Fiqhislam.com - Cendekiawan silih berganti bermunculan di Baghdad, Irak. Salah satunya, Ibnu Al Jawzi yang hidup pada abad ke-12. Ia memiliki nama lengkap Abu Al Faraj Ibnu Al Jawzi. Selain menguasai ilmu agama, ia akrab dengan kajian humaniora. Maka itu, ia memiliki kemampuan dalam menulis dan berpidato.
Ibnu Al Jawzi sering disebut sebagai seorang anak yang menjadi dewasa sebelum waktunya. Ia melakukan pidato pertamanya pada saat berusia 10 tahun. Bahkan, dengan berkah kecerdasannya, ia mampu menulis buku pertamanya saat berusia 13 tahun.
Sejumlah catatan sejarah menyebutkan, Ibnu Al Jawzi merupakan laki-laki yang selalu menjaga kesehatannya dan selalu belajar serta berpikir untuk mempertajam akal pikirannya. Tak heran, jika ia menjelma menjadi seorang cendekiawan yang banyak dikagumi orang.
Ibnu Al Jawzi sudah menjadi seorang yatim piatu sejak kanak-kanak, tepatnya saat ayahnya meninggal dunia ketika ia memasuki usia tiga tahun. Lalu, ia dirawat dan dibesarkan oleh bibinya yang kemudian membawanya kepada seorang ahli hadis Syekh Ibnu Nasir.
Di sisi lain, Ibnu Al Jawzi juga menimba ilmu dari cendekiawan ternama lainnya, yaitu Ibnu Aqil. Bahkan, Ibnu Aqil memiliki pengaruh besar dalam pemikiran Ibnu Al Jawzi. Ini terlihat jelas dalam karya yang ditulisnya, berjudul Mukhtasar Funun Ibn Aqil. Buku yang ditulis Ibnu Al Jawzi ini berisi penjelasan karya-karya Ibnu Aqil. [yy/republika]
Ibnu Al-Jauzi, Cendikiawan Paling Produktif Menulis
Ibnu Al-Jauzi, Cendikiawan Paling Produktif Menulis
Fiqhislam.com - Seorang cendekiawan Muslim, al-Dhahabi, yang dikutip George Makdisi dalam Cita Humanisme Islam, menyatakan, dalam sejarah Islam, Ibnu al-Jauzi dikenal sebagai cendekiawan yang paling produktif menulis. ''Aku tak mengenal siapa pun yang telah menulis sebanyak Ibnu al-Jauzi,'' katanya.
Penelitian yang dilakukan Profesor Abdul Hameed Al Aloojee, sarjana dari Irak, mengungkapkan, buku yang telah ditulis oleh Ibnu al-Jauzi mencapai jumlah yang baginya sangat mengejutkan. Ia mengatakan, jumlah karya Ibnu al-Jauzi mencapai 700 buku. Sebanyak 200 di antaranya ditulis dengan tangannya sendiri.
Di sisi lain, Ibnu al-Jauzi memiliki kemampuan gaya bahasa yang tinggi. Ia juga fasih dalam berbahasa dengan indah dan ringkas. Tak heran, jika pidato atau ceramahnya juga sering didengarkan oleh para khalifah, sultan, gubernur, dan ulama, selain oleh khalayak.
Ibnu Qutaybah dalam karyanya dengan judul Uyun al-Akhbar, juga menjelaskan bagaimana Ibnu al-Jauzi memiliki kemampuan untuk menarik orang mendengarkan apa yang ia katakan. Menurut dia, pendengar pidato Ibnu al-Jauzi tak pernah kurang dari 10 ribu orang, bahkan sering melebihi jumlah itu. [yy/republika]
Ibnu Al-Jauzi Pandai Berpidato
Ibnu Al-Jauzi Pandai Berpidato
Fiqhislam.com - Pengaruh Ibnu Aqil juga terlihat dalam kemampuan Ibnu al-Jauzi dalam kepandaiannya berpidato dan melakukan propaganda. Ia belajar pula dari sahabat Ibnu Aqil yang bernama Abu al-Hasan al-Zaghuni.
Bahkan, Ibnu Al Jawzi pernah mendapat bimbingan dari cendekiawan Muslim di Baghdad yang sangat menguasai kemampuan berpidato, yaitu Abu al-Qasim al-Harawi. Ia diajari dasar-dasar berpidato dan beberapa naskah pidato yang harus dikuasainya.
Suatu hari, pada saat Abu al-Qasim al-Harawi sedang melakukan ceramah perpisahan kepada penduduk Baghdad, ia meminta Ibnu al-Jauzi yang masih belia untuk naik ke atas mimbar dan menyampaikan pidato yang telah ia hafalkan, di depan 50 ribu orang.
Bahkan, pada masa selanjutnya, Ibnu al-Jauzi merupakan salah satu cendekiawan dalam lintasan sejarah yang sangat menguasai seni berpidato. Jika melihat urutan generasi, ada Ibnu Sam'un yang memiliki kemampuan tinggi dalam seni berpidato.
Lalu, muncul Ibnu Aqil yang merupakan salah satu murid Ibnu Sam'un. Kemudian, Ibnu al-Jauzi yang mendapatkan pengetahuan itu dari Ibnu Aqil. Ibnu Aqil menjadi cendekiawan bersinar di bidang tersebut pada abad ke-11. Dan, satu abad berikutnya, giliran nama Ibnu al-Jauzi yang bersinar.
Dalam bukunya mengenai seni berpidato atau berceramah, Ibnu al-Jauzi menyebutkan serangkaian nama yang memiliki kemampuan berpidato setelah Nabi Muhammad. Ia memulai daftar itu dengan menyebutkan 16 nama sahabat Nabi Muhammad, termasuk empat khalifah yang pertama.
Setelah itu, ia menyebutkan para ahli pidato atau penulis khutbah dari berbagai wilayah dan kota-kota di dunia Islam. Dalam karya itu, ia mengungkapkan, dari Makkah lima orang, Madinah enam orang, Yaman satu orang, Kufah tujuh orang, dan Basrah sebanyak 16 orang.
Sedangkan, dari Rayy terdapat tiga orang, Balkh tiga orang, Naisapur satu orang, Suriah tiga orang, Mesir satu orang, Maroko satu orang, Konstantinopel satu orang, dan Baghdad satu orang. Ibnu al-Jauzi menyebutkan daftar itu dalam karya yang ia beri judul kitab al-Qushshash.
Secara umum, buku yang ditulis Ibnu al-Jauzi ini mengupas tentang perkembangan seni berpidato. Selain buku tersebut, ia memberikan penjelasan tentang topik yang sama dalam buku lainnya. Buku ini merupakan karya biografi historis yang berjudul Muntazham. [yy/republika]