Fiqhislam.com - Matematika, kedokteran, dan astronomi menjadi disiplin ilmu yang paling berkembang pada masa kekhalifahan Turki Utsmani. Salah satu ahli astronomi serta matematika terkemuka Muslim pada masa itu adalah Ali al-Qushji 1403–1474).
Bakat Ali al-Qushji di kedua bidang tadi terasah berkat jasa ahli astronomi, Ulugh Beg (1394–1449). Saat masih muda dan tinggal di Samarkand, al-Qushji berguru tentang pengembangan fisika astronomi dan filsafat alam. Selain sebagai murid, al-Qushji juga berperan sebagai mitra kerja Ulugh Beg.
Kegemaran mereka yang sama pada ilmu pengetahuan, matematika, dan astronomi menghasilkan karya luar biasa. Al-Qushji berkontribusi pada karya terkenal karya Beg, Zij-i-Sultani. Mereka juga mendirikan tempat pendidikan pertama pada masa Turki Usmani, Universitas Sahn Seman. Kemudian, al-Qushji mendirikan Observatorium Samarkand dan mengundang para ilmuwan dunia untuk bertandang ke tempat ini.
Pada abad ke-15 hingga 16, muncul tradisi keilmuan astronomi yang kuat di kalangan Muslim Turki. Hal ini setidaknya tergambar dari keberadaan dua tempat pengamatan benda angkasa, yakni Observatorium Samarkand dan Observatorium Istanbul.
Observatorium Samarkand menjadi salah satu tempat penelitian terbesar pada masa itu. Ulugh Beg mendirikannya pada 1429. Bangunan prestisius ini menjadi salah satu saksi masa kegemilangan Islam sekaligus menunjukkan adanya ikatan kerja sama yang erat antara kalangan Muslim dan penguasa Eropa.
Ulugh Beg juga mengundang para ilmuwan tersohor dunia ke Samarkand. Dia ingin menjadikan kota ini sebagai pusat penelitian astronomi dan matematika. Nama-nama ilmuwan terkemuka, seperti Ali Al-Qushji, al-Qashi, Kadizade-i Rumi, dan beberapa nama lainnya untuk bekerja di observatorium ini.
Pada saat bersamaan, periode kehidupan di kalangan Muslim terus berkembang. Bidang seni dan pertanian menjadi ilmu yang memikat Muslim di kawasan Turkistan dan sekitarnya. Gerakan ini membuat Kota Samarkand menjadi pusat perkembangan budaya Islam serta ilmu pengetahuan kala itu. Pusat penelitian benda angkasa lainnya, Observatorium Istanbul didirikan oleh Taqi al-Din Ibnu Ma’ruf.
Saat pemerintahan Turki Usmani dipim pin Sultan Murad III, observatorium ini menjadi tempat kajian dan penelitian terpenting pada abad ke-16. Taqi al-Din Ibnu Ma’ruf dikenal sebagai pendiri observatorium pertama milik Kerajaan Turki Usmani.
Perkembangan pesat ilmu astronomi tadi membuat kaum muda Muslim berminat mempelajarinya. Salah satunya Ali al-Qushji. Dia adalah salah satu murid Ulugh Beg dan Kadizade-i Rumi. Al-Qushji menimba ilmu astronomi di Kota Samarkand dan Kirman. Setelah menuntaskan pendidikannya, dia menjadi asisten kepercayaan Ulugh Beg.
Al-Qushji konsisten menjalani kariernya di bidang astronomi. Setelah sang guru Kadizade-i Rumi wafat, al-Qushji ditunjuk sebagai kepala Observatorium Samarkand. Perannya di pusat peneliti an ini sangat dominan. Di tempat ini pula, ia menghasilkan sejumlah karya ilmiah bermutu.
Karya pertamanya, Risalah fi Hall Ashkal Mu’addil al-Qamar li-al-Masir, dipersembahkan untuk sang pembim -bing, Ulugh Beg. Di kitab ini, al-Qushji menjelaskan fase bulan. Karya ini memikat Ulugh Beg. Mereka pun kemudian berkolaborasi dan menghasilkan Zij-i Ulugh Beg/Zij-i Sultani. Dalam karya ilmiah ini, mereka membuat katalog perbintangan yang membantu penentuan perputaran benda-benda langit. [yy/republika]
Karya-Karya Fenomenal Al-Qushji
Karya-Karya Fenomenal Al-Qushji
Fiqhislam.com - Sepanjang perjalanan keilmuannya yang terentang selama puluhan tahun, Ali al-Qushji melahirkan banyak karya ilmiah bermutu, utamanya di bidang astronomi dan matematika. Berikut adalah beberapa karya penting al-Qushji:
Risalah fi al-Hay
Ini merupakan salah satu karya terpenting al-Qushji di bidang astronomi. Buku ini ditulis di Persia pada 1457.
Al-Risalah fi al-Hisab
Al-Qushji menulisnya di Persia dan Samarkand pada akhir 1472. Versi berbahasa Persia dari buku ini sangat berbeda dengan versi bahasa Arabnya. Buku ini membahas cara penghitungan dan posisi bintang-bintang. Tak heran, buku ini banyak dimanfaatkan para sarjana astronomi dalam perhitungan perbintangan.
