Fiqhislam.com - Dalam kitab Sunan Ibn Majah, ada hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, Allah SWT akan memakaikannya pakaian kehinaan pada Hari Kiamat, kemudian ia dibakar di api neraka.”
Menurut para ulama, pakaian syuhrah adalah pakaian yang berbeda dari pakaian yang dipakai penduduk negeri di mana pemakainya tinggal. Disebut pakaian syuhrah (popularitas) karena pemakainya dengan pakaian tersebut ingin mudah dikenal oleh orang-orang.
Pakaian syuhrah adakalanya berbeda dari pakaian umumnya penduduk suatu negeri karena terlalu bagus atau berbeda karena terlalu buruk.
Ketika pakaian itu berbeda dengan yang lain karena terlalu bagus, pemakainya ingin tampil berbeda dari orang-orang pada umumnya.
Akibatnya, dia merasa berbeda dari yang lain sehingga kemudian ia merasa bangga, sombong, ria, sum’ah, dan lain sebagainya.
Ketika pakaian itu berbeda karena sangat lebih buruk dari pakaian orang-orang pada umumnya, pemakainya ingin disebut sebagai orang yang zuhud, tidak mencintai dunia, dan lain sebagainya. Berdasarkan hadis ini, para ulama sepakat pakaian syuhrah adalah haram dikenakan.
Dalam konteks Indonesia masa kini, pakaian sejenis sorban dan jubah, yang di Saudi Arabia disebut tub, dapat masuk kategori pakaian syuhrah karena masyarakat Indonesia tidak lazim berpakaian seperti itu.
Pada abad lalu, sorban dan jubah mungkin sudah menjadi tradisi pakaian ulama. KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, Syeikh Ahmad al-Syurkati, Imam Bonjol, dan lain-lain, memakai sorban. Maka pada masa itu, sorban sudah menjadi tradisi para ulama.
Karenanya, sah-sah saja, ulama memakai sorban. Dasarnya adalah mengikuti tradisi. Memang, dalam hadis yang sahih, Nabi SAW memakai sorban karena bangsa Arab pada waktu itu juga mengenakan sorban.
Maka, sorban (membungkus kepala dengan dua sampai tiga ubel-ubel) adalah tradisi bangsa Arab pada saat itu. Orang Islam dan orang musyrikin juga sama-sama memakai sorban.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan al-Tirmidzi, Nabi SAW bersabda, ”Perbedaan antara sorban kita dengan sorban orang musyrikin adalah memakai kopiah lebih dahulu.”
Para ulama papan atas dari Saudi Arabia seperti, Mufti besar Syekh bin Baz rahimahullah, Mufti besar masa kini, Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh, Syekh Shaleh bin Muhammad al-‘Utsaimin, dan lain-lain, semuanya sepakat memakai sorban bukan merupakan ibadah.
Tidak sunah apalagi wajib, namun hanya mengikuti tradisi bangsa Arab pada saat itu. Hal itu harena tidak ada satu hadis pun yang sahih yang menerangkan keutamaan memakai sorban. Semua hadis tentang keutamaan memakai sorban adalah hadis-hadis palsu.
Menurut para ulama itu, sunah Nabi dalam berpakaian adalah kita berpakaian dengan pakaian yang lazim dipakai oleh masyarakat di mana kita berada, kecuali apabila kita menjadi tamu di sebuah negeri, kita boleh memakai pakaian negeri kita sendiri, seperti orang Indonesia yang sedang beribadah haji di Mekah. [yy/republika]
Mengenal Turban/Sorban
- Orang Sikh biasanya memakai sorban runcing yang berfungsi untuk menutup sebagian rambut panjang mereka, yang tidak pernah dipotong untuk menghormati ciptaan Allah. Sikh yang taat juga tidak memotong jenggot mereka, begitu banyak orang Sikh menyisir rambut wajah mereka dan kemudian memutar dan melipatkan itu menjadi turban mereka bersama dengan rambut dari kepala mereka. Sikhisme berasal dari India utara dan Pakistan pada abad ke-15 dan merupakan salah satu yang termuda dari agama-agama monoteistik dunia. Ada sekitar 18.000.000 penganut Sikh di dunia, dengan sekitar 2 juta tersebar di seluruh Amerika Utara, Eropa Barat dan bekas koloni Inggris.
- Seperti ini laki-laki dari Yaman, sering mengenakan sorban melilit topi yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai sebuah kalansuwa. Ini dapat Penampilan bola atau kerucut, berwarna-warni atau padat putih, dan gaya mereka sangat bervariasi dari daerah ke daerah. Demikian pula, warna turban melilit kalansuwa bervariasi. Putih diperkirakan oleh beberapa Muslim menjadi warna sorban suci, berdasarkan legenda bahwa Nabi Muhammad mengenakan sorban putih. Hijau, dianggap warna surga. Tidak semua Muslim mengenakan turban. Bahkan, beberapa memakainya di Barat, dan di pusat-pusat kosmopolitan besar di dunia Muslim, turban dipandang oleh beberapa masyarakat muslim sebagai sesuatu yang ketinggalan jaman.
- laki-laki Afganistan memakai berbagai turban, dan bahkan di dalam Taliban, dan ada perbedaan dalam cara orang menutup kepala mereka. Anggota Taliban misalnya, mengenakan sorban yang sangat panjang - mungkin dua dipintal bersama - dengan satu ujung tergantung longgar di bahu. Dan sebagian orang di Afghanistan tidak mengenakan turban sama sekali, melainkan topi khas Afghanistan.
- Para pemimpin Iran mengenakan turban hitam atau putih dibungkus dalam gaya, datar melingkar ditampilkan dalam citra pemimpin Iran Ayatollah Ali Khamenei tertinggi. Kata sorban diduga berasal antara Persia tinggal di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Iran, yang menyebut sebuah tutup kepala dulband.
- Laki-laki India memakai turban untuk menunjukkan kelas mereka, kasta, profesi atau afiliasi keagamaan. Namun, turban India terbuat dari tenunan kain mewah dan dihiasi dengan perhiasan. Seperti Juga Turki, tutup kepala laki-laki telah digunakan untuk menunjukkan kekayaan dan kekuasaan mereka.
- Kaffiyeh secara teknis tidak sama dengan sorban. Kaffiyeh adalah sepotong kain persegi panjang, dilipat diagonal dan kemudian tersampir di kepala. Yasser Arafat, pemimpin Palestina, telah membuat kaffiyeh terkenal di dunia. Namun, kaffiyeh bukan semata-mata milik Palestina. Pria di Yordania, Arab Saudi dan negara-negara Arab Teluk Persia mengenakan kaffiyeh dalam warna dan gaya yang khusus untuk wilayah mereka. Yordania, misalnya, memakai kaffiyeh merah dan putih, sementara Palestina memakai hitam dan putih. Dan seorang laki-laki dari Arab Saudi akan menggantungkan kaffiyeh nya berbeda dari seorang pria dari Yordania. Kabel hitam yang memegang kaffiyeh di kepala seseorang disebut Igal/ egal.
- Masyarakat padang pasir telah lama menggunakan sorban untuk mempertahankan wajah mereka dari pasir, dan juga bagi masyarakat di Afrika. Anggota suku nomaden juga telah menggunakan turban untuk menyamarkan diri mereka. Dan kadang-kadang, warna sorban seseorang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suku afiliasi. Di beberapa bagian Afrika Utara, biru dianggap warna yang baik untuk dipakai di gurun karena hubungannya dengan air dingin. [yy/id-id.facebook]