pustaka.png
basmalah2.png


16 Rabiul-Awwal 1445  |  Minggu 01 Oktober 2023

Madrasah Shalat adalah “Kapsul Obat”

Madrasah Shalat adalah “Kapsul Obat”

Fiqhislam.com - Ikhwan sekalian, saya menyebut shalat dalam Islam itu sebagai manhaj yang lengkap untuk mentarbiyah umat Islam.  Shalat adalah jati diri yang melekat di tubuh umat Islam dan ibadah yang mendidik setiap muslim dengan pendidikan yang menakjubkan, sehingga memformatnya menjadi seorang manusia sempurna. Apabila setiap orang terbentuk darinya sebagai seorang manusia sempurna, maka dari mereka itu akan terbentuk sebuah umat yang sempurna pula. Demikianlah, misi shalat adalah membentuk sebuah umat yang sempurna.

Para pendidik di zaman modern ini membuat kaidah-kaidah untuk mendidik jasmani yaitu pemeliharaan kesehatan; mereka juga membuat kaidah-kaidah untuk mendidik akal yaitu pengajaran serta kaidah-kaidah untuk mendidik jiwa yaitu ilmu jiwa dan falsafah moral. Mereka menyusun buku-buku besar dan berjilid-jilid dalam setiap bidang ilmu. Ikhwan yang mulia, (padahal) Islam adalah agama yang sangat praktis, yang telah meletakkan ilmu-ilmu tersebut secara praktis pula dalam satu “kapsul”,  dan Islam memerintahkan Anda untuk meminumnya lima kali dalam sehari.

“Kapsul” ini adalah shalat. Anda meminumnya tanpa perlu mengerti komposisinya, tetapi hasilnya, akal, ruh, dan jasmani Anda menjadi sehat secara keseluruhan. Untuk melaksanakan shalat, wahai Akhi, Anda harus selalu dalam keadaan bersih: bersih pakaian, tempat shalat, dan badan. Ini merupakan intisari dari pemeliharaan kesehatan. Agar bisa melaksanakan shalat, Anda harus tidur di awal malam agar bisa bangun pagi-pagi sekali untuk melaksanakan shalat fajar. Inilah petunjuk kesehatan yang pertama kali diberikan kepada murid di sekolah. Anda  akan menjadi cekatan, karena Anda berdiri menuju pekerjaan ini di siang hari tiga kali: untuk melaksanakan shalat zhuhur, ashar, dan maghrib. Dengan demikian, peredaran darah bisa berjalan secara baik.

Shalat juga merupakan kesempatan bagi seluruh anggota badan untuk beristirahat, jadi, shalat menjadikan Anda cekatan, bersih, tidur di awal malam, dan bangun pagi. Karena itu, kakek-kakek kita yang melaksanakan shalat sebagaimana mestinya, usia mereka bisa mencapai lebih dari seratus tahun sedangkan kesehatan, kekuatan, dan ketangkasan jasmani mereka masih prima.

Setelah itu, wahai Akhi, Anda mendatangi tempat shalat, menghadap kiblat, mengkonsentrasikan pikiran untuk menghayati makna, dan menghilangkan pikiran tentang dunia. Ini mempunyai pengaruh dalam menguatkan kemauan dan menghimpun cahaya jiwa. Shalat adalah latihan paling efektif untuk memperkuat kemauan. Kemudian Anda mengucapkan, “Allahu Akbar (Allah Mahabesar)”, maka Anda membebaskan diri dari segala yang ada di sekitar Anda dan menghadap kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Anda melakukan rukuk untuk mengagungkan “Majikan” Anda. Anda mengucapkan “Subhana rabbiyal ‘adzim (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung)”.

