Teguh Menyuarakan Kebenaran
Fiqhislam.com - Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah Saw kian berkembang. Namun di pihak lain, kaum kafir kian meningkatkan tekanannya terhadap Rasul dan mereka yang memeluk Islam. Merasa tidak aman di Kota Mekah, Rasulullah mencoba datang ke Kota Thaif, sebuah kota yang bertetangga dengan Mekah, guna mencari bantuan dan perlindungan. Rasul menyeru masyarakat Thaif untuk masuk Islam, masuk ke dalam barisan kaum Muslimin.
Allah Swt berkehendak lain. Dia menguji kesabaran dan ketegaran Rasulullah dalam mengemban amanah risalah Islam. Alih-alih menyambut seruan kebenaran dari Rasul, masyarakat Thaif justru mencaci-maki, mengusir, bahkan melempari Rasul dengan batu. Anak-anak kecil yang sebenarnya tidak mengerti apa-apa pun ikut mengolok-olok beliau.
Rasul berhasil menyelamatkan diri, meski laki-laki agung ini terluka. Keringat bercucuran, napas tersengal-sengal, pakaian kotor, serta kaki pun berdarah. Beliau sampai di sebuah kebun anggur, milik dua orang lelaki musyrik, 'Utbah dan Syaibah bin Rabi'ah.
Rasulullah memasuki kebun itu untuk beristirahat dan berlindung dari kejaran orang-orang Thaif. Air mata Rasulullah menetes. Kesedihan mendalam menghinggapi perasannya.
"Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya upayaku, serta tidak berdayanya aku menghadapi manusia,” Rasul mulai berdoa, mengadukan keadaannya kepada Allah Swt.
“Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara hamba-hamba yang pengasih, Engkau adalah Rabbnya orang-orang yang lemah dan juga Rabbku. Kepada (siapa aku mengadu), apakah kepada Dzat yang membebaniku, atau kepada sesuatu yang jauh dan menerimaku dengan muka masam, ataukah kepada musuh? Sementara Engkau menguasakan perkaraku? Jika saja kemurkaan-Mu tidak menimpaku, tentu aku tidak peduli. Akan tetapi, ampunan-Mu lebih luas untukku daripada kemurkaan-Mu yang akan Engkau timpakan kepadaku, atau Engkau tempatkan aku dalam kemurkaan-Mu. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu, yang engkau hapus segala kegelapan dengan terbitnya (cahaya-Mu), dan Engkau selaraskan urusan dunia dan akhirat dengan baik di atasnya. Hanya untuk-Mu segala kerelaan hinga Engkau ridla. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali bersama-Mu."
Pemilik kebun anggur, 'Utbah dan Syaibah, mendengar ada suara di kebunnya. Keduanya terpesona dengan ucapan doa yang belum pernah didengarnya. Mereka pun mendekat dan bertanya kepada Rasulullah serta meminta penjelasan mengenai hakikat ucapan doa yang beliau panjatkan. Singkat cerita, hasil dialog itu menjadikan dua lelaki musyrik pemilik kebun anggur itu menjadi Muslim.
MERUPAKAN sunnatullah, memperjuangkan kebenaran atau dakwah Islamiyah akan menghadapi berbagai fitnah (ujian). Setidaknya, seorang pejuang penegak Islam akan menghadapi perlawanan dari musuh-musuh Allah atau pihak yang tidak suka dengan tegaknya syi’ar Islam, sebagaimana dialami Rasulullah Saw. Apa yang dialami beliau di Thaif, hanyalah satu dari sekian ujian yang menimpanya dalam menyuarakan kebenaran.
Bentuk-bentuk ujian bagi pejuang Islam yang menyuarakan kebenaran, sebagaimana dialami Rasulullah dan generasi Islam terdahulu, antara lain:
Pertama, olok-olok atau cemoohan dari musuh-musuh Allah. “Dan apabila mereka melihatmu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikanmu
sebagai ejekan (dengan mengatakan): ‘Inikah orang yang diutus Allah sebagai
Rasul?’” (QS. Al-Furqon [25]:41).
Saat ini tidak sedikit orang yang memandang sinis terhadap aktivis dakwah yang berjuang menegakkan Islam --semoga Allah memahamkan dan mengampuni mereka.
Kedua, tudingan, tuduhan, atau julukan yang mencermarkan nama baik.
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata: ‘Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta’” (QS. Shad [38]:4).
Rasulullah dicap sebagai “tukang sihir” atau “gila”. Sekarang banyak mujahid dakwah Islam dicap fundamentalis, ekstremis, radikal, “garis geras”, bahkan “teroris”. Itulah yang dalam dunia komunikasi disebut “penjulukan” (labelling), stigmatisasi, atau pembunuhan karakter (character assasinations) agar mereka dimusuhi publik. Penjulukan itu dimaksudkan untuk memadamkan cahaya Islam, membuat umatnya rendah diri dan dimusuhi warga dunia.
Ketiga, ancaman, penganiayaan, penjara, bahkan pembunuhan. Nabi Nuh a.s. mendapatkan ancaman rajam dari kaum kafir (QS Asy-Syu’ara:116). Nabi Musa diancam penjara dan hendak dibunuh oleh Fir’aun (QS. Asy-Syu’ara:29, Al-Mu’min:26). Nabi Muhammad Saw harus menghadapi kaum kafir yang hendak menangkap, memenjarakan, mengusir, bahkan membunuh beliau.
“Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmun untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS. Al-Anfal [8]:30).
MUJAHID dakwah Islam harus siap menghadapi semua risiko itu: dicemooh, difitnah, diancam, dan sebagainya. Namun, tentu saja semua risiko itu kecil dalam pandangan muhajid fillah. Pasalnya, semua itu adalah risiko
perjuangan yang sudah siap dihadapi.
Yang paling berat justru ujian berupa bujukan, suap, atau kekuasaan.
Rasulullah mengalami ujian itu, saat kaum kafir menawarkan sebuah kerajaan
asalkan beliau berhentik berdakwah. Tidak sedikit pejuang Islam yang
terpeleset dengan ujian semacam itu. Ia silau dengan kemewahan duniawi yang
disuapkan kepadanya.
Banyak di antara kita yang mundur ketika diajak berjuang di jalan Allah, apalagi jika harus kehilangan jabatan atau kesenangan duniawi lainnya.
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepada kamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya : "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al Baqarah : 214)
Sayyid Quthub berkata: ”Wahai saudara-saudaraku. Jalan dakwah itu dikelilingi oleh makaruh (hal-hal yang tidak disukai), penuh dengan bahaya, dipenjara, dibunuh, diusir, dan dibuang. Barangsiapa ingin memegang suatu prinsip atau menyampaikan dakwah, maka hendaklah itu semua sudah ada dalam perhitungannya. Dan barangsiapa menginginkan dakwah tersebut hanyalah merupakan tamasya yang menyenangkan, kata-kata yang baik, pesta yang besar dan khutbah yang terang dalam kalimat-kalimatnya, maka hendaklah dia menelaah kembali dokumen kehidupan para rasul dan para da`i yang menjadi pengikut mereka, sejak dien ini datang pertama kalinya sampai sekarang ini”. Wallahu a’lam.
Oleh Abu Faiz | warnaislam.com