-Muqaddasi.
Namun, ada pula yang menulis nama lengkapnya Abu Abdullah Mohammed bin Ahmad bin al-Bana Al-Bashari Al-Maqdisi.
Hierosolomite, begitulah peradaban Barat kerap menyebut Al-Muqaddasi
Nama populernya Al-Muqaddasi diambil dari kota kelahirannya, yakni Al-Quds.
Ia terlahir di kota suci Yerusalem pada 945 M.
Kakeknya bernama Al-Bana, seorang arsitek terkemuka yang bekerja pada Ibnu Tulun.
Buah karya sang geografer yang paling populer adalah kitab Ahsan at-Taqasim fi Ma’arifat Al-Aqalim (985 M).
Dalam kitab itu, Al- Muqaddasi mengupas secara lugas dan jelas seluk-beluk pengetahuan tentang pembagian wilayah secara lengkap. [yy/republika]