Kemudian Anda bersujud. Di sana nurani Anda bangkit, nurani manusia bangkit. Ketika nurani manusia bangkit, maka saat itulah ia mengerti barometer yang membedakan antara kebaikan dan keburukan. Kebangunan nurani ini tidak mungkin bisa dicapai hanya dengan mempelajari pendidikan moral atau membaca buku. Betapa banyak ulama yang keilmuan mereka telah mencapai tingkatan yang tinggi, tetapi nurani mereka rusak. Adapun nurani yang sehat, ia merupakan cahaya di dalam hati manusia yang dimasukkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke dalam dada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, sehingga hamba tersebut bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Proses pembangkitan nurani ini terus berulang lima kali dalam sehari semalam.

Sesungguhnya shalatitu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannyadaripada ibadah-ibadah lain).” (QS. Al-Ankabut: 45)

Ikhwan sekalian, suatu ketika saya melaksanakan shalat tarawih dan membaca seperempat juz mulai: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi” (QS. Al-Baqarah: 219). Seusai shalat, salah seorang Ikhwan berkata, “Untuk menjelaskan seperempat juz ini diperlukan waktu beberapa malam, karena ia mengandung banyak hukum. Ia merupakan kurikulum panjang yang bisa dibaca seseorang dalam satu rakaat shalat saja.”

Andaikata kaum muslimin mengetahui tujuan-tujuan tinggi dari shalat ini, andaikata para imam mau memilihkan ayat-ayat yang akan mereka bacakan kepada para makmum di mihrab, ketika mereka bersama-sama berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, jika mereka mampu menyinarkan cahaya Al-Qur’anul Karim kepada orang-orang yang shalat, maka ketika itu kita melihat bahwa shalat bisa menjadi ibarat “kapsul” yang bermanfaat serta bisa mendidik dan membentuk umat Islam. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam telah berhasil meluluskan orang-orang yang menjadi pemimpin-pemimpin dunia melalui madrasah ini, madrasah shalat, dengan metode ini. Tokoh-tokoh itu, wahai Akhi, tidak lulus dari sekolah mana pun selain dari masjid yang berlantaikan kerikil dan beratapkan pelepah kurma.

Wahai Akhi, manfaat ukhrawi dari shalat, aspek targhib di dalamnya, dan bagaimana Nabi shalallahu ‘alayhi wa salam dengan lembut mengungkapkan keindahan yang terkandung dalam shalat ini kepada para sahabatnya, maka ada sebuah hadits shahih ketika Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam dalam perjalanan. Beliau mendapati sebuah ranting kering. Beliau menggenggam ujung ranting itu lantas menarik tangannya ke bawah sehingga daun-daunnya berguguran. Ranting itu bersih tanpa daun. Lalu beliau bersabda, “Kamu semua telah melihat apa yang baru saja kulakukan.” Mereka menjawab,“Benar, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Itulah pemisalan shalat lima waktu. Ia menggugurkan dosa-dosa.

Diriwayatkan pula bahwa beliau shalallahu ‘alayhi wa salam bersabda,“Bagaimanakah pendapatmu jika ada sebuah sungai di depan pintu salah seorang dari kamu, di mana ia mandi lima kali sehari, apakah ada kotoran yang masih tersisa di badannya?” Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, “Itulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa.

Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda, ‘Kunci surga adalah shalat. Dan kunci shalat adalah kesucian.

Beliau shalallahu ‘alayhi wa salam juga bersabda, “Jika seorang hamba berwudhu dengan baik, maka kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya, bahkan juga keluar dari bawah jari-jarinya.

Perumpamaan ini merupakan simbolisasi makna yang dikehendaki oleh Rasulullahshalallahu ‘alayhi wa sallam, yaitu bahwa shalat tidak menyisakan dosa-dosa sedikit pun.