Al-Risalah al-Muhammadiyyah
Buku berbahasa Arab ini berisi tentang aljabar dan aritmatika. Al-Qushji menulisnya di Istanbul pada 1472. Buku ini dipersembahkan khusus untuk sang penguasa Istanbul, Sultan Muhammad II. Dari judul buku ini, sudah terlihat al-Qushji berusaha menunjukkan rasa hormatnya yang dalam pada pemimpinnya. Buku yang terdiri dari lima bab ini mempunyai isi lebih berbobot dari buku sebelumnya, Risalah fi al-Hisab. Selain babnya lebih banyak, isinya juga sarat dengan diagram perhitungan bintang-bintang.
Al-Risalah al-Fathiyyah
Buku tentang astronomi ini juga menggunakan bahasa Arab. Al-Qushji menulisnya pada kisaran 1473. Karya ini juga dipersembahkan bagi Sultan Muhammad II di hari kemenang -an melawan penguasa Akkoyunlu, Sultan Uzun Hasan. Dalam buku ini, al-Qushji memperkirakan, suatu saat bulan akan mengalami fase mati.
Buku yang terdiri dari tiga bab ini juga menyertakan nama-nama planet yang berkedu -dukan di sekitar bumi, lengkap dengan perkiraan terbentuknya serta posisi keberadaan benda-benda langit itu. Pada bab pertama, dia menyebut ada sembilan planet di sekitar bu-mi. Planet-planet itu bergerak melintasi orbitnya, sementara kedudukan matahari tetap dengan orbit planet yang mengelilinginya.
Bab kedua membahas bentuk bumi dan pengelompokan iklim. Al-Qushji menyebutkan bahwa bentuk bumi bulat. Ada pula penjelasan terkait perkembangan serta waktu pembentukan bintang. Di bab selanjutnya, ia fokus pada kondisi geografis bumi. Dia jelaskan penghitungan wilayah bumi berdasarkan radiusnya serta perbandingan diameter bulan terhadap bumi. Informasi tentang planet Merkurius dan Venus juga telah dijajaki oleh al-Qushji. [yy/republika]Al-Qushji Lahirkan Astronom-Astronom Muda
Al-Qushji Lahirkan Astronom-Astronom Muda
Fiqhislam.com - Kematian Ulugh Beg pada 1449 karena dibunuh putranya sendiri membuat sang murid bersedih hati. Al-Qushji memutuskan berhenti dari observatorium.
Dia menyingkir dari Samarkand menuju Tabriz di Iran. Di tempat baru, al-Qushji bertemu Uzun Hasan, salah satu pengatur peme rintahan negara Akkoyunlu. Hasan meminta kesediaan al-Qushji untuk bertemu penguasa Istanbul, Sultan Muhammad II.
Sultan muda ini ternyata menghormati al-Qushji. Dia pun tertarik menggandeng al-Qushji untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di Istanbul. Tawaran mengajar pun dilayangkan bagi al-Qushji.
Dia diminta menjadi pengajar utama di pusat pendidikan dan penelitian Madrasas, Istanbul. Lembaga ini sangat disegani karena mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mengolah sumber daya alam bagi penduduk Turki saat itu.
Para pengajar terbaik dari seluruh negeri diundang untuk menjadi pengajar di lembaga ini. Beragam ilmu turunan matematika, seperti aritmatika, geometri, aljabar, astronomi, ilmu alam, serta fisika, diberikan bagi para murid. Mereka juga mempelajari ilmu filsafat dan tafsir Alquran.
Namun, al-Qushji menampik tawaran Sultan untuk mengajar di lembaga terkemuka itu. Dia sampaikan penolakannya dengan santun. Meski kecewa, Sultan Muhammad II menghormati keputusan itu dan mempersilakan al-Qushji kembali ke Tabriz. Hati al-Qushji baru terketuk untuk kembali ke Istanbul dua tahun kemudian (1472).
Dia disambut langsung sang Sultan. Saat bertemu Sultan Muhammad II, dia memberikan buku astronomi karyanya, al-Fathiyya. Buku ini sebagai hadiah dari al-Qushji atas kesuksesan Sultan menaklukkan Sultan Akkoyunlu, Uzun Hasan.
Di Istanbul, al-Qushji membuka sekolah sendiri. Dia dibantu para sarjana andal, seperti Molla Sari Lutfi, Kiwam al-Din Qasim, Sinan al-Din Yusuf, dan Hafiz Muhammad ibn Ali. Era ini menjadi tanda kegemilangan perkembangan ilmu pengetahuan serta penelitian masa kekhalifahan Turki Usmani.
Karya-karya Ali al-Qushji dinilai sebagai mahakarya tak ternilai. Sayangnya, di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad II, sang maestro astronomi dan matematika ini hanya pro duktif selama dua tahun. Meski demikian, karya-karyanya mampu mengharumkan nama Istanbul dan mendorong lahirnya astronom-astronom muda.
Sepanjang kariernya yang gemilang, al-Qushji tak hanya menulis tentang matematika dan astronomi. Ia juga menulis tentang ketuhanan, agama, linguistik, dan tata bahasa.
Sebagai pakar astronomi, al-Qushji menolak mentah-mentah teori yang diusung pengikut Aristoteles bahwa bumi sebagai pusat perputaran benda langit. Menurut al-Qushji, ia menggeluti dan mendalami ilmu astronomi berdasarkan teologi Islam. Karena itu, ia memisahkan pembahasan tentang filsafat alam dengan ilmu astronomi Islam. [yy/republika]