Wahai Ikhwan yang terhormat, pada kenyataannya, jika manusia melaksanakan shalat dengan benar, maka seluruh kesalahannya dibersihkan. Adapun dosa-dosa kecil, maka akan dibersihkan langsung, karena ia merupakan hak Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun dosa yang tidak bisa dihapuskan kecuali dengan taubat, maka shalat yang benar ini akan memunculkan rasa penyesalan pada diri pelakunya, sehingga ia segera bertaubat. Adapun yang berkaitan dengan hak manusia, yaitu hak yang tidak bisa digugurkan kecuali dengan meminta maaf atau mengembalikan hak, maka jika shalat yang dilakukan benar, niscaya pelakunya bersegera meminta maaf. Allah subhanahu wa ta’ala akan memperlakukan manusia berdasarkan ketulusan hatinya.

Banyak yang mengadu bahwa hati mereka terpecah dan tidak bisa berkonsentrasi mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dalam shalat. Satu kaidah penting yang perlu diperhatikan sebagai terapi yang bisa menyembuhkan atau minimal meringankan hal ini, yaitu hendaklah Anda, wahai Akhi, memahami hikmah setiap amal yang dilaksanakan di dalam shalat. Perhatikan ini, tetapi jangan berlebihan dalam memperhatikannya.

Ketika menghadap kiblat, berusahalah agar sebelum bertakbir bisa mengarahkan cahaya yang keluar dari hati Anda sampai ke Ka’bah. Bayangkanlah bahwa Allahsubhanahu wa ta’ala memandang dan mengawasi Anda. Jika Anda bisa mengkonsentrasikan pikiran ketika itu, Anda akan mampu memegang kendalinya sehingga tidak akan berbelok setelahnya.

Ketika Anda membaca Al-Fatihah, ingatlah, sebuah hadits qudsi yang menyatakan,

{AF}Shalat itu dibagi antara Aku dan hamba-Ku. Jika hamba-Ku mengucapkan,‘Bismillahirrahmanirrahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang),’ maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah menyebut-Ku.’

Jika ia mengucapkan. ‘Alhamdulillahirabbil ‘alamin (Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam),’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’

Jika hamba tersebut mengucapkan, ‘Arrahmanirrahim (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang),’ maka Allah berfirman, Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’

Jika ia mengucapkan, ‘Malikiyaumiddin (Yang Merajai Hari Pembalasan),’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.

‘Jika ia berkata, ‘Iyyaka na’budu (hanya kepada-Mu kami beribadah),’ maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah beribadah kepada-Ku.’

Apabila ia mengucapkan, ‘Wa iyyaka nasta’in (Dan hanya kepada-Mu Kami memohon pertolongan),’ maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Hamba-Kubertawakal kepada-Ku.’Dan dalam riwayat lain, ‘Jika ia berkata, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in(Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohonpertolongan)’ maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Ini adalah bagian untuk-Ku dan untuk hamba-Ku.’

Dan jika ia mengucapkan, ‘Ihdinash shirathal mustaqim (Tunjukkanlah kami ke jalanyang lurus),’ maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Ini adalah untuk hamba-Ku dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dimintanya.”‘{/AF}

Bayangkanlah hakikat yang mulia ini, wahai Akhi, ketika Anda membaca Al-Fatihah. Bayangkanlah di hadapan Anda ada megaphone yang mengeluarkan gema dan suara berkali-kali di lingkungan “Al- Malaul A’la”. Setelah itu Anda mulai bermunajat kepada “Majikan” Anda dengan membaca ayat-ayat kitab Allah subhanahu wa ta’alayang dapat Anda baca dengan mudah. Berusahalah memahami makna sesuai dengan kadar kemampuan Anda, tanpa memaksa-maksakan diri.

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)

Jika Anda telah ruku’, bayangkan seakan-akan Anda tunduk memberikan penghormatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Berbicaralah kepada-Nya dengan ucapan, “Subhana rabbiyal ‘azhim (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung)” dan dengan ucapan, “Allahumma laka raka’tu wa laka aslamtu wa bika amantu, khasya’a laka sam’i wa bashari wa mukhi wa ‘ayhmi wa ‘ashabi (Ya Allah, kepada-Mu aku patuh, kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, serta kepada-Mu pendengaran, penglihatan, pikiran, tulang, dan urat sarafku tertunduk khusyu’).”

Kemudian Anda mengangkat kepala sampai seluruh anggota badan kembali ke ruas-ruas semula. Kemudian Anda mengucapkan, “Sami ‘allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamdu mil’as samawati wa mil’al ardhi wa mil’a ma syi’ta min syaiin ba’du, ahlats tsana’i wal majdi. Ahaqqu ma qalal ‘abdu wa kulluna laka ‘abd. Allahumma la mani’a lima a’thaita wa la mu’thiya lima mana’ta wa la radda limaqadhaita walayanfa’u dzaljaddi minkaljaddu (Allah mendengar siapa yang memuji-Nya, ya Tuhanku, untuk-Mu-lah segala puji, seisi langit, seisi bumi, dan seisi apa-apa yang Engkau kehendaki setelah itu, Engkau yang berhak dipuji dan diagungkan. Sebenar-benar perkataan yang diucapkan oleh seorang hamba yaitu masing-masing dari kami adalah hamba-Mu. Ya Allah, tidak ada yang bisa menghalangi apa yang telah Engkau berikan, tidak ada yang bisa memberikan apa yang telah Engkau halangi, tidak ada yang bisa menolak apa yang telah Engkau tetapkan, dan orang yang mulia, tidak bermanfaat kemuliaannya itu untuk menghalangi (ketetapan)-Mu.)”

Setelah itu Anda bersujud, tersungkur menghormat kepada Allah. Itulah saat Anda paling dekat kepada Allah, Nabi bersabda, “Seorang hamba dalam keadaan paling dekat kepada Tuhannya adalah ketika ia bersujud.

Di sini Anda bermunajat kepada Tuhan Yang Mahatinggi, “Allahumma laka sajadtu wa bika amantu wa laka aslamtu, sajada wajhiya lillah khalaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam’ahu wa basharahu wa tabarakallahu ahsanul khaliqin (Ya Allah, kepada-Mu aku bersujud, beriman, dan tunduk patuh. Wajahku bersujud kepada Allah Yang telah menciptakan dan membentuknya, serta Yang telah membukakan pendengaran dan penglihatannya, dan Mahasuci Allah sebaik-baik Pencipta).”

Kemudian Anda mengangkat kepala dari sujud, sehingga anggota badan tegak dengan mantap. Anda mengucapkan, “Allahummaghfirli warhamni wajburni wahdini wa ‘afini war zuqni (Ya Allah, ampunilah aku, limpahkan kasih sayang kepadaku, cukupilah aku, tunjukilah aku, serta karuniakanlah kesehatan dan rezeki kepadaku).”

Di rakaat akhir, wahai Akhi, Anda menutup shalat dengan tasyahud.Tasyahud ini diawali dengan pengakuan bahwa segala penghormatanitu milik Allah, pengakuan kepada keesaan-Nya subhanahu wa ta’ala, dan kepada kerasulan Sayidina Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam. Maka keadaan Anda seakan-akan sebagai orang yang melakukan perjalanan spiritual, di saat Anda meninggalkan dunia dan mencampakkannya sama sekali ke belakang punggung. Anda pergi menjumpai Tuhan seraya berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku,dan Dia akan memberikan petunjuk kepadaku.” Karena Anda telah pergi meninggalkan manusia, kemudian akan kembali kepada mereka, maka Anda mengucapkan salam: assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wabarakatuh.

Jika Anda memperhatikan hakikat ini, wahai Akhi, ketika mengerjakan shalat, maka Anda bisa mengkonsentrasikan pikiran, menjernihkan jiwa dan ruhani, serta merasakan kenikmatan shalat yang tidak pernah dirasakan oleh orang lain yang melalaikannya. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua, wahai Ikhwan tercinta, untuk melaksanakan kebaikan dan semoga Dia menunjukkan kita kepada jalan yang lurus. Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya. [yy/eramuslim.com]

Oleh Hasan Al Banna